Mohon tunggu...
Vico Adli Narindra
Vico Adli Narindra Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar SMAN 28 Jakarta

XI MIPA 4

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Siklus Klasik Kediktatoran

30 Agustus 2020   01:24 Diperbarui: 30 Agustus 2020   01:55 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ya, penghindaran yang berujung kediktatoran dalam sebuah konstitusi. Kediktatoran umumnya dicirikan oleh beberapa hal berikut: penangguhan pemilihan dan kebebasan sipil; proklamasi keadaan darurat; diatur dengan keputusan; represi lawan politik; tidak mematuhi aturan prosedur hukum, dan kultus kepribadian. Hanya waktu yang menentukan, kriteria mana yang akan cepat terisi. Apakah ini akhir dari masalah dan sebuah solusi? Tentu tidak.

Babak baru akan segera terbuka. Para pemuda yang kritis dan terpelajar jelas akan terus bermunculan. Ketidakpuasan menjadi bahan bakar utama terjadinya keresahan. Pemikiran akan selalu berkembang. Kudeta dapat menjadi hal terakhir yang tercetus dalam benak pikiran manusia yang merasa tidak puas.

Peristiwa seperti Revolusi Oktober yang baru bisa saja tercipta kembali. Namun, perlu diingat bahwa hasil kudeta bagaikan pisau bermata dua. Kisah heroik Vladimir Lenin di Rusia mungkin bisa saja terjadi, atau justru kisah menyedihkan dan memalukan Napoleon Bonaparte di Perancis yang akan terjadi.

Pemerintahan yang baru pun dimulai. Orang-orang yang masih dalam suasana bergembira atas keberhasilan revolusi dan reformasi pemerintahan sering kali melupakan tujuan utama mereka.

Rezim baru yang memiliki kekuatan besar dapat melahirkan otoritas yang sangat kuat dan mutlak. Keputusan pemerintahan yang diambil tidak lagi kasat mata, mau yang baik ataupun yang buruk. Pemerintahan baru yang baik tentunya tidak serta merta terhindar dari masalah seperti kondisi finansial ataupun sumber daya alam.

Namun, kacamata baik itu dapat terlihat dari visi dan keberhasilan pembangunan jangka panjang, bukan sekadar omong kosong belaka. Mari berkaca dari Revolusi Perancis dan Orde Baru Indonesia.

Revolusi Perancis (wikimedia commons)
Revolusi Perancis (wikimedia commons)

Terlepas dari upaya untuk menghilangkan dominasi monarki, Napoleon Bonaparte memegang kekuasaan sebagai Kaisar pertama pada tahun 1804. Dia bersikeras bahwa dia memegang tujuan revolusi.

Namun, revolusi berubah menjadi lebih otoriter setelah pemerintahan Napoleon berjalan. Seiring perkembangannya, orang-orang yang bersimpati kepada pemikirannya turut berbalik membenci Napoleon.

Walaupun bersikeras, pada faktanya dia merebut kekuasaan untuk dirinya sendiri dan menggulingkan Republik Prancis Pertama untuk menjadi Kaisar. Bagi rakyat Perancis pada saat itu, itu adalah pengkhianatan terhadap cita-cita Republik Prancis dan itu membuktikan Napoleon tidak lebih dari seorang Diktator.

Contoh lainnya adalah rezim Soeharto yang pernah berkuasa selama 32 tahun di Indonesia. Keberhasilan merevolusi pemerintahan yang sudah ada lebih dari rata-rata masa kepemimpinan presiden yang sudah ada mungkin akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi namanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun