[caption caption="Teleporter"][/caption]
Oleh: Vika Kurniawati
Lipitan mataku perlahan terbuka. Remeh alasannya, karena lubang hidungku penuh dengan aroma memikat yang paling terekam di inderaku. Sensasi pedas lada hitam tumbuk dan juicy mentega leleh selalu menggoyang lidahku, walau belum menyentuhnya. Air liur kutelan tepat saat gemuruh perutku terdengar, dengan cepat selimut kusibakkan.
Deretan gigi berlubang bibiku terlihat menyapaku di pintu kamar, "Hei, ayo sarapan sate rusa bumbu lada hitam dulu. Pengu juga sudah siap bertemu pasangannya. Perjalanan ke kutub utara hanya membutuhkan satu menit."
"Sate rusa? Pengu? Kutub utara?"
Sejurus kemudian perut kempisku berhenti menari-nari salsa. Sosok mahluk dipenuhi dengan bulu seputih salju, mata bulat besar menatapku tajam seraya menampakan sedikit taringnya. Kuku tajam walau bersih menyembul dari tangan yang dia lambaikan padaku. Dari lengkungan bibirnya, kurasa dia tersenyum walau tetap seram di mataku.
"Ayolah, masa kau akan biarkan beruang imut ini menunggu lama berketurunan? Teleportermu sudah dikembalikan tetangga tadi pagi. Mereka memberi oleh-oleh daging rusa dan salmon mentah. Aku jadi ingin tinggal di kutub lagi jadinya."
“Bibi, tampar aku!"
"Tampar?"
"Iya, aku tak percaya impianku punya teleporter benar terwujud."
Saat kata terahkir terucap, pipiku mendadak panas. Telapak tangan bibi sukses menempel di pipiku.