Mohon tunggu...
Vidia Hamenda
Vidia Hamenda Mohon Tunggu... Ahli Gizi - pegawai

suka nulis dan jalan jalan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keberagaman Jangan Sampai Jadi Sumber Konflik

18 Oktober 2024   16:20 Diperbarui: 18 Oktober 2024   16:37 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah menjadi takdir bahwa Indonesia terdiri dari bermacam etnis, agama, warna kulit sampai bermacam bahasa lokal. Itu semua membuat keberagaman kita sangat kompleks dan diakui oleh dunia bahwa negara kita adalah laboratorium keberagaman yang sangat lengkap.

Sejak dulu masyarakat kita terbiasa berbaur antar pemeluk agama dan antar budaya. Kita bisa melihatnya di Jakarta yang merupakan melting point Indoensia dimana adalah tempat bertemunya banyak pihak, banyak etnis dari seluruh Nusantara., hingga kuliner dari Nusantara bisa kita temukan di Jakarta. Warung mie Aceh, warung nasi padang, masakan manado, warung banjar dan lain-lain banyak ditemukan di Jakarta.

Di beberapa daerah di Indoensia, tempat ibadah umat Kristiani (gereja) tak jarang berdekatan bahkan bersebelahan dengan Masjid. Beberapa fenomena seperti itu bisa kita dapati di jawa Tengah, Jawa Timur maupun Bali. Balipun kita lihat sangatlah pluralis mengingat di sana mayoritas penduduknya beragama Hindu.  Bahkan saat umat Hindu merayakan  hari raya Nyepi, saat yang sama umat muslim merayakan hari raya Idul Fitri . Mereka tetap bisa salah Ied ditengah perayaan Nyepi dengan cara dikawal dan tanpa pengeras suara.

Ini menjadi bukti nyata bahwa Agama tidak perlu menjadi pemisah masyarakat Indoensia yang berbeda keyakinan. Justru ini bisa menjadi perekat bagi mereka yang berbeda dengan cara saling menghargai dan menghormati. Jika umat Hindu tak menghargai umat muslim, maka salat Ied saat Nyepi tak mungkin terjadi.

Atas keberagaman yang sangat kompleks itu, maka toleransi dan kerukunan adalah ruh bangsa ini.  Kerukunan melengkapi budaya lain yang luhur seperti gotong royong dan sopan santun.  Ini kita bisa dapati di banyak daerah di Indonesia, kecuali di kota-kota besar.

Sehingga sebenarnya banyaknya konflik agama di Indonesia berasal dari luar agama itu sendiri, semisal politik. Kita bisa melihat agama digunakan untuk mendapat simpati dan antipati terhadap konstituen. Dalam fenomena Pilkada Jakarta tahun 2017 agama dipakai sebagai alat politik sehingga ada perpecahan di warga Jakarta karena agama adalah isu yang sensitif.

Ke depan itu menjadi pembelajaran bagi kita semua bahwa keberagaman baik agama maupun budaya jangan sampai menjadi alat pembenaran dan pembenaran atas tindakan para pihak yang berkonflik. Dengan begitu kita bisa mewujudkan bangsa yang kuat dan disegani meski beragam etnis dan agama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun