Apoteker terdisplin yang paling saya ingat adalah apoteker yang bekerja di apotek tak jauh dari perumahan dimana saya tinggal. Mengapa saya paling ingat?Â
Kisahnya begini, pagi itu, saat saya menunggu pesanan obat, kemudian datanglah seorang wanita paruh baya meletakan kunci motor dengan keras di etalase. Dengan nada tinggi, dia bersikeras membeli obat antibiotik untuk paru-paru putranya.
Tentu saja secara halus apoteker meminta resep dokter sebelumnya, namun secara singkat menemukan fakta bahwa wanita tersebut belum konsultasi ke dokter.Â
Percakapan yang tetap dilampiri nada tinggi tersebut kemudian beralih pada bujukan agar apoteker mau memproses obat. Dengan halus serta menggali informasi tentang gejala yang diidap putra wanita tersebut, akhirnya apoteker berhasil menyakinkan bahwa diagnosa dokter perlu ditegakkan.
Drug Vending Machine
Singkat kisah wanita (sebenarnya memakan waktu 20 menit) tersebut bersedia berkonsultasi terlebih dahulu ke dokter sebelum kembali lagi untuk membeli obat.Â
Kali itu dia berjabat tangan seraya tersenyum lebar dengan apoteker. Saya dan pembeli yang lain hanya bisa bernafas lega.Â
Kisah ini saya ingat saat menyimak presentasi dari keynote speaker yang juga Chairman of Indonesia Pharmaceutical Association yaitu Nurul Falah yang sedikit menyinggung mengenai Drug Vending Machine yang dioperasikan di Dubai.
Drug Vending Machine sendiri juga lebih dahulu beroperasi di Inggris dengan ide dasar untuk mempersingkat waktu tunggu pembeli obat.Â
Mesin ini memiliki berbagai tipe, baik yang harus dioperasikan oleh apoteker ataupun secara otomatis, silakan berseluncur di dunia maya untuk detail informasi mengenai  Drug Vending Machine.Â