Mohon tunggu...
Vika Kurniawati
Vika Kurniawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelancer

| Content Writer

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kencan dengan Joko Pinurbo dan Jenny Jusuf di Patjar Merah

5 Maret 2019   10:07 Diperbarui: 5 Maret 2019   17:54 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rak harga Rp10.000. Doc:Pribadi

 Lima menit sebelum menjelang minum kopi

Aku ingat pesanmu: "Kurang atau lebih,

Setiap rejeki perlu dirayakan dengan secangkir kopi."

Mungkin karena itu empat cangkir kopi sehari

Bisa menjauhkan kepala dari bunuh diri."

Saya seperti "dipaksa" untuk menjemput kembali niat awal saat mempertemukan telunjuk dengan ibu jari, tepatnya meliukan rentetan tarian jiwa yang disebut berpuisi. Terkesan alay mungkin (boleh lah meminjam anak zaman now).

Namun bagi seniman, puisi adalah curahan hati yang membuatmu tetap waras, walau tetap saja dipandang setengah waras. Joko Pinurbo yang terdapati beberapa warna perak dibalik tumpukan rambutnya, telah melakukan "paksaan" pada saya untuk reuni dengan puisi pada 2 Maret 2019 di Patjar Merah.

Iya Patjar Merah. Jika anda mengerutkan alis, maka kita mempunyai keingintahuan serupa, jadi silakan memupuskan penasaran dengan mengarungi rekam jejak dunia maya.

Saya bersama 2699 pengunjung lainnya telah menjadi bagian dari hari pertama Patjar Merah, festival kecil literasi dan pasar buku yang digawangi oleh Windy Ariestanty, Irwan Bajang, serta Tommi Wibisono. Lima buku dengan harga satuan Rp10.000 menjadi tanda mata yang membahagiakan. Tak sulit kan membuatku bahagia.

Rak harga Rp10.000. Doc:Pribadi
Rak harga Rp10.000. Doc:Pribadi
Kembali ke Jokpin, nama panggilan dari pria kelahiran 1962 yang bermukim di kota Gudeg itu, mengisi lokakarya dengan menguak tujuh puisi. 20 peserta lokakarya sudah terlebih dahulu mengirimkan puisinya saat pendaftaran, berbonus buku. Iya lokakarya memang berbayar namun terhitung sangat terjangkau bila melihat unduhan ilmu yang akan didekap.

Bukan hanya Jokpin, namun lokakarya di dalam ruangan berhembuskan AC, juga diisi oleh FX Rudy Gunawan pendiri Gagas Media sekaligus penulis kumpulan cerpen [Bukan] pilihan Kompas, Novel adaptasi Tusuk Jalangkung, dan Bangsal 13.

Hanya beberapa detik basa-basi, kemudian lokakarya dimulai. Bukan lokakarya sebenarnya menurut saya, namun lebih ke obrolan antara teman sesama pencinta puisi. Tak ada sekat yang berarti kecuali kursi dan waktu.

Memang 120 menit dibentangkan namun terasa singkat, berbeda saat mengerjakan ujian. Bagaimana tidak, bila tawa riuh tercipta saat dengan ringannya Joko Pinurbo berkisah tentang perjalanan mencipta puisi.

Mulai dengan masuk anginnya beliau saat mencari wangsit di Parangkusomo sampai terbujuknya untuk mengepulkan asap dengan konsisten dengan alasan memperlancar penciptaan puisi. Setiap penyair memang mempunyai cara tersendiri menjangkar hati.

Jokpin dan FX Rudy (berdiri). Doc:Pribadi
Jokpin dan FX Rudy (berdiri). Doc:Pribadi
Tas tisu seharga Rp10.000. Doc:Pribadi
Tas tisu seharga Rp10.000. Doc:Pribadi
Bukan hanya gelak, namun juga pujian dengan lancarnya terluncur di saat puisi yang dibahas mengena menurut Jokpin dan FX Rudy. Mulai pukul 10.10 sampai 12.00 WIB, satu persatu puisi ditelusuri, baik penggunaan kosa kata, efektivitas, bahkan pengucapan bila dibacakan. Proses yang hanya saya lewati beberapa langkah saja biasanya saat menuliskan puisi.

Tak mengherankan jika Joko Pinurbo bisa menghabiskan dua cangkir kopi dengan asap rokok yang menemani. Lokakarya diakhiri dengan celetukan beliau, "Jadi penyair itu berat, biar saya saja!"

Jika lima buku bertema wisata saya tukarkan di mbak kasir, maka tujuh buku dengan tema beragam saya jejalkan di ransel pada hari kedua. Entah berapa buku lagi yang akan saya adopsi bila bertandang ke pasar buku yang berahkir pada Minggu 10 Maret pukul 22.00 WIB.

Bagaimana bisa berhenti berbelanja bila ada 200 penerbit baik major maupun indie, dengan program penarik hati yaitu diskon 30-80% dihelatkan.

Don't worry semua buku sudah dipilahkan sesuai genre maupun harga. Don't worry juga akan kehabisan judul buku yang diincar, setiap hari selalu dicurahkan kembali stok buku yang baru. Hanya saja karena mendukung diet plastik, jadi tukarkan dulu satu lembar nominal 10 ribu dengan satu tas kain untuk mengangkut tiga lusin belanjaan anda.

Area Obrolan Patjar dua. Doc:Pribadi
Area Obrolan Patjar dua. Doc:Pribadi
Oya jika kali pertama saya duduk manis di kursi belakang di lokakarya, maka saya duduk tak jauh dari Jenny Jusuf yang menjadi pembicara di Obrolan Patjar dengan Kalis Mardisih sebagai pembicara kedua.

Sesuai dengan tema yaitu Literasi Digital: Perempuan-Perempuan yang Bersuara, maka menjadi pemakluman bila peserta Obrolan Patjar didominasi perempuan. Bagi yang belum akrab dengan nama pembicara pertama, sebagai langkah pertama silakan membuka aplikasi instagram kemudian ketik jennyjusuf dalam kolom pencarian. Monggo saya tunggu sambil ngopi, eh ngeteh sekarang.

Jika sudah mendapati penampakan sosok perempuan seperti di headbanner artikel maka simaklah unggahan foto beserta caption, juga IG story yang mungkin membuat anda memutar otak beberapa menit sebelum alis mengerut. Wajar karena saya juga melakukannya saat setahun lalu mulai memperhatikan aktivitas perempuan dengan pemikiran out of the box atau free thinker jika anda percaya bahwasannya kotak itu tidak ada.

Kalis dengan fokus utamanya memberdayakan perempuan dari sisi implementasi kaidah agama, lebih menyasar perempuan dengan lingkup tertentu walau lingkarannya memang terbesar di Indonesia. Jenny sendiri saya lihat menyasar perempuan dewasa muda di perkotaan baik di dalam maupun luar negeri melalui instagram sebagai salah satu media pengantar.

Jika Kalis Mardiasih membawakan obrolan dengan semangat '45, maka Jenny mengalunkan pendapatnya seperti bernada. Pasangan pembicara yang tepat karena berbeda penyampaian, pemikiran akan sebuah kasus maupun segmentasi namun dengan tujuan yang sama yaitu perberdayaan perempuan.

Bila pemikiran awal pemberdayaan perempuan terfokus dalam bidang ekonomi maupun kesetaraan gender, maka obrolan siang tersebut lebih mengarah bagaimana perempuan bisa menggunakan media sosial untuk mengarahkan kail kepada sesamanya.

Penanya pertama. Doc:Pribadi
Penanya pertama. Doc:Pribadi
Bukan kail dalam bidang ekonomi secara langsung namun melalui bentuk pendampingan agar mau membuka cakrawala pemikiran yang kerap dipandang tabu. Jika perempuan sudah mencintai dirinya sendiri maka seperti bola salju tentu berefek pada bidang finansial, sosial, maupun keluarga. Seperti kata Jenny, "Kita yang bertanggung jawab atas kebahagiaan kita sendiri!"

"Bukan berarti saya akan memberikan keputusan pada setiap pertanyaan di setiap kotak pesan IG, namun akan mengarahkan agar mereka mencari tahu sendiri jawabannya. Misalnya mereka bertanya tentang kesehatan reproduksi maka saya akan menyarankan berkonsultasi ke ahli profesional walau obatnya saya tahu."

Dan memang jawaban Jenny sama seperti yang kerap saya lihat di IG storynya. Salah satu yang menyenangkan adalah, Jenjus (panggilan akrabnya) menampilkan apa adanya sama seperti yang dipasang di media sosialnya, bahkan cenderung lebih sederhana namun sama tajamnya.

Memang tak semua pemikiran dikeluarkan secara terbuka, pastinya menimbang kedalaman materi yang sesuai segmen audiens. Sama seperti baju Jenny yang terlihat lebih tertutup, padahal saya mengira baju kebesaraan merah akan dikenakan.

Jarum panjang sudah berhasil menghampiri jarum pendek, dan waktunya makan siang. Begitu juga Obrolan Patjar diakhiri setelah menjawab empat penanya. Sedikit yang mengejutkan namun menyenangkan adalah kehadiran seorang remaja pria yang mengambil kesempatan pertama.

Pemberdayaan perempuan memang bukan hanya perlu digerakkan oleh satu gender. Oya salah satu yang saya suka saat sesi diskusi, bahasa tubuh Jenny yang menunjukan perhatian kepada pemberi pertanyaan. Itu bukan pencitraan kan, Jenjus?

Artikel dan seminar. IG Jenny Jusuf
Artikel dan seminar. IG Jenny Jusuf
Baiklah kita sudah pada akhir artikel. Menurut kalian benang merah dari sesi berkencan dengan dua pembicara apa? Kalau bagi saya sih, lewat puisi atau apapun yang berasal dari kata hati tulus, jika diimplemantasikan secara positif di dunia maya, maka akan berhasil memberdayakan sesama (baca perempuan pada khususnya).

Tidak perlu menjangkau semua segmen maupun topik, ataupun memilih materi yang berat. Choose your own battle!

Terima kasih, dan mari kita mabuk es teh seperti kata Kalis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun