Lebih dari 50 tahun Candi Borobudur dikenal sebagai objek wisata kelas internasional ikonik dari Wonderful Indonesia, tapi jarang ada yang bertanya apakah keinternasionalannya ini punya dampak terhadap rakyat di sekitarnya?
Bagaimana Rakyat Menikmati Untung dari Candi Borobudur?
Banyak profit semestinya bisa didapuk dari keberadaan Candi Borobudur sebagai World Heritage Site-nya UNESCO.Â
Saya mengkhayal, mestinya lebih banyak buku sejarah kerajaan Mataram yang bisa dijual di sana dengan harga tinggi. Orang-orang di seberang taman candi mestinya bisa mendirikan hotel-hotel kecil dengan harga mahal. Turis seharusnya tinggal lebih lama.
Tetapi pada kenyataannya, wisatawan yang datang ke kawasan Borobudur umumnya hanya tinggal di candi selama kurang dari 1 hari, mungkin tak sampai 6 jam. Mereka lebih memilih menginap di Jogja yang jaraknya 1 jam perjalanan.
Tak heran, masyarakat lokal sekitar Borobudur hanya mendulang profit dari pengunjung dari penjualan souvenir dan mungkin rumah makan. Jual souvenir itu pun masih ditawar pula.
Menengok Potensi Desa di Sekitar Borobudur
Padahal Borobudur tak cukup hanya terdiri dari sebuah candi. Di sekitar Candi Borobudur, banyak pedesaan yang bisa dinikmati lantaran suasananya yang masih segar dan alami. Pedesaan di kecamatan Borobudur punya pemandangan yang menyenangkan lantaran dikelilingi Bukit Menoreh dan enam gunung sekaligus, termasuk Gunung Merapi. Penduduknya sederhana dan ramah-ramah.
Rakyat lokal melihat landscape sekitar Candi Borobudur ini sebagai potensi yang bisa dimanfaatkan untuk pariwisata. Jadi mereka memutuskan untuk membangun sistem di mana orang bisa datang ke Borobudur tanpa hanya untuk mengagumi candi, namun juga untuk mendapatkan pengalaman berupa hidup sebagai penduduk lokal.
Balkondes dan Konsep Wisata Baru
Semenjak dua tahun yang lalu, rakyat lokal Kecamatan Borobudur bersama-sama membangun suatu sistem bernama balkondes, singkatan dari Balai Ekonomi Desa. Di balkondes ini, rakyat membuat workshop harian untuk para wisatawan, mengajarkan keterampilan yang sering dikerjakan oleh rakyat sehari-hari. Contoh keterampilan ini, misalnya bertanam singkong, membuat snack coklat, menganyam besek, dan lain-lain.
Setiap desa mendirikan bangunan khusus di tanah milik desa, dan bangunan ini dinamai Balkondes. Wisatawan dari luar Borobudur bisa datang kemari, lalu belajar keterampilan yang dipromosikan di balkondes itu. Tidak lama-lama, paling-paling workshop-nya cuman 2-3 jam.
Tidak semua balkondes mengajarkan hal yang sama. Karena toh tidak setiap desa memiliki keterampilan yang sama. Balkondes di Desa Karangrejo misalnya, hanya mengajarkan bertanam palawija saja. Balkondes di Desa Karanganyar, hanya mengajarkan gerabah.
Seorang wisatawan yang mungkin hanya punya waktu 1 hari untuk pergi ke daerah Borobudur, bisa menghabiskan separuh harinya untuk belajar di balkondes, lalu diakhiri dengan jalan-jalan ke Candi Borobudur.
Di balkondes, pengunjung tidak cuman belajar keterampilan. Tapi mereka juga belajar mengenal kehidupan rakyat lokal. Mereka makan bersama pengelola balkondes, di ruangan yang mirip dengan ruangan rumah rakyat sehari-hari, dengan menu rakyat lokal sehari-hari. Jadi, mereka betul-betul merasakan hidup seperti warga lokal Borobudur.
Mendanai Balkondes
Kecamatan Borobudur, setahu saya terdiri dari 20 desa, jadi ada 20 buah balkondes yang bisa dipilih wisatawan untuk meluangkan waktunya. Rakyat sendiri tidak begitu mudah dalam membuat balkondes-balkondes ini, terutama jika dihitung dari modal dan sumber daya manusia.
Untuk memperoleh modal, balkondes-balkondes ini banyak memperoleh bantuan dari Kementerian BUMN. Tiap balkondes didanai oleh BUMN yang berbeda-beda.Â
Seperti Balkondes Ngargogondo, misalnya, yang banyak menyosialisasikan permainan anak, pembangunannya dibiayai oleh Perusahaan Pegadaian. Balkondes Tuksongo, dibiayai oleh PT Telkom. Balkondes Karangrejo, dibiayai oleh Perusahaan Gas Negara.
Pembiayaan ini nggak cuman sekedar mengucurkan modal. Para pendonasi juga membiayai pelatihan tenaga kerja yang kelak dipekerjakan di balkondes, terutama diajari tentang kursus komunikasi dan hospitality. Sebab, sebagian balkondes tidak cuma melayani wisatawan yang ingin belajar, tapi juga sekaligus membuka penginapan berupa homestay.
Homestay a la Balkondes
Banyak balkondes yang juga membuka homestay bagi wisatawan yang ingin belajar. Meskipun namanya homestay, tapi saya sendiri lebih suka menyebutnya pondok wisata atau guest house.
Homestays milik balkondes didesain dengan apik, melihatnya saja seperti deretan bangunan cottages kecil. Karena bentuknya seperti cottages, maka pengunjung bisa merasakan tinggal di desa lengkap dengan pemandangan landscape, plus suara fauna khas hutan dan sawah.
Saya menginap di salah satu balkondes itu selama beberapa hari. Rasanya memang seperti menjadi bagian dari penduduk Borobudur itu sendiri.
Homestay balkondes ini sebetulnya bisa menjadi alternatif jika kita ingin menginap di daerah Borobudur tanpa harus menginap di hotel. Tidak banyak hotel di Borobudur yang suasananya sealami balkondes: lahan yang luas, langsung bersinggungan dengan pemandangan pegunungan khas Borobudur.
Bagaimana Balkondes Menguntungkan Penduduk Lokal Borobudur
Dan bagi penduduk Borobudur sendiri, balkondes ini banyak sekali menyerap tenaga kerja dan profit dari wisatawan. Wisatawan yang membayar sewa kamar dan paket edukasi di balkondes, tentu mengucurkan pendapatan lebih banyak daripada membeli souvenir.Â
Belum lagi bagi wisatawan yang ingin berkeliling di sekitar daerah Borobudur, balkondes bisa melayani mereka dengan menghubungkan mereka pada komunitas jeep, andong, mobil VW, atau sepeda. Komunitas ini mengajari anggota-anggotanya untuk berperan sekaligus sebagai guide (dan merangkap fotografer!), dan mereka akan menjemput tamu-tamu balkondes yang ingin berkeliling pemandangan daerah Borobudur.
Jadi, ternyata ke Borobudur tak hanya melihat Candi Borobudur. Dengan 20 pilihan balkondes di sekitar Candi Borobudur, liburan ke Borobudur bisa menjadi momen yang mengesankan.
Semua foto di artikel ini diambil oleh Vicky Laurentina.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI