Mohon tunggu...
Vika Kurniawati
Vika Kurniawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelancer

| Content Writer

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film "Keluarga Cemara" Membuat Saya Tergelak

5 Januari 2019   16:55 Diperbarui: 5 Januari 2019   17:02 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Abah dengan dua aktor. Doc: IG Keluarga Cemara

"Ngopo sih mondar-mandir terus? Duduk sini!" Saya melangkah kaki menjauhi kotak sabun begitu kakak lelaki mencoba membuat saya berdiam. Saat itu saya heran kenapa kakak saya sebisa mungkin selalu menonton sinetron Keluarga Cemara. Beberapa tahun kemudian, saat saya sudah bisa memandang dunia lebih lebar, ternyata kakak saya hampir menyerupai karakter Abah. Saya bersyukur.

Abah Keluarga Cemara yang saya kenal di sinetron secara visual berbeda dengan  Abah di film. Wajar, karena kembar pun bisa mempunyai perbedaan secara visual.  Ardi Kurdi dengan Ringgo Agus tentu mempunyai banyak perbedaan visual maupun cara menerjemahkan tokoh ayah pada masing-masing masanya.

Abah tetaplah Abah

"Jadi ada banyak yang menyangsikan saya memerankan Abah.  Apa bisa saya serius?" Pernyataan Ringgo Agus dengan mimik wajah yang memang terkesan tidak bisa tak tertawa saat memandangnya, diluncurkan saat Meet & Greet di Hall Plaza Ambarukmo 3 Januari 2019. Saya mendapatkan kursi terdepan hingga bebas menyaksikan percakapan akrab antara pemain dengan penonton. Tak ada batas kecuali waktu.

Oya saya bukan fans dari Ringgo Agus walau terkadang mengintip linimasa media sosialnya. Menurut saya untuk film yang dibuat di era generasi Alpha, maka sosok Ringgo Agus sudah memenuhi semua unsur baik kualitas, daya jual, maupun faktor pencerminan seorang kepala keluarga. Film dibuat sebagai pantulan penontonnya bukan?

Mungkin ada yang bertanya, kenapa nama panggilan tetap Abah, Emak, Teteh dan sederet yang lain jika mereka hidup sebagai keluarga pengusaha dan di masa generasi Alpha? Memang terkesan janggal, namun menurut saya bukan hanya karena scenario menggariskan demikian. 

Kakak saya walau hidup di Singapura, tetep membahasakan dirinya dengan sebutan Bapak, begitu juga dengan ipar yang dipanggil bu (saat mengucapkannya ada penambahan abjad K di belakang).  Memang entah bagaimana dengan keluarga yang lain, namun bagi saya itu sebuah langkah untuk membumi dengan nusantara dengan langkah kecil namun kunci.

Opak dan Euis

Selama 2,5 jam menjadi waktu yang membuat saya tenggelam adegan demi adegan. Saya menemukan Opak, camilan yang membuat rasa penasaran saat mondar-mandir di depan ruang kotak sabun. Sejauh ingatan saya saat itu di sekitar rumah tidak ada yang menjual Opak. Setelah mondar-mandir(sepertinya memang saya suka dengan aktivitas ini) bertanya pada pedagang camilan di pasar tradisional   ternyata kalau di Jawa disebut Krupuk Gendar. Wolah, lain lubuk lain belalang.

Jika berbicara tentang Opak, ingatan tertuju pada Euis yang di film ini diperankan oleh Zara JKT48, silakan berseluncur dengan gawai untuk mengetahui bagaimana rekam jejaknya. Wajar juga jika penonton kembali membandingkan peran Euis dari sinetron dengan pemeran di film. Bagi saya Zara sukses menerjemahkan sosok Euis di era Alpha. Dia pandai berseni peran karena Zara yang saya amati saat Meet & Great bukanlah Euis.

Ara dan Emak

Pada judul, saya mencantumkan kosa kata tergelak, iya saya memang melepaskan tawa sepanjang film diputar. Saya menonton film Keluarga Cemara dengan salah satu komunitas yang saya panggil keluarga kedua, berbaris rapi di satu deret. Beberapa menit awal saat adegan mulai berjalan ke arah syahdu, saya melihat mereka terdiam (cahaya dari layar cukup untuk saya sedikit mengamati). Ujung hijab yang mereka kenakan ada yang mendekat ke arah mata. Saya merasa bersalah saat tergelak kalau mengingatnya.

Ara, iya putri kedua dari Abah dan Emak yang diperankan oleh  Widuri Putri Sasono, berhasil membantu saya melepaskan tawa. Bukan, bukan pada saat adegan di mana memang mendukung untuk tertawa. Saya menderaikan suara tawa saat Ara menyajikan respon yang kontra dengan adegan pemain yang lain.  Adegan di mana sebuah kesesakan namun dipandang Ara sebagai sebuah kesempatan yang baru.

Bagi saya, Ara menampar para manusia yang disekitarnya termasuk saya tentang bagaimana seharusnya menyikapi setiap masalah. Dia juga yang menjadi pohon bagi keluarganya agar tetap mendapat suplai oksigen berupa sisi positif serta sudut pandang berbeda.

Kita memerlukan Ara dalam wujud manusia dewasa lebih banyak sepertinya. Demikian juga sosok Emak yang tetap saja berkeras kepala dengan kesetiaannya walau harus menggoreng Opak untuk membantu mengepulkan kompor dapur. Seperti biasa Nirina Zubir, selalu berakting natural. Beradu peran dengan Ringgo serta pemain lain tak membuat dia tertutup pesonanya.

Tiap tokoh yang menarikan kisah di film Keluarga Cemara, memberikan sumbangan masing-masing bagi terciptanya gelak tawa saya. Tentu saja menurut versi saya. Yang jelas sangat menghibur disamping ada konten positif bagi yang bisa melihat pesan dibaliknya. Wondering apa akan ada sekuel film Keluarga Cemara dengan tetap bertagline #KembalikeKeluarga ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun