Mohon tunggu...
Videlya Esmerella
Videlya Esmerella Mohon Tunggu... Lainnya - https://redrebellion1917.blogspot.com/

Always unique. Never boring. A Feminist www.twitter.com/videlyae www.instagram.com/videlyae

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kelaparan Dan HAM

3 Februari 2011   08:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:56 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada sebuah petuah klasik orang Bugis-Makassar “Lebih baik mati berdarah dari pada mati lapar”. Ini sebagai bukti bahwa sebenarnya kebudayaan orang-orang di Indonesia tak ada yang akrab dengan kelaparan. Lalu, berita kelaparan dan busung lapar berujung maut yang terbit secara bertubi-tubi ini datang dari mana? Akademisi diam, kaum agamawan diam. Pemerintah punya jawaban dan kelitnya. Penyakit yang terlambat ditangani! Itu bukan jawaban atas realitas yang ada. Jika dicermati, jawaban dan kelit itu tak menjelaskan apa-apa, bahkan bukan pada tempatnya. Jawabnya, matinya keberpihakan negara terhadap rakyatnya yang diperparah dengan kepekaan sosial warga yang ikut hilang. Dalam asumsi pemerintah kelaparan adalah alamiah, seperti tsumani. Jika coba direnungkan kelaparan adalah hal yang diatur dan ditentukan sebab tersangkutnya hak warga yang mendapatkan pangan dan kewajiban pemerintah menyediakannya. Maka persoalannya terkait dengan moral dan kultur politik. Sejauh mana pemerintah memiliki komitmen memenuhi hak atas pangan warga adalah soalnya. Bukankah politik tak hanya bicara tentang kekuasaan tapi juga bicara keadilan dan kebaikan umum? Pemerintah, entah itu pusat, daerah maupun kota adalah keterwakilan negara, yang mempunyai tanggungjawab hukum untuk memberikan hak bebas dari kelaparan, hak atas pangan dan hak kesehatan. Dan sebagai hak, maka pemenuhannya harus dapat diklaim oleh tiap orang dan kelompok masyarakat. Hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya (hak EKOSOB) bukan saja manis dituangkan dalam konstitusi, tetapi harus diwujudkan dalam prosedur yudisial yang memungkinkan masyarakat dapat mengklaimnya. Proses pengklaiman itu, dapat dilakukan berdasarkan atas Konvensi Internasional tentang Hak Ekonomi Sosial Budaya (1966). Berisikan tentang hak setiap orang atas kecukupan pangan dan hak dasar setiap orang atas kecukupan pangan dan bebas dari kelaparan. Sebagai hak fundamental, setiap orang bebas dari kelaparan untuk memenuhi hak untuk hidup. Hak pangan sendiri selain tertuang dalam Konvensi Hak EKOSOB, juga tertuang dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Konvensi Hak Sipil Politik (terkait dengan hak hidup), Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW), dan Konvensi Hak Anak. Deklarasi Roma Tentang Keamanan Pangan Dunia (1996), turut pula menegaskan hak atas ini. Pemenuhan kebutuhan pangan yang layak dan pemenuhan syarat gizi, masih menjadi masalah bagi masyarakat miskin di Indonesia. Bila kerawanan pangan diukur dari kriteria kebutuhan konsumsi minimum 2.100 Kkal per hari, maka pada tahun 2011, 60 persen penduduk Indonesia yang berpenghasilan rendah mengalami rawan pangan. Jumlah anak yang menderita busung lapar dan gizi buruk akan terus meningkat. Negeri ini mulai rawan generasi berkualitas! Pelanggaran hak atas pangan telah menyebar ke seluruh pelosok tanah air. Tapi, kelaparan tak bisa selesai dengan janji. Kelaparan membutuhkan keadilan! Agar setiap hari, tak ada satu pun warga dinegeri ini yang terancam akan kelaparan. Kekosongan perut, terkadang terjadi bukan karena ketiadaan makanan tapi hilangnya “indera” kepedulian pemerintah akan rakyatnya sebagai “suara Tuhan” di Bumi. Dan semua aktor yang terlibat dalam distorsi kebijakan publik yang dibutuhkan untuk mensejahterakan rakyat Indonesia. Merekalah yang memberikan kemiskinan kepada rakyat dan mengembangkan ketidakadilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun