Stratifikasi sosial adalah konsep yang esensial dalam memahami dinamika interaksi manusia dalam masyarakat. Dalam konteks modern, stratifikasi sosial tidak hanya mencakup pengelompokan berdasarkan kekayaan, pendidikan, dan kekuasaan, tetapi juga melibatkan dimensi-dimensi lain seperti etnisitas, gender, dan akses terhadap teknologi. Fenomena ini semakin kompleks seiring dengan perkembangan globalisasi, teknologi informasi, dan perubahan sosial yang cepat. Dalam masyarakat yang stratifikatif, individu atau kelompok tidak hanya terpisah oleh kekayaan, tetapi juga oleh berbagai faktor yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka. Oleh karena itu, penting untuk memahami stratifikasi sosial sebagai suatu sistem yang dinamis dan multifaset.
Â
Konsep Stratifikasi Sosial
Pengertian dan Teori Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial dapat dipahami sebagai sistem pengelompokan yang menghasilkan hierarki dalam masyarakat. Karl Marx, seorang tokoh penting dalam kajian sosial, berpendapat bahwa stratifikasi sosial ditentukan oleh hubungan individu dengan alat produksi. Dalam pandangannya, masyarakat dibagi menjadi dua kelas utama: borjuasi, yang merupakan pemilik modal, dan proletariat, yang merupakan pekerja. Namun, pandangan Marx tidak sepenuhnya mencakup kompleksitas stratifikasi sosial yang ada. Max Weber, seorang sosiolog lain, menambahkan dimensi lain dalam stratifikasi sosial, yaitu status sosial dan kekuasaan. Menurut Weber, stratifikasi tidak hanya ditentukan oleh faktor ekonomi, tetapi juga oleh faktor sosial dan politik yang memengaruhi posisi individu dalam masyarakat. Dengan demikian, stratifikasi sosial adalah hasil interaksi kompleks antara berbagai faktor yang saling memengaruhi.
Jenis-jenis Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria, antara lain:
Stratifikasi berdasarkan ekonomi
Stratifikasi ini mencakup perbedaan dalam pendapatan dan kekayaan, yang sering kali menjadi indikator utama dalam membedakan kelas sosial. Di Indonesia, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa kesenjangan pendapatan meningkat, dengan rasio Gini mencapai 0,39 pada tahun 2021. Ini menunjukkan bahwa distribusi kekayaan tidak merata, di mana segelintir orang menguasai sebagian besar sumber daya, sementara banyak orang lainnya hidup dalam kemiskinan. Misalnya, di kota-kota besar seperti Jakarta, kita dapat melihat perbedaan mencolok antara kawasan elit yang dipenuhi gedung pencakar langit dan daerah kumuh yang dihuni oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Fenomena ini mencerminkan bagaimana stratifikasi ekonomi dapat menciptakan ketidakadilan yang mendalam dalam akses terhadap sumber daya dan kesempatan.
Stratifikasi berdasarkan pendidikan
Pendidikan berperan penting dalam menentukan posisi sosial seseorang. Individu dengan pendidikan tinggi cenderung memiliki akses yang lebih baik terhadap pekerjaan yang lebih baik dan gaji yang lebih tinggi. Namun, akses terhadap pendidikan berkualitas masih menjadi tantangan, terutama di daerah terpencil. Dalam konteks ini, pendidikan bukan hanya sekadar alat untuk memperoleh pengetahuan, tetapi juga merupakan kunci untuk mobilitas sosial. Contoh nyata dapat dilihat dari anak-anak yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah yang sering kali terpaksa berhenti sekolah karena keterbatasan finansial, sementara anak-anak dari keluarga kaya dapat melanjutkan pendidikan mereka hingga ke perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan tidak hanya mempengaruhi individu, tetapi juga menjadi indikator ketidaksetaraan yang lebih luas dalam masyarakat.