BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Filsafat progresivisme dalam konteks pendidikan menekankan pada nilai-nilai kemajuan, perubahan, dan pengembangan pribadi siswa secara menyeluruh. Konsep ini mengakui pentingnya menghargai individu, memperhatikan perkembangan teknologi dan lingkungan, serta menekankan pentingnya keterampilan berpikir secara holistik.Â
John Dewey, seorang filsuf Amerika, dikenal sebagai salah satu tokoh utama dalam pengembangan filsafat progresivisme dalam pendidikan. Dalam praktiknya, progresivisme membawa implikasi seperti pembelajaran berbasis pengalaman, kurikulum yang fleksibel, penilaian autentik, dan peran guru sebagai pembimbing. Prinsip-prinsip dasar progresivisme, ciri-ciri filosofisnya dalam pendidikan, serta pandangan-pandangan terkait kebenaran, pengetahuan, nilai, belajar, dan pendidikan menjadi landasan bagi pendekatan ini dalam memahami dan mengimplementasikan proses pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
Konsep Filsafat Progresivisme dalam Konteks Pendidikan
Secara bahasa, istilah progresivisme berasal dari kata progresif yang berarti "maju". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata 'progresif' memiliki arti berhaluan ke arah perbaikan sekarang; ke arah kemajuan; dan bertingkat-tingkat naik.[1] Progresivisme juga dapat diartikan sebagai gerakan perubahan menuju perbaikan (Wiguna et al., 2021). Progresivisme sering dikaitkan dengan kata kemajuan, artinya progresivisme adalah aliran pemikiran filosofis yang bertujuan pada kemajuan yang  membawa perubahan (Mustagfiroh, 2020).Â
Â
Filsafat progresivisme pendidikan adalah filsafat yang mengacu pada prinsip menghargai individu dan ilmu pengetahuan, serta menerima perubahan yang menyertai perkembangan  teknologi dan lingkungan. Oleh karena itu, Progresivisme merupakan aliran filsafat yang selalu bertujuan untuk membantu kemajuan peserta didik seiring dengan semakin pesatnya perubahan zaman dan lingkungan, sehingga  mampu beradaptasi dan mampu menghadapi perubahan tersebut secara merata  (Remerta N. Naatonis, Siti Masitoh, 2022).[2]
Â
Dalam konteks filsafat pendidikan, progresivisme adalah aliran yang menekankan bahwa pendidikan bukan sekadar upaya untuk menanamkan himpunan pengetahuan kepada siswa, tetapi harus mencakup berbagai kegiatan yang mengarah pada pelatihan keterampilan berpikir siswa secara keseluruhan.Â
Hal ini dihubungkan secara sistematis dengan metode ilmiah dan dapat dibayangkan seperti menyediakan berbagai data empiris dan informasi teoritis dan memilih alternatif yang paling mungkin untuk memecahkan masalah yang  dihadapi. Keterampilan berpikir yang baik memungkinkan siswa mengambil keputusan yang terbaik bagi dirinya dan komunitasnya serta  mudah beradaptasi dengan lingkungannya (Muhdayayeli, 2013).
Â
Progresivisme mengakui prinsip-prinsip kemajuan dan berupaya mengembangkannya dalam semua realitas kehidupan sehingga masyarakat dapat bertahan dalam semua tantangan kehidupan. Disebut instrumentalisme karena aliran ini memandang kemampuan kecerdasan manusia sebagai alat untuk hidup, sejahtera, dan berkembangnya kepribadian manusia. Aliran ini juga disebut eksperimentalisme karena mengakui dan mempraktikkan prinsip-prinsip eksperimen untuk menguji kebenaran teori. Dan aliran ini disebut aliran lingkungan hidup karena meyakini bahwa hidup di lingkungan berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian (Jalaluddin & Idi, 2018).[3]
Â
Filosofi pendidikan progresif ini  dicetuskan oleh  filsuf Amerika  John Dewey, yang percaya bahwa sekolah yang mengadopsi pendekatan progresif adalah bentuk protes terhadap pendidikan  otoriter. Filosofi ini menekankan nilai-nilai humanistik berdasarkan kenyataan bahwa pendidikan harus didorong  dari dalam oleh esensi, pengembangan pribadi yang mandiri, dan kepentingan siswa (Vaughan, 2018). Filosofi pendidikan progresif didasarkan pada filosofi yang mengutamakan berbagai jenis kemampuan dan keterampilan untuk memecahkan masalah dalam mengembangkan sumber daya manusia yang matang, produktif, dan kompeten.[4]
Â
Filsafat progresif memandang pendidikan  sebagai upaya yang disengaja untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan siswa (Barnadib, 2000, p. 97). Parameter kualitas  proses pembelajaran dapat diamati melalui kualitas peserta didik sebagai hasil dari proses pendidikan tersebut. Sebagai  aliran  filsafat, filsafat progresif hadir sebagai reaksi terhadap pola pendidikan tradisional yang menekankan metode formal, pembelajaran spiritual (psikologi), dan literatur klasik peradaban Barat.Â
Filsafat pendidikan progresif mendukung gerakan-gerakan baru yang dianggap lebih baik bagi perkembangan pendidikan di masa depan. Filsafat progresif mendorong siswa untuk menjadi kreatif, inovatif, produktif, dan progresif. Untuk mencapai perubahan, siswa harus mempunyai pandangan hidup yang berdasarkan pada faktor-faktor yang fleksibel. Dengan kata lain bersifat toleran dalam arti tidak kaku, tidak menentang perubahan, tidak terikat pada ideologi tertentu, dan menerima keberagaman.[5]
Â
Tampaknya filsafat progresivisme menuntut kepada para penganutnya untuk selalu maju (progres): bertindak secara konstruktif, inovatif, reformatif, aktif dan dinamis. Sebab naluri manusia selalu menginginkan perubahan-perubahan. Manusia tidak mau hanya menerima satu macam keadaan saja, tetapi juga ingin hidupnya tidak sama dengan masa sebelumnya (Jalaluddin & Idi 2012: 88). Untuk mendapatkan perubahan-perubahan yang diinginkan tersebut, manusia harus memiliki pandangan hidup yang bertumpu pada sifat-sifat fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, dan tidak terikat doktrin-doktrin tertentu), memiliki sifat toleran, curious (ingin mengetahui dan menyelidiki), dan open- minded (punya pikiran terbuka).
Â
Selain itu, filsafat progresivisme juga memiliki dua sifat lain yang sangat mendasar dalam rangka mendapatkan perubahan- perubahan itu, di antaranya: (1) sifat negatif, dalam arti bahwa, progresivisme menolak otoriterianisme dan absolutime dalam segala bentuk, seperti misalnya terdapat dalam agama, politik, etika dan epistemologi, (2) sifat positif, dalam arti bahwa progresivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah dari manusia, kekuatan-kekuatan yang diwarisi oleh manusia sejak ia lahir -- man's natural powers. Maksud kekuatan tersebut adalah kekuatan--kekuatan manusia untuk terus melawan dan mengatasi kekuatan-kekuatan, takhayul-takhayul, dan kegawatan- kegawatan yang timbul dari lingkungan hidup yang selamanya mengancam. Filsafat progresivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah manusia, yakni kekuatan yang diwarisi manusia sejak lahir. Maksudnya manusia sejak lahir telah membawa bakat dan kemampuan atau potensi dasar, terutama daya akalnya, sehingga manusia dapat mengatasi seluruh problematika kehidupannya, baik itu tantangan, hambatan, ancaman maupun gangguan yang timbul dari lingkungan hidupnya.[6]
Â
Prinsip Dasar Progresivisme
Selanjutnya menurut Assegaf (2013) prinsip-prinsip dasar progresivisme adalah sebagai berikut ini:
Pendidikan itu seharusnya "kehidupan" itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup.
Belajar harus dikaitkan secara langsung dengan minat anak.
Belajar melalui pemecahan masalah (problem solving) harus didahulukan dari pada pengulangan mata endidika secara ketat.
Peran guru bukan untuk menunjukkan, tapi membimbing.
Sekolah mesti meningkatkan endi kerja sama, bukan bersaing.
Hanya perkenan secara demokratislah, sesungguhnya dapat meningkatkan peranan ide dan personalitas anak secara bebas, padahal itu diperlukan bagi kondisi pertumbuhan anak yang benar.[7]
Â
Â
Ciri-ciri Filsafat Progresivisme dalam Konteks Pendidikan
Filsafat progresivisme dalam konteks pendidikan menekankan pada pemahaman bahwa pendidikan harus berfokus pada perkembangan anak secara menyeluruh, mempertimbangkan kebutuhan dan minat individual mereka. Beberapa ciri khas dari pendekatan progresivisme dalam pendidikan termasuk:
Pembelajaran Berbasis Pengalaman
Progresivisme menekankan pentingnya pengalaman langsung dalam proses belajar. Anak-anak diajak untuk belajar melalui interaksi aktif dengan lingkungan mereka, daripada hanya menerima informasi dari guru.
Kolaborasi dan Diskusi
Pendidikan progresif mendorong kolaborasi antara siswa dan guru, serta diskusi antar siswa. Proses belajar dianggap sebagai aktivitas sosial yang melibatkan pertukaran ide dan pengalaman.
Fleksibilitas Kurikulum
Progresivisme mengakui bahwa setiap anak memiliki kebutuhan dan minat yang berbeda. Oleh karena itu, pendekatan ini mendukung kurikulum yang fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan individual siswa.
Pentingnya Kreativitas
Pendidikan progresif memberikan nilai tinggi pada kreativitas dan inovasi. Siswa didorong untuk berpikir kritis, mengeksplorasi ide-ide baru, dan menemukan solusi yang kreatif untuk masalah.
Penghargaan terhadap Proses Belajar
Progresivisme menekankan pentingnya proses belajar daripada hanya hasil akhir. Guru memberikan perhatian pada perkembangan siswa secara keseluruhan, bukan hanya pencapaian akademis mereka.
Pandangan Filsafat Progresivisme
Pandangan-pandangan dalam progresivisme menyangkut beberapa hal yang mesti diketahui, yaitu sebagai berikut (Iman, 2004: 46-60):
Pandangan mengenai realita dan pengalaman
Pernyataan Dewey dalam bukunya Creative Intellegence bahwa "... sifat utama dari endidikan mengenai realita yang umum". Kalimat tersebut menunjukkan bahwa progresivisme mengandung pengertian dan kualitas suatu perubahan. Oleh karena itu, pengalaman dapat diartikan sebagai ciri proses perjalanan hidup, karena hidup merupakan perjuangan, endidik, dan perbuatan. Maka pengalaman bermakna perjuangan. Dewey menjelaskan bahwa pengalaman adalah serangkaian kejadian dengan sifat-sifat khusus yang terjadi dengan sebagaimana adanya. John Dewey menyebut arus pengalaman itu sebagai experimental endidika. Dalam proses mencari pengalamannya manusia memiliki peranan jauh di atas makhluk yang lain, ia dapat berhubungan dengan orang lain dan lingkungan yang lebih luas. Hal ini berarti bahwa jiwa manusia merupakan sumber sebab dan pendorong yang amat penting bagi adanya perbuatan.
- Pandangan mengenai pengetahuan
Progresivisme merupakan teori yang lebih mengutamakan pembahasan secara epistemologi daripada metafisika. Seperti halnya mengenai tinjauantentang kecerdasan dan pengalaman yang keduanya tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain. Maka tidak heran jika kemudian progresivisme adalah teori pengetahuan.Konsep pengetahuan dalam pandangan aliran progresivisme yaitu fakta yang masih murni (belum diolah/disusun), untuk memperoleh pengetahuan itu progresivisme menggunakan metode induktif, rasional dan empirik, jadi pengalaman sebagai suatu unsur utama dalam epistemologi adalah semata-mata bersifat khusus. Dalam hal ini progresivisme membedakan antara pengetahuan dan kebenaran. Nilai pengetahuan manusia harus diuji dalam kehidupan praktis, sedangkan teori pengetahuan dari aliran pragmatisme merupakan strategi selanjutnya dari konsepsi kurikulum progresivisme itu sendiri.
- Pandangan mengenai nilai
Progresivisme memberikan pandangan tentang nilai bahwa nilai tidak timbul dengan sendirinya, akan tetapi ada endid yang merupakan pra syarat, yaitu endid. Nilai timbul karena manusia memiliki endid, penggunaan endid ini tentulah mendapat pengaruh yang berasal dari golongan, kehendak, perasaan, dan kecenderungan dari masing-masing orang tersebut (pengguna endid), maka arti nilai itu tidak eksklusif, nilai memiliki kualitas sosial, sifat sosial, juga bersifat individual, sifat perkembangan nilai ini berdasarkan pada dua hal, yaitu untuk diri sendiri untuk lingkungan yang lebih luas. Sifat perkembangan nilai berawal dari hubungan timbal balik antara dua sifat nilai endidika dan instrumental yang menyebabkan adanya sifat perkembangan dan perubahan pada nilai, memberikan nilai tambah kepada beberapa aspek dari tujuan endidikan, nilai-nilai itu merupakan endidikan/alat.[8]
Â
- Pandangan mengenai belajar
- Â
- Pandangan progresivisme mengenai belajar bertumpu pada pandangan mengenai pesera didik sebagai makhluk yan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain. Di samping itu, menipisnya dinding pemisah antara sekolah dan endidikan menjadi pijakan pengembangan ide-ide endidikan progresivisme. Peserta didik mempunyai akal dan kecerdasan sebagai potensi yang merupakan kelebihan dibandingkan dengan makhluk lain. Dengan kecerdasan serta sifatnya yang dinamis dan kreatif, peserta didik mempunyai bekal untuk menghadapi dan memecahkan problem-problem yang ada. Terkait dengan itu, usaha untuk meningkatkan kecerdasan adalah tugas utama dalam endidikan
- Â
- Peserta didik hendaklah dipandang tidak sekedar sebagai makhluk yang berkesatuan jasmani dan ruhani saja, melainkan juga manifestasinya sebagai tingkah laku dan perbuatan yang berada dalam pengalamannya. Jasmani dan ruhani terutama kecerdasan perlu difungsikan secara aktif dalam memanfaatkan lingkungannya secara optimal. Ia perlu mendapat kebebasan dalam mengambil bagian dalam kejadian-kejadian yang berlangsung disekitarnya. Di sini, agar sekolah dapat berlaku wajar, maka perlu terbuka dan tidak perlu ada dinding pemisah dengan endidikan. Sekolah merupakan endidika endidikan kecil
- Â
- Dengan demikian diharapkan bahwa peserta didik dapat menghayati belajar yang edukatif, dan bukan mis-edukatif. Yang pertama adalah belajar, yang secra bijaksana ditujukan untuk mencapai hasil-hasil yang konstruktif, yang nilai-nilai dan syarat-syaratnya ditentukan berdasarkan konsepsi yang baik, yang dikehendaki oleh kebudayaan negara atau bangsa. Sementara yang kedua, belajar mis-edukatif, ialah yang ditentukan oleh nilai-nilai yang kurang mendorong endidi perkembangan yang dinamis, yang mengandung unsur-unsur yang berlawanan. Belajar model kedua bersifat tidak serasi dengan tujuan. Untuk suasana belajar edukati, bisa dilaksanakamn di dalam kelas maupun di luar kelas, sehingg endidikan merupakan hidup itu sendiri.
- Â
- Pandanagan mengenai kurikulum
- Â
- Progresivisme yang berpijak pada asas fleksibilitas, dinamika, dan sifat-sifat lain yang sejenis, tercermin dalam pandangannya mengenai kurukulum sebagai pengalaman yang edukatif, bersifat eksperimental dan adanya rencana serta suasana yang teratur. Pengalaman yang edukatif maksudnya pengalaman apa saja yang mengandalkan keserasian antara elemen-elemen endidikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena tidak ada standar yang universal, maka kurikulum yang ada harus terbuak terhadap pemebenahan dan penyempurnaan. Fleksibilitas ini didasarkan pada kebutuhan peserta didik, dan juga disesuaikan dengan kondisi setempat.
- Â
- Oleh karena sifat kurikulum yang tidak beku, maka jenis yang memadai adalah kurikulum yang bepusat pada pengalaman. Jenis ini, digambarkan oleh Theodore Brameld sebagai kurukulum yang melepaskan diri dari semua sekat mata endidika dan menekankan pada unit-unit, yang dibentuk dan dihasilkan dari pengalaman peserta didik sendiri yang diarahkan kepada pengembangan kepribadiannya secara penuh dengan jalan penghayatan-penghayatan emosional, motor, intelektual, dan sosial yang seluas dan sekaya mungkin
- Â
- Selain itu, yang dipandang maju oleh progresivsme adalah kurikulum jenis "Core Curriculum", yakni sejumlah pengalaman belajar di sekitar kebutuhan umum. Kurikulum-kurikulum tersebut harus disusun secara teratur dan terencana. Kualifikasi semacam ini diperlukan agar endidikan dapat mempunyai proses sesuai dengan tujuan, tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang sifatnya endidikan dan tidak penting. Dengan demikian jelaslah bahwa suasana endidikan yang baik adalah yang dapat diarahkan sesuai dengan arah yang ditentukan dalam Pendidikan.[9]
- Â
- Pandangan mengenai Pendidikan
- Â
- Menurut progresivisme proses pendidikan mempunyai dua segi, yaitu psikologis dan sosiologis. Dari segi psikologis, pendidik harus dapat mengetahui tenaga-tenaga atau dayaa yang ada pada peserta didik yang akan dikembangkan. Sedangkan psikologinya seperti yang berpengaruh di Amerika, yaitu psikologi dari aliran Behaviorisme dan Pragmatisme. Kemudian dari segi sosiologis, pendidik harus mengetahui ke mana tenaga-tenaga itu harus dibimbingnya. John Dewey menjelaskan bahwa tenaga-tenaga itu harus diabdikan pada kehidupan sosial, jadi memiliki tujuan sosial. Maka pendidikan merupakan proses sosial dan sekolah adalah suatu lembaga sosial. Pendidikan adalah alat kebudayaan yang paling baik. Dengan pendidikan sebagai alat maka manusia dapat menjadi "The Master, not the slaves of social as well as other kinds of natural change".
- Â
- Pandangan mengenai kebenaran
- Â
- Progresivissme memandang tentang kebenaran itu sebagai peranan utama untuk mencapai kecerdasan di dalam dunia ini. Kebenaran dipandang sebagai alat untuk pembuktian. Cara untuk mencapai kebenaran sendiri adalah dengan metodologinya. Bahwa alam semesta yang sulit rumit ini selalu saja dapat diketahui rahasia persoalannya. Setelah menetapkan sesuatu kesulitan setepat mungkin dan meneliti segala sumber untuk pemecahan masalah yang bisa didapatkan, maka dikemukakan suatu hipotesa untuk pemecahannya. Setelah semua ini secara sistematis dirumuskan di dalam pemikiran, lalu ditampilkan keluar untuk di uji coba. Kemudian aktivitas secara terbuka dimulai di dalam lingkungan yang sulit untuk melihat apakah hasilnya akan sesuai dengan hipotesa yang telah ditentukan sebelumnya. Maka di sinilah kepentingan dari suatu kurikulum yang berdasarkan aktivitas terpusat. Aktifitas ini penting untuk menjadikan pendidikan hidup dan untuk membuat kehidupan itu memberikan kebenaran.[10]
Â
Implikasi Filsafat Progresivisme dalam Pendidikan
Beberapa implikasi filsafat progresivisme dalam pendidikan adalah:
- Berpusat pada peserta didik (student-centered learning)
Progresivisme menekankan bahwa pembelajaran harus berpusat pada peserta didik, bukan pada guru atau kurikulum. Peran guru adalah sebagai fasilitator yang membantu peserta didik mengembangkan potensi dan minatnya.[11]
Â
- Pembelajaran berbasis pengalaman
Â
Progresivisme menekankan pentingnya pembelajaran berbasis pengalaman nyata peserta didik. Pembelajaran tidak hanya terjadi di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas melalui proyek, eksperimen, dan kegiatan lapangan.[12]
Â
- Kurikulum fleksibel dan terbuka
Â
Kurikulum dalam progresivisme bersifat fleksibel dan terbuka, disesuaikan dengan kebutuhan dan minat peserta didik. Guru memiliki kebebasan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan konteks lokal.[13]
Â
- Penilaian autentik
Â
Progresivisme menekankan penilaian autentik yang menilai kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah nyata, bukan hanya kemampuan menghafal.[14]
Â
BAB IIIÂ
PENUTUP
Kesimpulan
Filsafat progresivisme dalam konteks pendidikan menekankan pada pemahaman bahwa pendidikan harus melibatkan pengalaman langsung, kolaborasi, dan kreativitas siswa. Hal ini tercermin dalam prinsip dasar progresivisme yang menekankan pembelajaran yang berpusat pada kehidupan, berbasis minat anak, dan mengutamakan pemecahan masalah. Ciri-ciri filosofi progresivisme mencakup pembelajaran berbasis pengalaman, kolaborasi, fleksibilitas kurikulum, penekanan pada kreativitas, dan penghargaan terhadap proses belajar.
Pandangan progresivisme terhadap realitas, pengetahuan, nilai, belajar, kurikulum, pendidikan, dan kebenaran menekankan pengalaman, eksperimen, dan penekanan pada pembelajaran aktif. Implikasi dari filsafat progresivisme dalam pendidikan adalah pembelajaran berpusat pada siswa, pembelajaran berbasis pengalaman, kurikulum fleksibel, dan penilaian autentik. Dengan demikian, progresivisme dalam pendidikan mempromosikan pendekatan yang menekankan pengembangan keterampilan berpikir, kreativitas, dan adaptasi siswa dalam menghadapi perubahan zaman dan lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H