Memang sungguh menyenangkan saat seseorang bermain dengan logika dan dialektika, tidak ada satupun manusia yang pantas dijadikan acuan hidup manusia lainnya, terutama di bagian kritik kehidupan dan penjiwaan diri sendiri.Â
Semalam penulis membaca terkait teori para filsuf yang keberadaanya masih dipertanyakan, setidaknya masih ditanyakan, apakah filsuf ini terbiasa makan pagi, siang, sore, dan malam?Â
Apakah para filsuf ini berdialektika dan memaparkan logikanya dengan kemantapan hatinya atau sebatas ingin menghancurkan elemen lainnya? Tidak ada yang pernah tau pasti apa yang sebenarnya terjadi.Â
Penasaran dengan hal itu, penulis memutuskan untuk memilih prodi filsafat sebagai pendidikan pertama di dunia perkuliahan, penulis ingin memahami bahwa menjadi seorang filsuf, apakah logika, etika, dan estetika memang betul dikombinasikan secara matang? Atau ya mungkin  karena mereka terpaksa saja menulis teori, sebagai curahan hati dan murka mereka akan kerasnya hidup ini.
Beberapa bulan ini berjuang keras demi meraih cita-cita keluarga, masuk PTN 2021, demi mencapai hal itu, kemampuan kognitif yang penulis miliki tidaklah cukup bila tidak diasah dengan pembiasaan soal, apalagi penulis tidak pernah mau bersungguh-sungguh dengan segala hal yang berbau dengan matematika, terpaksa tiga per empat hari penulis dihabiskan untuk belajar, ya waktu senggang dipakai untuk makan dan minum kopi sejenak.Â
Tibalah 14 Juni hari pengumuman dan hasilnya penulis ditolak, seketika penulis merasa pasrah tidak bisa masuk PTN manapun pada tahun 2021 ini, dimulai dari SNMPTN sampai ke SBMPTN semuanya ditolak, yasudahlah mungkin ini yang terbaik bagi penulis.Â
Namun ternyata belum selesai, ternyata penulis diterima di salah satu fakultas administrasi Pulau Jawa, penulis kembali semangat, dan percaya bahwa filsafat masih bisa diraih, sehingga kelak penulis bisa memahami maksud para filsuf favorit penulis, sehingga himpitan teori dan juga kerasnya hidup ini bisa dimaknai dengan lebih mendalam dan nikmat.
Untuk semua yang masih berjuang, tentu saja tiada waktu untuk berhenti dan berduka akan sesuatu yang memang bukan hak kita, teruslah bergerak, karena kelak kita tidak pernah sampai dan bisa mengakhiri ketidak-kekalan ini.
-Vigo Joshua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H