Penulis : Vidyamona Aura Puspita, Budi Ardianto, S.H., M.H.
Sejarah konflik Palestina-Israel bermula dari awal abad ke-20, ketika kesultanan ottoman dikalahkan Inggris dalam perang dunia I, wilayah Palestina diambil alih oleh Inggris. Pada tahun 1917, Deklarasi Balfour mendukung pendirian rumah nasional Yahudi di Palestina. Hal ini mendorong bangsa Yahudi dari berbagai belahan dunia datang ke tanah Palestina. Selama periode ini, imigrasi Yahudi meningkat, dan ketegangan antara komunitas Yahudi dan Arab Palestina tumbuh. Setelah berakhirnya Perang Dunia II, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengambil alih mandat atas Palestina yang sebelumnya dikuasai oleh Inggris. PBB membagi wilayah tersebut menjadi dua negara, satu untuk orang Arab Palestina dan satu untuk bangsa Yahudi. Pembagian tersebut diadopsi sebagai Resolusi PBB Nomor 181 pada tahun 1947. Namun, Arab Palestina menolak pembagian tersebut, memicu Perang Arab-Israel pertama pada tahun 1948 yang dimenangkan oleh Israel, yang mengakibatkan pembentukan negara Israel dan pengungsian rakyat Palestina.
Israel menguasai wilayah yang dicaplok selama perang-perang dengan negara-negara Arab, seperti Tepi Barat, Jalur Gaza, dan bagian dari Yerusalem Timur. Ini menyebabkan konflik berkepanjangan tentang pemukiman Israel di wilayah-wilayah ini. Ratusan ribu rakyat Palestina terpaksa menjadi pengungsi yang sekarang tinggal di berbagai negara dan kamp pengungsian. Sementara 2 juta orang rakyat Palestina dikurung dalam penjara terbuka di jalur gaza dan west bank. Akses mereka terhadap sandang, pangan, dan pendidikan dibatasi. Hak hidup mereka dirampas oleh rezim zionis Israel.
Perselisihan antara Palestina dan Israel adalah tema yang dapat dikenali untuk kemanusiaan di dunia ini. Pertikaian tersebut menimbulkan pengaruh yang meresahkan sosial di Palestina. Alasan pertikaian tersebut adalah perebutan wilayah Palestina oleh Israel, sejak pertikaian itu, banyak pengaruh meresahkan sosial yang dilakukan Israel terhadap Palestina. Pengaruh yang meresahkan ini meliputi : warga biasa, orang biasa, perampasan tanah yang dibatasi, dan tidak menawarkan hak kepada anak-anak Palestina dan masih banyak lagi. Serangan demi serangan dilakukan oleh zionis Israel demi mendapatkan tujuannya, hingga serangan menghancurkan kota Palestina, di jalur gaza, menjadikan rakyat sipil sebagai korban hingga anak anak.
Hak asasi manusia merupakan hak yang dimiliki oleh setiap orang mulai dari dalam kandungan, hak asasi manusia (HAM) ialah suatu hak yang dimiliki oleh seseorang sebab ia manusia. Seluruh manusia memiliki hak asasi manusia bukan sebab hadiah yang diberikan kepadanya oleh masyarakat atau pun bersumber pada hukum positif yang berlaku, namun karena ia merupakan seorang manusia. Pelanggaran HAM jika dilakukan oleh siapa pun akan mendapatkan balasan dari siapa pun yang diambil hak-haknya tersebut. Seperti yang terjadi sekarang ini, pelanggaran HAM yang dilakukan negara Israel kepada Palestina merupakan suatu pengambilan hak orang lain.
Anak anak di Palestina ini kehilangan hak asasi manusia-nya, akibat peperangan antara zionis dan palestina kebebasan dasar akan wawasan hambatan dalam keadaan perjuangan yang dilengkapi, baik itu bentrokan jalan raya atau perselisihan yang tumbuh di dalam negeri. Dalam bentrokan jalan raya atau perselisihan yang tumbuh di dalam negeri. Dalam bentrokan bersenjata, populasi personel non militer suatu negara atau distrik sering menjadi sasaran langsung dan bertahan. Warga biasa yang tidak terlibat dalam perselisihan dalam beberapa kasus dibantai, diserang, diculik, direcoki, dipindahkan, dijarah dan ditolak untuk mendapatkan makanan, air dan kesejahteraan.
Pelanggaran Hak Anak Palestina.
Anak-anak Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza yang terlibat terus menjadi korban pelanggaran Israel. Meskipun hak-hak mereka diabaikan, tidak ada pasangan yang juga meninggal karena tindakan kejam dan kejam Israel. Banyak korban termasuk anak-anak. Secara konsisten, sekitar 500-700 anak-anak di Palestina, beberapa masih berusia 12 tahun, ditahan dan diadili dalam kerangka pengadilan taktis Israel. Tuduhan yang paling dikenal adalah pelemparan batu, seperti yang ditunjukkan oleh Safeguard for Youngsters Global Palestine (DCI-P). Hukum militer Israel mengizinkan siapa pun yang berusia 12 tahun ke atas untuk ditahan. Namun, seperti yang ditunjukkan oleh Bill Van Esveld, seorang ilmuwan senior untuk Divisi Hak Istimewa Anak-anak di Common Freedoms Watch, pelemparan batu "juga dipandang sebagai pelanggaran 'keamanan' di bawah hukum militer Israel, menyiratkan bahwa anak-anak Palestina disalahkan karena melempar batu. tidak dapat dipidana, surat berharga tertentu yang sah. Sedangkan Keamanan anak menjadi tugas negara, pemerintah, daerah setempat, keluarga dan wali di bidang kehidupan yang ketat, sekolah, kesejahteraan dan kegiatan public. namun hukumtidak berlaku bagi zionis israel yang terus melakukan pelanggaran yang imbasnya ke anak anak bahkan anak anak palestina di penjara sebagai tawanan.Â
Pada tahun 2019 Israel menjadi satu-satunya yang menerapkan undang-undang penjara kepada anak-anak Terutama anak-anak yang berasal dari Palestina. Bahkan anak-anak ini diperlakukan dengan kasar dan bahkan tidak diberi akses untuk menghubungi orang tuanya. Israel sendiri menolak untuk merevisi undang-undangnya. Salah satu korban yang jauh ini bisa menceritakan kisahnya adalah Malak Al-Ghalit yang ditahan pada usia 14 tahun dan menghubungkan dokumen yang bahkan dia sendiri tidak mengerti. Dalam laporan setiap tahun ada 500 anak yang ditahan pihak Israel dengan tuduhan yang tidak terbukti. Mereka dianggap sebagai ancaman bagi Israel, yang kita tahu meskipun anak-anak memiliki hak untuk bermain dan belajar daripada menjadi tawanan perang.Â
Demonstrasi pemenjaraan yang dilakukan oleh angkatan bersenjata Israel adalah sebuah pelanggaran, karena melakukan penangkapan untuk menempatkan anak-anak ini di penjara, dan mengisolasi mereka dari orang tua mereka, adalah demonstrasi yang tidak mencerminkan asuransi anak-anak, mengingat fakta bahwa dengan penangkapan itu Angkatan bersenjata Israel membatasi hak istimewa mereka untuk belajar dan bermain seperti anak-anak pada umumnya. Penjara ini juga akan mempengaruhi kondisi mental anak-anak karena mereka bersaksi setiap hari Kegiatan kebiadaban dieksekusi oleh prajurit Israel terhadap sandera yang berbeda. Pemuda Palestina yang itawan oleh angkatan bersenjata Israel juga tergantung pada perlakuan tidak berperasaan, karena angkatan bersenjata Israel juga menggunakan kebiadaban, siksaan, dan bahaya pengasingan untuk memaksa anak-anak Palestina untuk mengakui tuduhan atas tindakan yang tidak pernah mereka lakukan. Selama pemeriksaan silang, sebagian besar anak-anak tidak bergabung dengan orang tua mereka, juga tidak ditentukan hak apa yang mereka miliki, anak-anak juga dipaksa untuk menandatangani catatan yang ditulis dalam bahasa yang tidak mereka pahami.