Aktivitas masyarakat dalam berbelanja kepeluan membutuhkan tempat untuk dapat membawa barang belanja. Pada umumnya, masyarakat membawa barang belanjaan dengan kantong plastik atau tas miliknya. Kantong plastik dijadikan pilihan utama masyarakat dalam membawa barang belanjaan dikarenakan dianggap lebih praktis, hemat, bahkan lebih modern.Â
Selain itu, masyarakat juga dapat menemukan kantong plastik di berbagai tempat untuk dapat memakainya seperti di pasar tradisional, supermarket, mini market, warung, toko, atau tempat lain yang digunakan masyarakat dalam transaksi jual beli (Yuliyawati & Kamaluddin, 2021). Mudahnya mendapatkan kantong plastik sebagai alat untuk menempatkan barang belanjaan membuat masyarakat masih sering untuk menggunakan kantong plastik karena akses yang terjangkau dan lebih sederhana serta praktis.
Namun, seiring berkembangnya waktu, pembuangan limbah kantong plastik kian marak sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan pada alam. Kantong plastik dalam pembuatannya membutuhkan bahan mentah berupa 12 juta barel minyak per tahun dan 14 juga batang pohon per tahun, dimana 2 sumber daya alam tersebut termasuk sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (Sununianti, 2014).Â
Data yang diambil dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2022 hasil pelaporan dari 202 kabupaten/kota se-Indonesia menyebut jumlah timbunan sampah nasional yang terkumpul mencapai 21,1 juta ton. Hal tersebut menginisiasikan memang sampah menjadi masalah yang sudah dalam permasalahan skala nasional.
Dalam hal ini, pemerintah sebagai pembuat kebijakan mengarahkan masyarakat harus tanggap dalam mengatasi permasalahan tersebut. Pemerintah telah mengeluarkan UU Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah sebagai bentuk penanggulangan perilaku masyarakat dalam mengelola sampah. Dalam peraturan tersebut juga mengatur kebijakan mengenai pengelolaan sampah yang dapat didaur ulang, yang menyampaikan secara tersirat kepada pemerintah daerah untuk mengatur kebijakan mengenai bebas kantong plastik dengan beralih menuju penggunaan kantong belanja ramah lingkungan.Â
Maka dari itu, telah banyak individu masyarakat yang telah menerapkan peralihan menggunakan tas yang berbahan dari kain sebagai pengganti kantong plastik (Yuliyawati & Kamaluddin, 2021). Seperti penerapan di Jakarta per tanggal 1 Juli 2020 mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan dan di Bali mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 mengenai Pembatasan Timbulan Penggunaan Sampah Plastik Sekali Pakai.
Sama halnya dengan noken papua, yang dijadikan sebagai alat menempatkan barang bagi masyarakat asli Papua. Noken atau minya adalah tas tradisional masyarakat Papua Pegunungan yang dibawa dengan menggunakan kepala dan terbuat dari serat kulit kayu. Noken ini juga telah diakui sebagai warisan dunia oleh UNESCO dan bertransformasi untuk menggerakkan perekonomian melalui peminatan transaksi jual beli noken (Salhuteru & Hutubessy, 2020).Â
Noken bisa menjadi pengganti kantong plastik serta mampu berdaya saing dengan kantong belanja ramah lingkungan lainnya. Adanya potensi noken ini mampu berdampak baik bagi perekonomian Papua khususnya bagi warga lokal unutk menciptakan peluang kerajinan industri noken.
Karya lokal masyarakat Papua ini dapat dijadikan sebagai peluang bisnis industri kreatif penghasil noken. Pada 2018, telah dilaksanakan peresmian noken sebagai salah satu warisan dunia melalui penyelenggaran International Conference on Bioversity Ecotourism and Economy Creative (ICBE) oleh PBB melalui UNESCO yang bertempat di Manokwari, Papua Barat (Toyiban, 2018). Itulah sebabnya potensi noken mampu memiliki daya saing transaksi barang hingga mancanegara.Â
Berdasarkan informasi hasil wawancara dengan Mama Papua yang menjual noken di Pasar Oyehe, Nabire beliau menerangkan mengenai harga jual noken dari ratusan ribu mencapai jutaan rupiah per pcs nya. Informasi lebih lanjut, beliau menerangkan bahwa setiap daerah dalam Pulau Papua memiliki keunikan ciri khas pembuatan noken yang berbeda. Bahan baku pembuatan noken pun ada yang berbeda pula, mulai dari kulit kayu hingga tumbuhan anggrek yang memiliki nilai jual paling mahal.
Noken papua ini telah menjadi artefak bagi melekatnya dengan tangan-tangan mama serta kaum perempuan di Papua. Selain menjadi barang kebutuhan untuk membawa suatu barang belanjaan, noken ini memiliki daya jual beli yang tinggi. Dilansir penelitian yang dilakukan oleh Novarlia Herlina dkk. (2023) menerangkan bahwa omset penjualan yang mampu dicapai oleh pengrajin Noken Papua di wilayah Distrik Abepura mencapai Rp7.000.000.Â
Namun, lebih lanjut menjelaskan bahwa omset penjualan tersebut mengalami ketidakstabilan setiap bulannya dikarenakan tergantung dari permintaan konsumen untuk pembuatan noken. Penjualan noken tersebut tidak mampu mengalami grafik yang stabil karena sangat bergantung dari banyaknya permintaan konsumen.
Minimnya akses wawasan mengenai penatausahaan transaksi jual beli noken oleh mama Papua ini yang menyebabkan sulitnya pencarian data statistic transaksi jual beli noken. Dilanjutkan dengan penyampaian Dosen Ekonomi Mikro Universitas Cenderawasih, Klara Wanor, dalam materi liputan tematik menulis statistik (2023), produsen noken memiliki keterbatasan pemahaman dalam pengawasan pendapatan harian, selain itu juga Papua belum memiliki lokasi terpusat penjualan noken Asli Papua karena penjualan noken tersebut masih berlokasi di lapak sederhana maupun dijual dengan cara lesehan di pinggir trotoar. Padahal jika mampu dikelola dengan baik, penjualan noken tersebut akan berpotensi untuk mencapai perkembangan penjualan yang pesat.
Di era globalisasi saat ini, sebenarnya banyak metode yang dapat menjadi opsi pilihan untuk memperbaiki ekosistem dalam transaksi jual beli. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Camelia Praestuti (2020), menerangkan bahwa perlu adanya pengetahuan dan ketrampilan dalam memperkenalkan produk noken dengan metode yang lebih menarik perhatian dan minat konsumen terutama dalam mendesain produk yang menarik serta metode penjualan dengan digital marketing agar mampu memiliki pangsa pasar yang luas tidak hanya di wilayah Papua saja. Oleh karena itu, dalam hal ini pemerintah maupun stakeholder setempat perlu dilakukan pendampingan serta pengembangan mengenai industri pembuatan noken ini oleh mama Papua serta kaum perempuan lainnya sebagai modal tambahan dalam kehidupan yang baik secara sosial maupun ekonomi. (Muchammad Ilham Fachrudin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H