Mohon tunggu...
Vika Kurniawati
Vika Kurniawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelancer

| Content Writer

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Stasiun Tugu Jogja, Apa Kabar Selama Pandemi?

10 November 2020   21:24 Diperbarui: 11 November 2020   04:16 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rel Lempunyan di bawah Fly Over. Doc: Eko Indarwanto

"Bu, jadi tho ke Lempuyangan lagi? Delok sepur sama beli sate ayam yak." Dan ibu mengangguk sembari menaburkan bedak ke ketiak saya. Maklum masih balita walau sudah bisa berbicara lancar. 

Bapak lalu mendapat tugas berikutnya yaitu menyisir rambut jagung saya, dan membentuknya agar tidak mengembang walau nanti juga akan berantakan karena AC aka Angin Cendela mobil. Saya lebih suka membiarkan angin menabrak wajah saat mobil membawa kami sekeluarga menuju stasiun Lempuyangan. Walhasil saya sering masuk angin.

Rel Lempunyan di bawah Fly Over. Doc: Eko Indarwanto
Rel Lempunyan di bawah Fly Over. Doc: Eko Indarwanto

Bapak tidak memarkirkan mobil di stasiun namun di area bawah lengkungan fly over Lempuyangan. Rel kereta stasiun yang didirikan oleh Nederlands-Indische Spoorweg Maatchappij (NIS) memang membentang dari timur ke barat dan pilar-pilar jembatan layang tepat berjajar dari utara ke selatan. Ada tanah lapang di dekat satu pilar yang biasa dipenuhi pedagang makanan maupun penjual mainan. Saya termasuk yang tercepat keluar dari mobil, dan langsung jongkok di depan penjual sate. Tak jauh peringatan dari pos jaga palang kereta sudah terdengar. Dan selalu saja bisa mengalihkan perhatian saya dari aroma bakaran sate.

Tak lama kemudian suara klakson lokomotif dari arah barat terdengar. Jarak kami berdiri memang jauh dari rel kereta api namun cukup untuk bisa merasakan hembusan saat gerbong lalu lalang. Decitan roda dengan lajur besi rel juga membuat anak-anak terkesima dan para orang tua bahagia. Pasalnya dengan mudahnya mulut sang anak terbuka untuk disuapi. Kalian pasti tahu bagaimana susahnya membujuk anak kecil untuk makan. Kecuali saya versi masa kecil tentunya.

Stasiun Yogyakarta dari pintu selatan. Doc:Pribadi
Stasiun Yogyakarta dari pintu selatan. Doc:Pribadi

Kebiasaan tak tertulis tersebut berhenti saat saya sudah mengenakan seragam Taman Kanak-Kanak. Alasannya sendiri saya lupa. Yang jelas setelah selesai kuliah, saya lebih sering bertandang ke stasiun di sebelah barat stasiun Lempuyangan. Iya benar, namanya stasiun Tugu Jogja atau resminya bernama Stasiun Yogyakarta dengan kode YK. Mulai dari berangkat wawancara kerja di lain provinsi, menjemput teman ataupun sekedar menikmati kopi.

Station Djogja Toegoe pada awalnya dimiliki dua pihak yaitu Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij(NIS) dan Staatspoorwegen (SS) dengan jalur Yogyakarta-Surakarta. Setelah kemerdekaan, kepemilikan berpindah pada negara dengan pengelolan diserahkan kepada PT Kereta Api Indonesia. Coba deh tanya kepada kakek nenek kalian, apa pernah mendengar lagu Sepasang Mata Bola saat bertandang ke stasiun Tugu?

Fasilitas bagian luar stasiun. Doc:Pribadi
Fasilitas bagian luar stasiun. Doc:Pribadi

Saya pernah duduk tertidur sendiri di salah satu bangku tunggu stasiun Tugu dengan perut bergemuruh. Bisa sih beli makanan di kantin stasiun atau makan roti bekal dari Jakarta namun tidak saya lakukan. Pasalnya saya hanya ingin menikmati suasana stasiun setelah sampai dari Jakarta memakai kereta Senja Utama Jogja. Jam dinding stasiun menunjukan waktu 03.10 WIB.

Dari stasiun yang pernah menjadi lokasi syuting film Kereta Api Terahkir ini, saya pernah ke Solo bersama teman-teman Kompasiana Jogja. Dengan menggunakan kereta Prameks baik yang harus bergantungan saat berangkat maupun duduk manis saat pulang ke Jogja. Untung saja ada sepuluh kali jadwal setiap hari sehingga kami tidak risau saat baru pulang sore dari Museum Atsiri. Yah memang pakai acara lari-lari menuju loket tiket untuk jadwal terahkir keberangkatan. Waktu itu memang tiket belum bisa dipesan online.

Sabtu, 7 November 2020 saya ahkirnya bertandang kembali ke stasiun Yogyakarta melalui pintu selatan setelah sekian lama berdiam karena pandemi. Banyak perubahan yang saya baru temui, baik dari ketatnya protokol kesehatan maupun perbaikan dan pembangunan fasilitas. 

Jangan ditanya berapa banyak washtafel lengkap dengan sabun antiseptik yang disediakan. Di semua sisi dan sudut stasiun ada tanpa harus mengantri. Demikian juga tanda khusus untuk pengaturan jarak antara calon penumpang. 

Begitu juga di dalam gerbong kereta di mana tiap bangku sudah diberi tanda jaga jarak. Kalian bisa melihat contohnya di gerbong Prameks yang ada di foto. Demikian juga saat masuk Anggrek Lounge, protokol kesehatan tetap diberlakukan ketat. Tentu saja demi kesehataan bersama.

Fasilitas dan protokol kesehatan. Doc:Pribadi
Fasilitas dan protokol kesehatan. Doc:Pribadi

Salah satu infrastuktur yang paling menarik bagi saya adalah tiang-tiang pancang listrik yang sudah rapi dibangun di kanan kiri lintasan kereta stasiun Tugu menuju Solo.  Ternyata tiang-tiang pancang listrik aliran atas (LAA) tersebut dibangun oleh Dirjen Perkeretapian kementerian Perhubungan. Iya tiang tersebut merupakan rangkaian infrastruktur dari pengadaan Kereta Rel Listrik (KRL) Jogja-Solo.

Tiang Pancang. Doc:Pribadi
Tiang Pancang. Doc:Pribadi

Dan rencananya KRL akan menggantikan peran Prameks dengan rute Jogja-Solo. Eits jangan sedih dulu para penggemar Prameks, pihak KAI tetap akan menggunakannya untuk rute khusus. Dulu saat di Jakarta, saya sangat ingin naik KRL namun karena waktu tidak mengijinkan maka diurungkan. Berita gembira bagi saya sewaktu kemungkinan besar ahkir Desember 2020, tentu saat semua syarat dan kondisi lapangan memenuhi pengoperasian KRL.

Prokol jaga harak dan kios UMKM. Doc:Pribadi
Prokol jaga harak dan kios UMKM. Doc:Pribadi

Sejauh ini serangkaian ujicoba secara internal rute Jogja-Klaten sudah berjalan sukses. Bahkan 10.000 Kartu Multi Trip Special Edition dalam seminggu sudah habis terjual padahal KRL belum resmi dioperasikan untuk masyarakat umum. Dan kerennya rute KRL yang dioperasikan oleh Komputer Commuter Indonesia (KCL) direncanakan akan melintas ke Yogyakarta International Airport juga Borobudur di masa mendatang.

Prameks yang dialihkan ke rute khusus. Doc: Pribadi
Prameks yang dialihkan ke rute khusus. Doc: Pribadi

Oya apa sudah tahu etika dan displin bagi penumpang saat berada di  gerbong KRL? Bagi yang pernah naik KRL di Jakarta tentu sudah paham tentang hal-hal tersebut. Akan saya sebutkan 3 poin saja ya, yang lain bisa dicari melalui mesin pencari saja:

  1. Diwajibkan tidak berbicara antar penumpang ataupun melalui ponsel.
  2. Makan dan minum hanya diperbolehkan di luar gerbong KRL.
  3. Selama pandemi harus memakai masker


Jadi apakah kalian akan menjadi pelanggan KRL Jogja? Eh Kartu Multi Trip atau KMT yang digunakan setiap keberangkatan bisa diiisi ulang loh melalui loket, mesin otomatis ataupun transfer melalui rekening bank yang telah bekerjasama. Dengan jadwal PP yang diperkirakan bisa 26 kali sehari, diharapkan KRL bisa membantu mengurangi kemacetan jalan Jogja-Solo.

Jadi yuk kapan kita janjian bareng ke Klaten dan Solo bareng berwisata kuliner?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun