Mohon tunggu...
Vika Kurniawati
Vika Kurniawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelancer

| Content Writer

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Empat Alasan Mengapa Desa Malangan Bukan Sekadar Desa Wisata

26 Maret 2017   13:48 Diperbarui: 27 Maret 2017   17:00 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Semburat kekaguman singgah di wajah. Siang itu saya bisa melihat jari jemari bukan berwarna pucat bahkan cenderung hasil terbakar matahari, dengan lincahnya membentuk sebuah tas. Tarian serupa wujud kerinduan petani pada Dewi Sri yang konon menganugerahkan padi kepada manusia. Kagum karena pemilik jemari tersebut adalah putra Hawa, yang sering dipandang hanya mampu menebang pohon, atau membangun jembatan. Saya yakin membutuhkan waktu enam bulan untuk bisa selincah beliau. Namanya pak Agus, penduduk asli Dusun Malangan, Desa Sumberagung, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Desa Wisata dilekatkan atas dusun ini sejak tahun 1998 oleh pemerintah kabupaten Sleman. Adapun desa dengan suasana asri tersebut terletak di sebelah barat kota Yogyakarta sejauh 17 kilometer, dan menempuh sekitar 30 menit. Kita bisa menggunakan bus khusus, mobil travel ataupun kendaraan pribadi. Anda bisa juga menginap di rumah penduduk setempat, jika ingin merasakan dengan leluasa kehidupan pedesaan.

Oya kembali ke Pak Agus, yang memang bukan bekerja sendiri, namun masih ada beberapa pria yang sudah pantas disebut kakek juga menjalin anyaman bamboo. Saya melihat beberapa gigi  mereka sudah tanggal  saat tertawa bersama di perbincangan singkat. Hanya membutuhkan beberapa menit kemudian saya menyadari bahwa bertambahnya alasan untuk menyebut Desa Malangan bukan sekedar Desa Wisata.Lima alasan mengapa Desa Malangan bukan sekedar Desa Wisata:

1.  Penduduk Desa Malangan sudah paham tentang menggunakan aset.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Sepeda Torpedo atau lebih akrab disebut sepeda Unta, sudah berderet dengan rapi di kantor pengurus Desa Wisata. Pokdarwis sudah siap dengan pakaian khas, dan dengan sigap menceritakan secara detail cara memakai ikat kelapa dan tentu saja sejarah Desa Malangan. Oya ternyata ikat kepala yang kami pakai boleh dibawa pulang. Sebuah langkah yang tepat karena ikat kepala ini akan menjadi oleh-oleh dan kenangan yang selalu diingat.

Saat berkunjung di sebuah rumah dimana menjadi sentra kerajinan batik, ternyata ada beberapa tas belanja yang terbuat dari tutup botol plastik minuman. Ketua PKK yang hadir bersama para pembatik, kemudian menerangkan bahwa program daur ulang sudah dilaksanakan secara rutin, dan hasilnya seperti yang saya pegang saat itu.

2. Keahlian  selain bertani sudah dimunculkan.

Mangut lele hasil peternakan. Doc Pribadi
Mangut lele hasil peternakan. Doc Pribadi
Di beberapa rumah, penduduk sudah membuat barang-barang berbahan anyaman bambu yang beberapa hari sekali mereka mengumpulkan ke pengempul.  Wanita yang masih muda ataupun ibu-ibu setengah abad sibuk menganyam Besek (dus makanan), penutup makanan, keranjang belanjaan, piring ataupun perabot rumah tangga yang lain. Beranda rumah menjadi tempat yang kerap dijadikan untuk beraktivitas menganyam.

Aktivitas menganyam juga bukan dijangkau para wanita semata di sela waktu setelah mengurus rumah. Pak Agus di awal artikel adalah sebagian kecil dari para putra Hawa yang ternyata mempunyai keahlian selain bertani. Para petani juga melakukan memelihara Lele di kolam yang khusus dan hasilnya diolah serta diperjual belikan.

3. Aktifitas bisnis skala Internasional sudah hadir.

agus-58d7610dba9373832032a49b.jpg
agus-58d7610dba9373832032a49b.jpg

Tunggak semi menjadi salah satu penggerak semangat perputaran bisnis hasil anyaman bambu di Dusun Malangan, Desa Sumberagung, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Saya mendapat kesempatan untuk datang ke lokasi pabrik pada 11 Maret 2017, dan ternyata sedang jam kerja. Showroom bernuansa putih dan berisi banyak contoh perabotan rumah tangga sudah saya jelajahi bersama Kompasianer yang lain.

Dari penuturan Pak Suryadi, kami mendapat informasi bahwa melalui Tunggak Semi, seluruh hasil anyaman penduduk desa termasuk Pak Agus berhasil dijual ke Selandia Baru, ASEAN, Asia, Amerika dan Negara Eropa. Sebuah kebanggaan bisa hadir dan mengetahui dengan mata sendiri bahwa tangan-tangan penduduk tersebut mendulang kekaguman pihak luar negeri.

Perlu diketahui, bahwa omset dari Tunggak Semi sudah bisa mencapai 150-200 juta sebulan. Sebuah nomimal yang fantastis untuk komoditas penduduk yang awalnya berkonsentrasi dalam bidang pertanian.

4. Pemanfaatan hasil peternakan dan pertanian lebih luas.

Nasi Gudangan.
Nasi Gudangan.

Mangut Lele, Nasi Sayur Gudangan, Teri goreng dan telur rebus menjadi menu makan siang kami saat selasai berkeliling Desa malangan. Wedang Uwuh, Singkong rebus, kacang rebus dan jajanan pasar yang lain hadir sebagai pembuka. Semua hidangan yang tersedia tersebut, bukan sekedar menu makan siang, namun sebagi contoh hasil nyata para petani. Pada awal kunjungan, kami memang diantarkan menuju pusat pemeliharaan Ikan Lele dan Mina Padi.  Tentu dijelaskan pula dengan detail bagaimana proses pemeliharaan sampai pemanfaatan hasil panen dari kolam ikan lele dan Mina Padi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun