Mohon tunggu...
Viersya Panggabean
Viersya Panggabean Mohon Tunggu... Novelis - Viersya Panggabean

just wanna tell what I wanna say

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tertarik Padamu

18 Oktober 2012   09:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:42 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku mencuri-curi pandang melihat ke arahnya. Dia sedang asik dengan teman-temannya di sudut ruangan pesta ulangtahun Hannie. Aku tak kenal dia, hanya kenal Hannie sebagai teman satu jurusan di kampus. Dia bukan teman satu jurusanku, juga bukan teman satu kampusku. Mungkin saja saudara atau tetangga Hannie. Lagi-lagi kulirik ke arahnya. Dirinya benar-benar mencuri semua perhatianku. Dari awal aku datang dan disambut oleh Hannie, suara tawanya benar-benar mengalihkan perhatianku. Sejak saat itulah aku mulai curi-curi pandang ke arahnya. Tapi dia masih asyik dengan teman-temannya. “Tar, makan sono,” ajak Hannie mengejutkanku. “Oh, iya,” sahutku. “Mereka siapa?! Bukan teman satu kampus kita kan?!” tanyaku berbisik pada Hannie. “Oh, mereka?! Mereka kakak-kakak n adik-adik sepupu gw, biasa tuh mah, klo dah ngumpul lupa ama sekitar,” sahutnya acuh. “Oh,” sahutku pendek. ***** Lagi-lagi aku melihatnya. Dia sedang asyik mengobrol dengan teman-temannya di salah satu meja di cafebook, sebuah tempat peminjaman buku yang juga menyediakan kafe tempat nongkrong. Aku sedang asyik membaca di tempat favoritku di pojokan kafe ketika dia datang bersama dengan teman-temannya. Seketika itu juga, pandanganku teralihkan dari buku yang kubaca. Benar-benar bukan hal yang biasanya. Padahal biasanya kalau aku sedang asyik membaca, tak ada satupun yang bisa mengalihkanku. Aku mencuri-curi pandang lagi ke arahnya. Entah mengapa, melihatnya bagiku seperti candu. Tiba-tiba saja dia berhenti tertawa dan melihat ke arahku yang sedang mencuri pandang ke arahnya. Sial! Dia sadar aku memperhatikannnya dari tadi. Cepat-cepat kututup mukaku dengan buku yang kupegang dan pura-pura membaca. Padahal aku hanya menenangkan degup jantungku yang berdetak tak karuan karena ketahuan memperhatikannya. ***** Beberapa hari setelahnya, aku rajin mengunjungi cafebook tersebut. Memang sudah jadi langganan disana. Tapi biasanya hanya dua kali seminggu. Namun sejak cowok itu kelihatan disana, hampir tiap hari aku datang berkunjung. Dan benar saja, aku selalu melihatnya di tempat yang sama setiap kali aku datang. Sama seperti hari-hari sebelumnya, aku menempati tempat favoritku yang merupakan tempat paling strategis untuk memandangnya. Kali ini dia hanya sendirian tanpa seorangpun temannya kelihatan. Jauh lebih asyik memandanginya sendirian disana sedang serius membaca sendirian. Cool. Tiba-tiba seorang cewek datang menuju ke arahnya, langsung mencium pipinya dan memeluknya mesra. Dia pun kelihatan membalas pelukan cewek tersebut. Aku terdiam dan sempat terbengong beberapa saat sebelum akhirnya menutup mukaku lagi dengan buku. Ah! Ternyata dia sudah ada yang punya. Cepat-cepat kubereskan barang-barangku dan secepat mungkin menghilang dari kafe itu. Cintaku gugur ketika mulai bersemi. ***** Lama aku tak pergi lagi ke cafebook langgananku itu. Sengaja memang, tuk menghindarinya. Tapi dua minggu tidak pergi ke cafebook, membuatku mati rasa. Akhirnya kuputuskan pergi ke cafebook. Berharap tak menemukannya disana. Terlalu takut rasa padanya tumbuh lagi. “Dah lama ga kesini, Tar?!” tanya mba Yuna, pemilik cafebook yang memang sudah akrab denganku. “Hehehe, iya nih mba. Lagi sibuk,” bohongku. “Lagi banya tugas kulaih?!” tanyanya lagi. “He-eh,” jawabku singkat. “Mba, saya ke tempat biasa ya. Dah,” kataku melambai padanya sambil membawa buku yang kupinjam. Aku berjalan menuju tempat favoritku. Syukurlah, hari ini dia tidak kelihatan ditempat biasanya, tidak juga di manapun. Aku tak tahu harus senang atau sedih. “Kemana saja dua minggu ini?!” tanya seseorang yang tiba-tiba sudah duduk disampingku. Aku sama sekali tak menyadarinya. Seperti biasa keasyikan membaca. Tapi suara itu mampu membuatku langsung menoleh, menghentikan keasyikan membacaku. “Ha?” tanyaku yang hanya bisa mengeluarkan kata itu. “Kemana aja dua minggu ini?! Kok ga kelihatan lagi?!” tanyanya lagi. Aku hanya diam memandanginya tak percaya bahwa dia sedang mengajakku bicara. “Oh, iya. Aku Axel. Kamu Tari, kan?!” katanya sambil mengulurkan tangannya padaku. “Tau namaku darimana?” tanyaku sambil membalas uluran tangannya. “Dari Hannie. Aku melihatmu disana, di pesta ultah Hannie,” jawabnya. Jangan-jangan dia juga melihatku mencuri pandang ke arahnya selama pesta itu berlangsung?! Dan jangan-jangan dia juga tau selama ini aku juga memandanginya di kafe ini?! Mukaku langsung memerah dengan semua kemungkinan-kemungkinan itu. “Yap. Aku tau kamu memandangiku disana,” katanya seakan-akan bisa membaca jalan pikiranku. Mukaku semakin memerah. “Aku juga sering datang kesini, juga untuk melihatmu,” katanya. Aku hanya bengong mendengar pernyataannya barusan. “Untuk melihatku?!” tanyaku bego. “Yap, aku tertarik padamu,” jawabnya. “Bukankah kamu sudah punya pacar?! Cewek yang datang dua minggu lalu kesini mencium pipimu dan memelukmu?!” tanyaku tak percaya. “Oh, jadi itu alasanmu tak kelihatan dua minggu ini. Hahahahahah,” katanya sambil tertawa. “Dia adikku. Adik kandungku. Adikku satu-satunya. Kami memang akrab. Tak nyangka ternyata kamu cemburu,” sambungnya. Aku hanya membuang pandanganku. Mukaku memerah karena malu. “Jadi, ga masalahkan kalau aku tertarik dengan kamu?!” tanyanya menggoda. Aku hanya tersenyum malu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun