Mohon tunggu...
Yehezkiel Victor Saud
Yehezkiel Victor Saud Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tercipta di bulan kasih sayang.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tarif PPN Selalu Meningkat? Atau Bisa Turun?

1 Mei 2024   12:25 Diperbarui: 1 Mei 2024   12:40 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tarif PPN Selalu Meningkat? Atau Bisa Turun?

Tarif PPN

Tarif PPN telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia, dimulai dari 10% yang berubah menjadi 11% sejak 1 April 2022, dan akan dinaikkan secara bertahap hingga mencapai 12% pada tahun 2025, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP. Pasal 7 ayat (1) UU tersebut menjelaskan mengenai tarif PPN, sementara pasal 7 ayat (3) memuat ketentuan bahwa tarif PPN dapat diubah dengan batas maksimum 15% dan minimum 5%, yang diatur oleh Peraturan Pemerintah. Kenaikan tarif PPN sebesar 1% dari sebelumnya 10% mencerminkan salah satu perubahan dalam kebijakan perpajakan.

PPN merupakan salah satu lumbung pendapatan bagi negara. Menurut informasi yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), pendapatan PPN/PPnBM tahun 2019 adalah sebesar Rp531.577,30 milyar atau sebesar 27,11% dari total pendapatan negara, tahun 2020 terdapat penurunan menjadi sebesar Rp450.328,06 milyar atau sebesar 27,33% dari jumlah pendapatan negara, tahun 2021 mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp501.780,00 milyar atau sebesar 28,90% dari total pendapatan negara, tahun 2022 mengalami peningkatan yang cukup signifikan  yaitu sebesar Rp687.609,50 milyar atau sebesar 26,09% dari total pendapatan negara dan pada tahun 2023 terus meningkat menjadi sebesar Rp742.264,50 milyar atau sebesar 28,15% dari total pendapatan negara. Dalam data statistik tersebut, dapat dilihat bahwa pendapatan yang bersumber dari PPN/PPnBM sempat mengalami penurunan. Namun, di tahun-tahun berikutnya pendapatan tersebut terus menerus meningkat. Lalu apa yang mendasari kebijakan kenaikan tarif PPN tersebut?

Kebijakan Kenaikan Tarif PPN

Kebijakan untuk meningkatkan tarif PPN adalah salah satu langkah yang diambil pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menjelaskan bahwa rata-rata tarif PPN di seluruh dunia, termasuk negara-negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan lainnya adalah 15 persen. Dibandingkan dengan angka tersebut, tarif PPN di Indonesia yang saat ini berada pada 11 persen dan dijadwalkan naik menjadi 12 persen pada tahun 2025, masih berada di bawah rata-rata dunia. Maka dari itu, peningkatan tarif PPN di Indonesia diharapkan dapat membantu menangani beban keuangan negara dan memperkuat dasar pajak, yang saat ini menjadi sumber pendapatan terbesar bagi negara.

Tindakan untuk memulihkan ekonomi setelah gelombang tinggi pandemi Covid-19 mendorong pemerintah untuk segera mengembalikan kesehatan APBN. Ini penting karena APBN berperan krusial dalam mengatasi krisis global yang dipicu oleh Covid-19 dan telah terbukti mendukung kebutuhan masyarakat selama pandemi.

Dalam mengambil kebijakan ini, pemerintah mempertimbangkan dengan cermat prinsip keadilan dan sasaran yang tepat guna memastikan kepentingan masyarakat tetap terjaga. Salah satu langkah adalah menetapkan tarif PPN sebesar 11 persen yang menghapuskan pengenaan tarif pada barang-barang pokok, layanan kesehatan, pendidikan, pelayanan sosial, dan layanan lainnya.

Selain itu, penyempurnaan lain dalam kebijakan ini adalah diterapkannya tarif khusus untuk jenis barang/jasa tertentu, seperti PPN Final dengan tarif 1%, 2%, atau 3% dari omset usaha yang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan. Langkah ini diambil pemerintah untuk mempermudah pemungutan PPN, terutama dalam hal administrasi bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Histori Penurunan Tarif Pajak

Penurunan tarif pajak sebelumnya pernah terjadi pada jenis Pajak Penghasilan (PPh) Badan dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pemerintah telah memutuskan untuk menurunkan tarif PPh Badan dari 25% menjadi 22% melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Alasan di balik keputusan ini adalah untuk membantu meringankan beban yang ditanggung oleh para pengusaha akibat dampak dari virus Corona. Dengan mengurangi tarif PPh Badan, pemerintah berharap dapat mencegah terjadinya kebangkrutan yang banyak dialami oleh korporasi dan mengurangi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK). "Artinya yang ada di dalam Omnibus Law Perpajakan kita tarik untuk dimajukan di 2020 sebagai bagian dari pengurangan beban pada sektor korporasi sehingga mereka tidak mengalami tekanan untuk kemudian menciptakan PHK atau kebangkrutan," katanya melalui konferensi video, Rabu (1/4/2020).

Namun, kebijakan ini batal diterapkan dengan disahkannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada Rapat Paripurna DPR RI pada awal Oktober 2021 lalu. Dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b UU HPP tertulis bahwa tarif PPh Wajib Pajak (WP) dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) sebesar 22% dan mulai berlaku pada tahun pajak 2022. Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, menjelaskan bahwa ketentuan ini sejalan dengan tren perpajakan global yang mulai menaikkan penerimaan PPh namun tetap dapat menjaga iklim investasi. Tarif PPh 22% ini dianggap masih lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata tarif PPh Badan negara ASEAN sebesar 22,35%, negara OECD sebesar 23,59%, dan negara G20 sebesar 24,17%. Selain itu, menurut Dirjen Pajak, Suryo Utomo, pembatalan penurunan tarif PPh Badan menjadi 20% pada tahun 2022 merupakan bagian dari upaya konsolidasi fiskal yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperkuat postur APBN pascapandemi.

Untuk UMKM, Pemerintah telah menerbitkan kebijakan penurunan tarif PPh Final menjadi 0,5%. Aturan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 yang telah diganti dengan PP 55 Tahun 2022. Kemudian pada tahun pajak 2022, pelaku usaha UMKM dengan omzet maksimal Rp500 juta setahun tidak dikenakan pajak PPh Final 0,5% dari peredaran bruto. Ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PPh), sebagai regulasi turunan dari UU HPP No. 7 Tahun 2021. Hal ini dilakukan karena banyak pelaku UMKM mengeluhkan tingginya tarif pajak saat itu. PP 55 Tahun 2022 pada dasarnya mengatur pengenaan PPh Final Pasal 4 Ayat (2) bagi wajib pajak yang memiliki peredaran bruto (omzet) sampai dengan Rp4,8 Miliar dalam satu tahun pajak.

Tarif PPN Bisa Turun?

Melihat situasi saat ini dan rencana yang telah ditetapkan, kemungkinan penurunan tarif PPN dalam waktu dekat (pasca 2024) terbilang kecil. Alasan utamanya adalah UU HPP yang telah mengatur skema tarif PPN secara bertahap, dengan tarif 12% paling lambat 1 Januari 2025. Pemerintah saat ini fokus pada meningkatkan penerimaan negara untuk mendukung pemulihan ekonomi pasca pandemi dan pembangunan nasional, dengan kenaikan PPN menjadi salah satu strategi untuk mencapai target tersebut. Meskipun demikian, pemerintah meyakini bahwa dampak negatif kenaikan PPN terhadap daya beli masyarakat dapat diredam dengan berbagai kebijakan seperti pemberian bantuan sosial dan insentif bagi sektor tertentu.

Namun, perlu diingat bahwa situasi ekonomi dan fiskal dapat berubah di masa depan, dan jika terjadi perubahan signifikan seperti perlambatan ekonomi yang drastis, kemungkinan pemerintah mempertimbangkan untuk menurunkan tarif PPN. Faktor lain yang dapat memengaruhi termasuk tekanan dari masyarakat dan dunia usaha, kinerja penerimaan negara, serta perubahan kebijakan fiskal global. Jika terdapat tekanan yang signifikan dari masyarakat dan dunia usaha terkait dampak negatif PPN, pemerintah mungkin mempertimbangkan untuk menurunkan tarif. Selain itu, jika penerimaan negara dari PPN melebihi ekspektasi atau jika negara lain menurunkan tarif PPN, Indonesia mungkin mempertimbangkan untuk mengikuti langkah tersebut agar tetap kompetitif.

Kesimpulan tentang penurunan tarif PPN di masa depan tidak dapat dipastikan karena tergantung pada berbagai faktor, termasuk kondisi ekonomi, fiskal, dan tekanan dari masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah perlu terus memantau situasi dan mempertimbangkan berbagai opsi kebijakan untuk menanggapi perkembangan yang mungkin terjadi di masa mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun