"Jadi menulislah hal yang kamu kuasai, jika tidak maka tulisanmu tak bernyawa!" begitu kira-kira kesimpulan yang terekam setelah Kelas Menulis KJog di Pojok Buku Kampung Kita Penerbit Kanisius Deresan Yogyakarta selesai. Â Agi Tiara Pranoto yang menulis di duckofyork.com selaku mentor kali ini tidak hanya membuat Saya teringat bahwa beberapa kali memang dulu tulisan Saya terasa sekumpulan diksi semata.
Ambil contoh saja Saya. Ketertarikan dengan dunia kuliner membawa tulisan mengenai kudapan, ataupun rekan sejawatnya akan mudah disusun bahkan melebihi 2000 kata. Hal yang berbeda bila Saya diharuskan menulis tentang otomotif, maka yang terjadil hanyalah 350 kata dengan variasi diksi yang terbatas serta berulang. Â Di lain pihak, Saya menyukai seni budaya hingga jika meliput sebuah event budaya akan lebih bersemangat, bahkan tanpa ada kewajiban menulis sekalipun. Memang sebenarnya semua sisi kehidupan adalah budaya manusia, namun tetap saja menjadi berbeda saat dituliskan. Itulah mengapa ada tulisan yang berisi nyawa serta ada yang sekedar kumpulan diksi.
Agi sendiri memang menulis apa yang dia kuasai, kalaupun bila belum terkuasai maka tak segan survey produk atau hal yang akan dituliskan. Investasi ternyata bukan hanya terletak pada tulisan namun juga pada data yang berhasil dikumpulkan. Alhasil memang tulisan Agi terkesan hanya seperti bercerita ringan namun memakai diksi yang mengena, dan data yang dimunculkan juga  memang kuat. Profesionalitas memang menjadi kata kunci, dan data yang lengkap menjadi salah satu penentunya.
Saat kelas menulis, Agi juga menyoal tentang kedisiplinan saat menghadiri event yang akan berimbas pada rutinitas menulis. Saya memang sering bertemu Agi sekitar 30 menit sebelum sebuah acara dimulai, dan saat kelas menulis menjelang  ternyata juga dia lakukan. "Dengan 30 menit datang lebih awal, akan memberi waktu pada pikiran kita untuk menentukan sudut pandang untuk tulisan kita. Kita juga bisa menemukan waktu terbaik untuk melakukan sesi foto sebagai penunjang tulisan."
Bukan hal yang aneh lagi bila menjadi bloger maka ada tiga tugas utama saat pra event, saat berlangsung, dan pasca event. Mengelola piranti gawai untuk mendapatkan foto untuk sosial media, penunjang tulisan di blog, dan juga stok jika akan mengikuti lomba foto. Tiga tugas utama tersebut bisa diatur dengan baik jika kita memberikan waktu yang cukup. Memang bloger adalah individu yang multi taskingbahkan dituntut multi talent.Â
Saat semuanya bisa diolah, dan diatur dengan baik maka kita akan mengenai arah mana yang cocok untuk aktualisasi diri. Â Ujung dari urutan proses itu maka penemuan nicheatau tema utama blog kita akan mudah didapat. Selanjutnya kita akan mempunyai personal branding tersendiri, dan memang sesuai dengan passion.
Memang terkesan idealis jika kita hanya berpusat pada satu tema saja, namun hal itu memang diperlukan bila memberikan nyawa pada tulisan. Jikapun ingin merambah beberapa blog sebagai bukti pembelajaran maka disarankan membuat beberapa blog terpisah, itupun dengan konsekuensi mempunyai waktu yang sama. Kembali lagi masalah waktu, serta profesionalisme bukan?
Seperti yang Agi katakan, "Investasi berkaitan dengan modal. Jangan segan mengeluarkan modal lebih untuk hasil yang sepadan bahkan akan berlipat di kemudian hari." Bagi penulis, investasi sekaligus modal utama adalah dirinya sendiri. Penambahan kualitas, dan kuanititas modal akan memberikan efek posistif sejauh profesionalisme juga diarahkan. Jadi apakah Anda siap jadi bloger profesional?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H