Mohon tunggu...
Victoria Tiara Devi
Victoria Tiara Devi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seseorang yang sedang belajar menulis.

Seorang mahasiswa salah satu Universitas di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Senja dan Kenangan di Kota Yogyakarta: Bukit Paralayang Watugupit

19 Maret 2021   00:01 Diperbarui: 19 Maret 2021   00:09 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Yogyakarta merupakan sebuah kota sangat istimewa yang mampu memberikan kesan tersendiri bagi siapa saja yang berkunjung bahkan bersinggah. 

Kesederhanaan, keindahan, keramahaan, seni dan budayanya serta kulinernya dapat membuat siapa saja yang berkunjung dapat jatuh hati bahkan tidak ingin meninggalkan kota ini. 

Kota ini juga jadi rumah bagi ribuan orang dari berbagai pelosok nusantara yang ingin membuka mata terhadap ilmu pengetahuan. 

Kota Yogyakarta menjadi saksi bagi kehidupan anak muda baik itu kisah kegembiraan, kepedihan, maupun kisah cintanya. Bahkan kota ini menjadi saksi ketika seseorang beranjak dewasa dan menghabiskan masa tuanya.

Kota Yogyakarta mempunyai banyak tempat yang memiliki keindahan tersendiri, bahkan mempunyai kenangan tersendiri disetiap tempatnya. Salah satu tempat yang diminati oleh banyak orang yakni saat menjelang matahari terbenam atau sunset. 

Keindahan menjelang matahari terbenam banyak diminati oleh masyarakat karena bagi mereka menyaksikan momen matahari sore berwarna oranye yang perlahan ditelan semesta itu memang mendamaikan dan melepas lelah setelah seharian bekerja atau beraktitas. Apa lagi ketika momen sunset dinikmati dari atas ketinggian di tepi laut. 

Garis pantai yang panjang, birunya langit, ombak bersautan, sampai matahari yang perlahan ditelan cakrawala itu menjadi suatu yang sempurna untuk dinikmati diakhir hari yang melelahkan.

Salah satu tempat yang menyajikan keindahan matahari terbenam atau sunset itu ada di Kota Yogyakarta yakni Bukit Paralayang Parangtritis atau sering disebut juga Bukit Paralayang Watugupit. 

Letak yang Cukup Strategis

Bukit Paralayang Watugupit ini terletak di Dusun Watugupit, Desa Giricahyo, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Bukit Paralayang ini berbatasan langsung dengan Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul. Bukit Paralayang Watugupit ini berada dikawasan perbukitan sebelah timur dari Pantai Parangtritis. Maka dari itu Bukit Paralayang ini biasa disebut juga Bukit Paralayang Parangtritis.

Pengalaman saya pribadi ketika hendak pergi ke Bukit Paralayang Watugupit, saya memulai perjalanan dari pusat Kota Yogyakarta. Perjalanan yang harus saya tempuh sekitar 32 kilometer dengan waktu tempuh kurang lebih satu jam. Saya melakukan perjalanan mulai pukul 15.00 WIB. 

Dari pusat Kota Yogyakarta, tepatnya di Titik Nol Kilometer Yogyakarta saya melewati Jalan Parangtritis. Setelah menemukan Jalan Parangtritis, jalan yang dilalui hanya jalan lurus terus mengikuti jalan Parangtritis sekitar 29 kilometer. Namun, ditengah jalan nantinya pengunjung akan berhenti di dua pos retribusi terlebih dahulu.

Pos retribusi pertama yakni sebelum memasuki wilayah Pantai Parangtritis. Di pos retribusi pertama pengunjung diwajibkan untuk membayar retribusi Rp10.000,- per orang. Pos retribusi kedua yakni sebelum memasuki kawasan perbukitan yang hendak masuk Kabupaten Gunung Kidul. Di pos retribusi kedua pengunjung diwajibkan untuk membayar retribusi Rp5.000 per orang.

Setelah membayar di pos retribusi, pengunjung bisa melanjutkan perjalanan menuju Bukit Paralayang Watugupit kurang lebih sekitar 10 menit lagi. Nantinya pengunjung akan melewati jalan yang naik turun dan berkelok, jadi pengunjung diharap berhati-hati dan menyiapkan kendaraan yang memiliki rem yang kuat. Jalan yang naik turun dan berkelok itu nantinya akan terbayarkan setibanya di Bukit Paralayang Watugupit.

Sesampainya di Bukit Paralayang Watugupit, pengunjung tidak diminta untuk membayar tiket masuk. Pengunjung hanya perlu membayar parkir sejumlah Rp3.000,- kendaraan bermotor.

Menikmati Senja di Perbukitan

Setelah memarkirkan kendaraan, lalu saya diberi arahan oleh tukang parkir untuk menaiki anak tangga yang ada didepan saya. Pengunjung diminta untuk menaiki anak tangga yang masih tergolong cukup mudah. 

Namun pengunjung tetap perlu berhati-hati karena tangga yang dilalui belum terbuat dari semen atau kayu, melainkan masih terbuat dari batu atau tanah yang masih asli. 

Di pertengahan jalan menaiki anak tangga, ternyata tidak semua anak tangga terbuat dari batu atau tanah, melainkan sudah dibuat dengan menggunakan semen akan tetapi hanya setengah perjalanan saja hingga ke puncak, belum secara keseluruhan.

Ketika hendak mencapai puncak, sudah tersedia banyak kursi dan meja yang memfasilitasi pengunjung untuk menikmati sunset. Di tempat itu juga sudah terlihat banyak pengunjung yang sudah mengisi tempat yang sudah disediakan. 

Di tempat itu saya sudah dapat melihat keindahan bibir Pantai Parangtritis yang indah. Namun kala itu matahari masih lumayan terik. Namun saya tidak hanya berhenti disitu saja. Saya tetap melanjutkan perjalanan saya menaiki anak tangga sampai ke puncak.

Setibanya di puncak, saya kaget karena ternyata sudah ada banyak masyarakat yang menunggu sunset itu tiba. Namun saat di puncak, masyarakat tidak disediakan meja dan kursi, jadi masyarakat yang hendak menikmati keindahan Pantai Parangtritis dan menunggu sunset ini harus duduk dibawah tanpa alas duduk. Masyarakat yang berkunjung di Bukit Paralayang Watugupit ini mayoritas adalah anak muda, namun ada pula para orang tua beserta anak mereka juga datang untuk menikmati keindahan sunset di Bukit Paralayang Watugupit tersebut.

Keindahan panorama Pantai Parangtritis ketika di puncak Bukit Paralayang Watugupit ini sungguh menakjubkan. Kita dapat melihat pemandangan bibir pantai selatan Jawa dan lautan yang terbentang luas dihadapan kita. Perjalanan yang cukup jauh dari Kota Yogyakarta dan harus melewati jalan yang naik turun serta lika – liku pun terbayarkan dengan keindahan ini. Untung saja saat saya pergi ke sana, cuaca begitu cerah.

Namun saat itu saya memutuskan untuk turun dari puncak dan mencari tempat meja dan kursi dibawah puncak yang sudah tersedia tadi, karena di puncak saya merasa sudah sangat ramai sekali, padahal di jam saya masih menunjukan pukul 16.15 WIB. Akhirnya saya turun dari puncak dan mencari tempat duduk. Ketika hendak mencari tempat duduk, saya juga merasa kesusahan karena memang sudah banyak sekali pengunjung yang datang. Namun akhirnya saya menemukan meja dan kursi yang masih belum ditempati.

Menikmati Keindahan Alam Sekaligus Wisata Kuliner

Di Bukit Paralayang Watugupit ini terdapat warung makanan dan minuman yang memfasilitasi pengunjung untuk dapat menikmati keindahan sunset ditemani dengan santapan dan minuman. Warung ini menyediakan berbagai macam makanan, diantaranya: aneka mie, nasi goreng, aneka gorengan seperti tempe mendoan, pisang goreng, geblek goreng, dan lain-lain. Tak hanya makanan, di warung makan ini juga menjual aneka minuman, diantaranya: air mineral, teh, kopi, coklat, kelapa muda, jahe, susu dan masih banyak lagi. Biasanya banyak anak muda memesan kopi, layaknya anak indie yakni “senja” dan “kopi”.

Cara memesan makanan dan minuman ini cukuplah mudah, yakni pengunjung diminta untuk datang ke tempat pemesanan. Nantinya pengunjung akan diberi menu untuk memilih apa yang hendak dipesan. Setelah pengunjung memilih dan memesan, pengunjung diminta untuk membayar langsung makanan dan minuman yang telah dipesan. 

Makanan dan minuman yang dijual pun masih bisa dijangkau. Untuk makanan sendiri mulai dari Rp8.000 dan untuk minuman sendiri mulai dari Rp5.000. Setelah membayar, pengunjung dapat memberi tahu nama lalu kembali ke tempat duduk. Makanan dan minuman yang dipesan tidak langsung jadi, melainkan harus antri terlebih dahulu. Maka dari itu, makanan dan minuman yang sudah dipesan tadi jika sudah jadi akan diantar ke tempat duduk pengunjung.

Sembari menunggu makanan dan minuman yang saya pesan, saya kembali duduk dan melihat hamparan laut luas, menikmati matahari yang masih terlihat terik, deburan ombak yang bersautan, serta orang-orang yang lalu lalang berdatangan ke Bukit Paralayang Watugupit ini. Semakin sore pun semakin banyak orang yang berdatangan dan berebutan tempat duduk untuk mendapatkan kenyamanan saat hendak menikmati sunset.

Setelah menunggu beberapa lama, nama saya pun dipanggil. Akhirnya makanan dan minuman saya pun tiba. Setelah makanan dan minuman saya tiba, saya langsung meminum dan menyantap makanan yang saya pesan sembari menunggu matahari terbenam. Walaupun makanan dan minuman ini masih bisa kita jumpai dirumah kita masing – masing, namun begitu nikmatnya menyantap makanan dan minuman sembari menikmati pemandangan yang luar biasa indahnya. Menikmati makanan dan minuman beserta melihat Keagungan Tuhan yang menciptakan seluruh jagat alam semesta dengan begitu apiknya. Sungguh akhir hari yang sangat indah dan penuh syukur, dapat melepas lelah karena seharian sudah beraktifitas serta melepas permasalahan yang sedang kita alami.

Tempat yang sangat indah, tidak hanya untuk sekedar menikmati pemandangan alam saja, tidak hanya untuk sekedar menikmati wisata kuliner saja, namun Bukit Paralayang Watugupit ini juga sangat indah untuk kita bersyukur atas hari yang sudah kita lalui sampai pada sore hari ini kita menikmati matahari terbenam.

Fasilitas lain di Bukit Paralayang Watugupit ini yakni terdapat toilet, mushola, area parkir baik untuk kendaraan bermotor ataupun kendaraan beroda empat. Dan wahana Paralayang.

Jam saya sudah menunjukan pukul 17.40 WIB, matahari sudah hampir  terbenam seluruhnya, bahkan sudah seluruhnya terbenam. Namun pemandangan keindahan tidak hanya berhenti disitu saja. Masyarakat atau penduduk yang tinggal di bawah sekitar Pantai Parangtritis terlihat menghidupkan lampu rumahnya. Ini yang menambah keindahan di Bukit Paralayang Watugupit yakni gemerlapnya lampu pada malam hari. Gemerlapnya lampu rumah warga ini terlihat seperti bintang yang sedang berkilauan. Ditambah lagi cahaya matahari yang masih tertinggal sedikit di cakrawala. Sungguh pemandangan yang sungguh luar biasa.

Jam 18.00 WIB pun tiba. Terdengar suara seperti sirine pengumuman. Masyarakat yang berada di puncak Bukit Paralayang dihimbau untuk dapat turun dari puncak. Mungkin sudah menjadi kebijakan dari Bukit Paralayang Watugupit, setelah jam 18.00 WIB masyarakat yang berada di puncak bukit diharapkan untuk turun. Namun untuk masyarakat yang berada dibawah puncak atau di meja kursi yang tersedia tidak diberi himbauan apa pun.

Setelah dihimbau untuk turun, banyak masyarakat yang antre untuk menuruni anak tangga. Satu persatu pengunjung pun akhirnya turun. Ada pengunjung yang masih hendak menikmati pemandangan di bawah, ada juga pengunjung yang langsung pulang karena memang sudah lumayan gelap. Namun saat itu saya tidak langsung ikut pulang, saya masih menunggu jalan agar lebih sepi karena harus menuruni anak tangga.

Setelah pengunjung satu persatu pulang dari Bukit Paralayang Watugupit itu dan jalan sudah tidak begitu ramai, saya akhirnya memutuskan untuk pulang kembali ke Kota Yogyakarta. Sungguh pengalaman yang sangat indah dan pastinya akan selalu saya kenang.

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun