Mohon tunggu...
Vika Kurniawati
Vika Kurniawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelancer

| Content Writer

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[FR] Munafik?

15 Juli 2015   14:03 Diperbarui: 15 Juli 2015   14:03 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bola mata di belakang lensaku selalu saja menari-nari kegirangan, membayangkan kental kuah santan dan empuknya daging ayam kampung, bila bunyi sirene tanda buka puasa terahkir berkumandang. Ketupat sepadat bantal tentu saja kupotong dengan semangat 98, seperti menemukan jodoh untuk lidah pecinta kulinerku.

[caption caption="Foto diambil Reseppraktis.com"][/caption]

Aroma gurih serta hangatnya telapak tangan saat menangkup mangkok opor ayam membuat lamunanku sempurna. Taburan bawang goreng serta emping, tak lupa akan kusisipkan di samping merahnya sambal goreng bola daging sapi. Ipar memang punya selera ala Bondan Winarno, bahkan krupuk ikan tak lupa dikirimkan walau aku tak merayakan Lebaran. Kami memang berbeda keyakinan.

Munafik kalau aku berkata tidak menikmati dua tanggal berwarna merah di almanak. Bukan sekedar mendapat libur panjang berjamaah serta diskon belanja lebaran, namun waktu di mana banyak hal menyenangkan yang kupersiapkan menjelang dua tanggal tersebut. Pertama tentu mengkondisikan perut agar siap menerima kiriman makanan khas lebaran yang menggunung.

Persiapan kedua masih saja berhubungan dengan perut. Perut langsing ini kerap menuntut lebih dari dua porsi kolak pisang, dan alhasil dompet terpaksa di gembok saat melintasi deretan penjual takjil pinggir jalan. Ketiga tentu saja tenaga, berhubungan dengan jumlah piring dan sendok kotor yang akan kucuci. Untung botol sabun cuci cair hijau sudah siap membantuku.

Persiapan keempat adalah membiasakan diri melihat jalanan lenggang kecuali di malioboro. Kota gudeg adalah kota di mana 40 % pendatang selalu menghilang selama seminggu penuh saat Lebaran. Dan hanya sekitar 10 % warga pribumi yang merantau akan kembali ke kota pelajar dan mantan kota sepeda. Alhasil dua hari tersebut terasa berbeda, bahkan tak perlu menoleh kanan dan kiri saat menyeberang jalan.

Persiapan kelima dan wajib adalah menutup rongga telinga bila petasan memberondong waktu tidurku nanti. Tak jarang kedua kantong mataku menebal saat terbangun keesokan paginya. Dan kegiatan membersihkan sisa petasan menjadi hidangan pembuka hari pertama lebaran. Lumayanlah berolahraga ringan.

Keenam, dan yang terutama adalah persiapan pulsa untuk mengirim ucapan selamat lebaran. Syukurlah ada ponsel walau tak mahal, namun bisa menyambungkan maksud baikku. Apalagi berbagai sosial media yang berlomba memikatku dengan sarana pesan bergambarnya. Pelanggan seperti diriku memang dimanjakan saat hari besar. Coba tiap hari adalah hari besar, he he aku hanya bercanda saja.


Memang aku tak merayakan Lebaran, namun munafik kalau aku berkata tidak menikmati dua tanggal berwarna merah di almanak.

 

NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun