Mohon tunggu...
Vidia Hamenda
Vidia Hamenda Mohon Tunggu... Ahli Gizi - pegawai

suka nulis dan jalan jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Waspada Intoleransi Merambah Mahasiswa Baru

24 September 2020   06:37 Diperbarui: 24 September 2020   06:52 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan-bulan ini adalah masa dimana mahasiswa baru memulai perkuliahannya. Mungkin berbeda dari biasanya karena  pandemic Covid-19. Namun intinya, ada gelombang generasi Z yang memulai belajar  yang agak berbeda dengan masa sekolah menengah.

Universitas memungkinkan keleluasaan berfikir dalam belajar. Kita bisa memilih belajar yang kita minati dan sebaliknya. Jika mau kita bisa memaksimalkan kemampuan kita untuk lebih banyak belajar dan menguasai sesuatu.  Karena itu ada jurusan atau peminatan, ada juga ekstra kulikuler yang bisa membantu mengasah soft skill. Yaitu ketrampilan bersosialisasi, berorganisasi dll.

Banyak ekstrakulikuler yang tersedia, mulai dari jenis olahraga, seni juga agama. Juga ada kegiatan pecinta alam, jurnalistik, silat sampai paduan suara. Dengan mengasah ketrampilan softskill kita, bisa sangat bermanfaat untuk masa yang akan datang jauh di depan. Ketrampilan memimpin misalnya, akan kita dapatkan pada kegiatan-kegiatan berorganisasi seperti itu.

Hanya saja sebagai mahasiswa kita juga patut memilah kegiatan di universitas yang akan kita ikuti apakah bisa memberikan hal positif atau sebaliknya, bisa menimbulkan hal negative. Oratua juga perlu memantau pilihan dan kegiatan anak itu meski dalam koridor secukupnya.

Hanya saja kita sering mendengar beberapa ekstrakulikuler yang berdampak negative yaitu menyebarkan faham-faham intoleransi sampai radikalisme dengan kemasan pendalaman agama dan sering kita temukan di beberapa masjid kampus semacam Badan Kerohian kampus, tapi dengan kemasan berbeda. 

Ekskul ini biasanya bersifat eksklusif dan punya jaringan dengan orang-orang radikal dan mengemasnya dalam oragnisasi Lembaga Dakwah Kampus(LDK). Mereka sering merekrut mahasiswa baru dengan berbagai kegiatan rohani yang menarik hati, atau melalui seminar, pelatihan  dan kegiatan lainnya. Kegiatan mereka seringkali terjadi hingga larut malam.

LDK yang di beberapa kampus memakai nama lain atau ada organisasi yang mirip,  sering dipandang sebagai pihak pembawa virus intoleransi di kampus. Para pengurusnya biasanya punya jaringan dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) atau mantan, yang sejak organisasi dilarang pemerintah bisa berubah dengan kemasan apa saja.

Mereka punya tafsiran yang berbeda soal al-Qur'an dan hadist  sehingga secara verbal dan  perilaku. Misalnya mereka tak mau salat dengan rekan lainnya. Suka mengkafir-kafirkan orang sampai menjauhi keluarga mereka sendiri. Yang parah, mereka rela meninggalkan bangku kuliah dan melakukan jihad atas nama agama. Biasanya pihak yang punya virus intoleransi dan radikalisme yang dengan cepat menyebar ke semua anggotanya termasuk mahasiswa baru.

Karena itu mungkin kita harus mulai waspada jika ada salah satu anggota keluarga yang mulai berkuliah diperguruan tinggi dan mendapati tanda-tanda mereka terpapar radikalisme, jangan diabaikan. Pencegahan menjadi sangat penting dilakukan dengan meningkatkan kewaspadaan sejak dini.

Ingat kelompok ini cerdas dan pintar dalam mencari celah untuk menyebarkan virus intoleransi dan radikalisme dengan berbagai cara. Waspadalah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun