Mohon tunggu...
Vidi Newrockman
Vidi Newrockman Mohon Tunggu... Human Resources - Keluarga D

i'm a grown up punk

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Bolehkah Karyawan Menolak Mutasi? Bagaimana Aturanya?

3 Juli 2021   12:00 Diperbarui: 3 Juli 2021   13:08 4100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
GETTY via huffingtonpost.ca

Pasal 37

  1.  Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat terdiri dari : a. instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenaga-kerjaan; dan b. lembaga swasta berbadan hukum.
  2. Lembaga penempatan tenaga kerja swasta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dalam melak sanakan pelayanan penempatan tenaga kerja wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal 38

  1. Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a, dilarang memungut biaya penempatan, baik langsung maupun tidak langsung, sebagian atau keseluruhan kepada tenaga kerja dan pengguna tenaga kerja.

  2. Lembaga penempatan tenaga kerja swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b, hanya dapat memungut biaya penempatan tenaga kerja dari pengguna tenaga kerja dan dari tenaga kerja golongan dan jabatan tertentu.

  3. Golongan dan jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Langkah penyelesaian

Mengacu pada Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Medan Nomor 318/Pdt.Sus-PHI/2017/PN Mdn. Putusan tersebut ditetapkan atas gugatan penolakan kebijakan mutasi yang dilakukan perusahaan terhadap karyawan. Sebagian gugatan dikabulkan oleh PHI dan sebagian gugatan ditolak dalam konvesi (gugatan awal) dan rekonvensi (gugatan balasan). Perlu diingat kasus ini terjadi pada tahun 2017. Putusan pengadilan tentu mengacu pada perarutan yang berlaku ditahun tersebut.

Majelis Hakim menetapkan pemutusan hubungan kerja antara karyawan penggugat dan karyawan tergugat dengan mengacu pada Pasal 161 ayat (1) dan (3) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi : 

  1. Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. 
  2. Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. 
  3. Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memperoleh uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Namun perlu diingat alasan pemutusan hubungan kerja adalah mangkirnya karyawan dari pekerjaan. Mengacu pada Pasal 168 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 yang berbunyi : 

  1. Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara ter tulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri. 
  2. Keterangan tertulis dengan bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja/buruh masuk bekerja. 
  3. Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pekerja/buruh yang bersangkutan berhak menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) dan diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 36 Ayat (10) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 (PP 35/2021) diamanatkan oleh UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

  • Pekerja/Buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh Pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis;

Hak akibat pemutusan hubungan kerja 

Majelis Hakim juga menetapkan perintah putusan yaitu perusahaan tergugat harus membayar hak normatif karyawan penggugat sesuai dengan  Pasal 161 ayat (3) Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) yakni sejumlah:

  • Pesangon 1 x 4 x Rp.3.009.700,- = Rp.12.038.800,-
  • Uang P.Masa Kerja 2 x Rp.3.009.700,- = Rp. 6.019.400,-
  • Penggantian hak 15% x Rp.18.058.200,- = Rp. 2.708.730,-+

(Dua puluh juta tujuh ratus enam puluh enam ribu sembilan ratus tiga puluh rupiah) 

Perlu diingat pada kasus tersebut Perhitungan hak karyawan mengacu pada peraturan yang berlaku ditahun tersebut, untuk saat ini pemerintah saat ini sudah mengatur hak akibat pemutusan kerja di dalam Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 (PP 35/2021) diamanatkan oleh UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yaitu : 

  • Pesangon                   :  Ketentuan pesangon x Upah
  • Uang P.Masa Kerja : Kententuan UPMK x upah
  • Penggantian hak     :  Sisa cuti + Biaya mudik + Hal hal yang diatur dalam PP/PKB + Uang Pisah  

pesangon-umpk-png-60daedae06310e084712e224.png
pesangon-umpk-png-60daedae06310e084712e224.png
sedangkan Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 (PP 35/2021) diamanatkan oleh UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah mengatur hak karyawan akibat pemutusan karena alasan mangkir sesuai ketentuan pasal 36 ayat (10) yaitu :
  • Uang P.Masa Kerja : Kententuan UPMK x upah
  • Penggantian hak     :  Sisa cuti + Biaya mudik + Hal hal yang diatur dalam PP/PKB + Uang Pisah   

Sebelum mengambil langkah menyelesaikan perselisihan melalui pengadilan hubungan industrial, tentu sebaiknya perselisihan telah menempuh langkah LKS Bipartit dan Tripartit terlebih dahulu. Namun jauh sebelum menempuh langkah tersebut ada cara yang paling baik dan menguntungkan bagi perusahaan maupun karyawan. Prinsip dasar dari penyelesaian perselisihan hubungan industrial adalah menemukan kesepakatan yang terbaik bagi kedua belah pihak. Untuk itu apabila anda merasa keberatan dengan kebijakan mutasi yang diberikan, bicaralah baik baik kepada atasan atau pihak manajemen, Jelasakan alasan anda menolak mutasi. Jalinlah komunikasi yang baik dengan perusahaan.




 


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun