Saat itu, batuk, sesak dan tangisan mengisi perbincangan kami. Saya menangis karena ada perasaan malu karena kebiasaan buruk saya terungkap dan karena hati saya pilu mengingat semua masa-masa itu, masa-masa dimana saya membenci diri saya sendiri.Â
Setiap saya menangis, maka saya akan batuk secara kuat dan sesak sehingga ayah menghentikan perbincangan kami sementara. Tangisan, batuk dan sesak seakan melambangkan masalah yang ditimbun terlalu lama tanpa dibagikan membuat semuanya terasa sakit dan menyesakkan.
4 jam berlalu, akhirnya beberapa masalah saya ditemukan, terselip kelegaan disana. Ayah menutup perbincangan kami dengan satu pelukan hangat dan beliau berdoa buat saya. Saya mulai berpikir positif. Saya mengingat kembali bahwa saya berharga dan saya dicintai.Â
Saya merasa tidak sendiri lagi karena ada orang lain yang juga mengetahui beban saya. Kejujuran itu jugalah yang membantu saya mulai mempercayai diri saya sendiri dan orang lain bukan hanya pada kembar saya saja.
Saya memang masih berada dalam proses pemulihan baik fisik maupun mental saya, tetapi semenjak saya menerapkan kejujuran dalam komunikasi saya -kejujuran yang rendah hati- saya mulai merasakan home sweet home, sebuah kehangatan keluarga yang sebenarnya. Â