Mohon tunggu...
Viddy Naufal
Viddy Naufal Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mau Cari Beasiswa Tak Cukup Modal Pintar

1 Desember 2016   16:30 Diperbarui: 1 Desember 2016   20:35 1064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai seorang konselor pendidikan, saya sering bertugas untuk menjadi pemberi informasi di pameran-pameran pendidikan, dari mulai tata cara untuk mendaftar ke sekolah, informasi mengenai beasiswa hingga informasi mengenai standard of living dari negara tujuan. Susah-susah gampang, sebenarnya untuk menjadi wajah terdepan yang menjadi representasi dari sebuah institusi, menangani banyak sekali pertanyaan yang kian bermacam-macam mengikuti perkembangan sistem pendidikan di negara tujuan dan di Indonesia. Rasa capek kadang timbul akibat menyampaikan informasi yang sama kepada puluhan bahkan ratusan orang di setiap harinya, dari pagi hingga petang.

Dalam setiap sesi tak jarang saya dibuat takjub akan kualitas pertanyaan dari para calon mahasiswa yang datang menemui saya, banyak yang membuat saya berdecak kagum dalam hati, mendengar persiapan matang dari siswa-siswi SMA yang sudah tau dengan tepat program studi bachelor apa yang mereka pilih, alasan mengapa mereka memilih program studi tersebut, dan mengapa mereka memilih negara atau universitas tersebut. 

Bukan hanya itu, saya juga sering mendengar ambisi-ambisi hebat dari para pelamar program master, yang memiliki visi untuk mengaplikasikan know-how yang mereka akan pelajari untuk kemajuan Indonesia, tentunya jika mereka diterima di universitas bidikan mereka di luar negeri. Hal-hal ini mengembalikan keyakinan saya untuk masa depan Indonesia yang gemilang karena generasi mudanya yang telah begitu siap menghadapi tantangan global yang terbentang di hadapan.

Namun tak jarang, bahkan sangat sering, muncul pertanyaan-pertanyaan yang mengelitik telinga hingga kadang bikin sakit kepala sampai bikin rasanya mau bilang: kok masih ada ya orang nanya kaya gitu?”

Mulai dari pertanyaan yang clueless seperti “Mas, ini apa?” atau ada yang datang, mengambil brosur, melihat-lihat gambarnya, lalu berkata “Kak, ceritain dong dari awal ini tuh apa” sampai-sampai ada yang hopeless dengan berkata, “Mas, saya minta informasi beasiswa yang paling mudah, tanpa persyaratan TOEFL atau IELTS, saya minta ada pelatihan Bahasa Inggris dari awal.”

Pertanyaan-pertanyaan yang seperti ini yang bikin saya selalu teriak dalam hati, “Dude, where have you been? Orang-orang sudah nyeberang sungai pakai high-speed ferry, kok situ masih pakai getek aja?

Ini agak jahat sih, tapi di era informasi seperti ini saya percaya pertanyaan-pertanyaan yang kurang efektif seperti itu bisa dihindarkan pada saat datang ke booth salah satu universitas/institusi pendidikan di pameran, dan diganti dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih berbobot dan fokus terhadap motivasi dan studi yang akan diambil di masa mendatang.

Perkaya Diri dengan Informasi
Saya percaya pada saat ini mencari informasi tidak sesulit ketika penggunaan komputer dan koneksi internet belum umum untuk digunakan. Kini orang tidak lagi perlu berjalan jauh ke pusat kota atau kampus untuk sekedar membeli surat kabar untuk mencari informasi atau mencari jurnal ilmiah di perpustakaan.

Cukup dengan sentuhan jari, Sang Pencari Informasi bisa langsung terhubung dengan portal-portal informasi di dunia maya. Ada baiknya sang pencari informasi menghindari pertanyaan-pertanyaan yang sesungguhnya bisa didapat sendiri di internet. Misalnya jika tidak tahu mengenai institusi yang hadir di pameran pendidikan, ya tinggal dicari dan dibaca dahulu, tidak sampai 5 menit sudah dapat diketahui informasi umum tentang institusi tersebut.

