"Tapi masyarakat ini masih belajar untuk membuat homestay yang sesuai standar internasional," ceritanya. Dia mengacu bahwa tiap homestay mestinya punya 1-5 kamar untuk disewakan, dengan amenities standar hotel, fasilitas kamar mandi dengan sanitasi standar, dan dokumentasi tamu yang accountable.
Palaes, yang punya desa wisata, rupanya kini sudah menjual banyak paket wisata yang menarik, misalnya tamasya keliling desa sambil pakai roda sapi. Selain itu, mereka juga jualan paket melancong keliling hutan di malam hari. Lho, apakah nggak horor?
“Ke hutan itu maksudnya mau cari monyet tarsius yang jadi satwa endemik sini, Kak. Dan tarsius itu kebanyakan muncul di malam hari,” jelas Robert.
"Saya bakalan senang banget kalau di desa-desa wisata lainnya juga bikin paket wisata," saran saya. "Misalnya bikin paket trekking gitu ke Bukit Pulisan atau Bukit Larata. Soalnya turis yang dateng kebanyakan dianter langsung dari Manado, bukan oleh guide orang Likupang sendiri.”
"Kalau ditemani guide orang lokal, tentu lebih impresif. Guide tidak cuma cerita tentang bukit savana, tapi kan bisa juga cerita tentang kebudayaan lokalnya. Misalnya cerita tentang keluarganya yang senang ber-masamper."
Robert tertawa. "Ah yaa.. Kakak betul juga. Mungkin tidak cuma sedia guide untuk ke bukit, ya Kak. Sekalian saja ditawari nyeberang ke Pulau Lihaga ya, Kak?"
"Yaa, itu juga menarik. Minimal ada guide lokal yang bisa nganterin mereka untuk tawar-tawaran dengan nelayan perahu, buat nganterin mereka snorkeling di Pulau Lihaga. Syukur-syukur bisa bawain bekal pisang goroho. Eh, ribet nggak sih kalau sambel roanya dibekelin juga?"
Tawa Robert berderai-derai. Tapi meskipun saran saya terdengar ribet, dia bisa melihat ke arah mana usul itu.