Juga mengenai informasi tentang program studi dan persyaratan admission biasanya juga sudah lengkap di situs resmi masing-masing universitas yang hadir, begitu juga dengan ada atau tidaknya beasiswa dan persyaratannya. Contohnya untuk mengakses beasiswa ke Belanda tinggal akses www.stuned.info, dan banyak beasiswa-beasiswa yang ditawarkan negara lain juga seperti Beasiswa DAAD Jerman, Beasiswa Eiffel Prancis, Fullbright dari Amerika Serikat, dan lain-lain.

Ada baiknya kesempatan untuk bertanya kepada Universitas/Institusi di pameran pendidikan, fokus kepada program studi yang hendak diambil, kesesuaiannya dengan pekerjaan yang sekarang, atau relevansi dengan pekerjaan impian di masa mendatang. Bisa juga ditanyakan apakah kiranya program studi di universitas dapat menunjang karir di masa mendatang, dan program apa saja yang dapat menjadi penunjang tersebut, misalnya koneksi universitas dengan institusi untuk menjadi tujuan magang, alumni yang berprestasi, dan lain-lain.

Modal Dasar yang Perlu Disiapkan
“Mas, saya minta informasi beasiswa yang paling mudah, tanpa persyaratan TOEFL atau IELTS, saya minta ada pelatihan Bahasa Inggris dari awal,” atau “Ini kalau IELTS-nya belum cukup, gimana?”

Lagi-lagi saya mengulang pertanyaan yang pernah terlontar dari Sang Pencari Informasi. Pernah tidak, anda bayangkan ada berapa banyak pelamar beasiswa yang saling menjual diri mereka dengan sejuta talenta dan segudang prestasi yang mereka punya, jangankan menguasai Bahasa Inggris, banyak juga yang menguasai Bahasa Asing lainnya selain Bahasa Inggris.

Dan saya yakin di Indonesia, tidak sedikit orang berprestasi tersebut yang melamar beasiswa. Coba anda bayangkan ketika universitas diberi dua pilihan saja untuk kandidat yang melamar untuk program studi yang berbahasa Inggris, kedua kandidat memiliki prestasi yang segudang, namun kandidat satu memiliki kemampuan Bahasa Inggris dan satu lagi tidak. Tentunya logis jika universitas lebih memilih yang bisa Berbahasa Inggris.

Kemampuan dalam menguasai bahasa pengantar untuk studi memang jadi salah satu penilaian jika melamar untuk dapat diterima di universitas maupun beasiswa. Dan jangan kira sertifikat uji kompetensi Bahasa Inggris, seperti IELTS atau TOEFL, hanya sebagai syarat belaka saja, tapi ini menjadi tolak ukur bagi universitas untuk mengetahui siapkah kiranya calon mahasiswa untuk mengikuti perkuliahan dalam bahasa pengantar yang lain dari bahasa ibunya? Siapkah calon mahasiswa untuk dapat mengerjakan tugas dan menulis riset dan disertasi yang ditulis dalam Bahasa Inggris? Dan lain-lain.

Atas kepentingan menguasai bahasa pengantar kampus di luar negeri, banyak modal yang perlu disiapkan, bukan hanya materi tentunya. Tetapi juga waktu dan tenaga yang lebih untuk menguasai bahasa asing tersebut. Jika minim dengan alokasi pendanaan untuk kursus bahasa semacam preparation atau academic writing, manfaatkanlah portal-portal belajar bahasa cuma-cuma yang telah tersebar dan menjamur di dunia maya. Soal-soal bisa Anda unduh dan kuasai sendiri di rumah, bisa juga dengan membaca tips dan trik untuk mengerjakan soal-soal Bahasa Inggris, maupun tes speaking atau writing. Hal yang sama juga dapat diaplikasikan apabila Anda hendak menguasai bahasa selain Bahasa Inggris.

Bagi para Pemburu Beasiswa
Ada juga tipe orang yang ‘apa saja kuliahnya, yang penting beasiswa’? Saya sangat miris juga dengan tipe orang yang seperti ini, yang kadang clueless mengenai beasiswa, seakan-akan yang dia pikirkan adalan pembiayaan studinya saja, dan mungkin juga negara yang dia idam-idamkan untuk belajar. Tapi pernahkah terpikirkan jika pemberi beasiswa tentunya ingin memberikan beasiswanya ke orang dengan bidang yang tepat, bukan dengan mahasiswa yang menyesuaikan bidangnya secara karbitan, ataupun mahasiswa yang hanya bermotivasi untuk tinggal di negaranya tanpa tahu apa yang akan dia lakukan dan pelajari di negaranya. 

Biasanya tipe orang seperti ini hadir ke meja universitas dan tanpa memperkenalkan diri langsung bertanya, “Do you have any Scholarship?” Bukannya ingin berusaha menjawab malah timbul lebih banyak pertanyaan di kepala saya, “Is he/she a serious person?”, “Is he/she really gonna study well?” dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Tentunya sangat diperbolehkan untuk ada/tidaknya beasiswa di suatu kampus, tapi saya yakin sistem pendidikan tinggi di luar negeri tentunya tidak sesempit per-beasiswa-an saja, banyak hal selain itu yang lebih baik didahulukan sebelum bertanya mengenai beasiswa, misalnya program studi, riset, program magang, bahkan lingkungan kampus, atau bisa juga apa yang membedakan program studi di universitas tersebut dengan program studi yang sama di universitas lainnya. Lagi-lagi sebelum hadir di meja universitas, perkaya juga diri anda dengan informasi mengenai beasiswa, dari pemerintah negara tujuan, pemerintah Indonesia, dan juga beasiswa dari universitas.

Perhatikan Etika dalam Bertanya dan Mencari Informasi
Hal ini tidak kalah penting bahkan menjadi yang terpenting jika kita ingin mengetahui satu informasi. Saya paling sebel kalau ada yang datang kepada saya dan langsung bertanya, “Ini persyaratannya apa saja ya?” Dalam hati saya bertanya bahkan saya pun tidak tahu persyaratan apa yang anda tanyakan tentang melamar beasiswa kah atau melamar sekolah kah. 

Atau banyak juga yang mengirim surel tanpa subjek, dan tanpa memperkenalkan diri langsung melontarkan “Ini IELTS-nya bisa nyusul gak?”, makin saya bingung dibuatnya. Tentunya semua pemberi informasi ingin menyampaikan informasi yang tepat dan berbobot untuk para pencari informasi, tentunya dibutuhkan informasi dasar dari Sang Pencari Informasi, mulai dari latar belakang pendidikan, program studi dan universitas apa yang menjadi tujuan, rencana studi, dan rencana pembiayaan studi. Dan tak lupa etika dasar seperti menyebutkan nama, daerah/universitas/sekolah asal, serta maksud dan tujuan.

--

Mengenyam pendidikan di luar negeri bukanlah hal baru bagi masyarakat Indonesia. Dapat dilihat jejak-jejak Bapak Bangsa yang belajar di luar negeri, seperti contohnya Moh. Hatta yang belajar di Negeri Belanda, dan juga Habibie yang menuntut ilmu di Jerman. Tentunya itu tidak ditempuh secara mudah oleh mereka, sehingga mereka dapat berhasil lulus dan kembali ke Tanah Air untuk menerapkan ilmu yang mereka dapat. Keterbatasan informasi pada zaman itu bukan menjadi halangan untuk mewujudkan keinginan untuk belajar di luar negeri. 

Agaknya di era globalisasi kini di mana mobilitas informasi dan manusia bukan lagi menjadi halangan, banyak kemudahan mencari informasi yang bisa orang dapatkan secara cepat bahkan cuma-cuma. Wadah inilah yang harus dimanfaatkan secara sungguh-sungguh bagi yang ingin meningkatkan kapabilitas dirinya untuk menjawab tantangan global dengan belajar di luar negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun