2. Perfeksionisme
Perfeksionisme sering kali disalahartikan sebagai keinginan untuk mencapai yang terbaik. Namun, pada kenyataannya, perfeksionisme lebih tentang ketakutan akan kegagalan dan penolakan.
Perfeksionis menetapkan standar yang sangat tinggi untuk diri mereka sendiri dan merasa bahwa mereka harus mencapai kesempurnaan dalam segala hal yang mereka lakukan.
Ketika standar ini tidak tercapai, mereka tidak hanya merasa kecewa, tetapi juga merasa bahwa mereka adalah kegagalan total.
Perfeksionisme dapat menyebabkan stres yang kronis, kelelahan, dan bahkan burnout.
Selain itu, perfeksionisme juga dapat menghambat kreativitas dan inovasi karena ketakutan akan kegagalan membuat seseorang enggan untuk mencoba hal-hal baru atau mengambil risiko.
Trauma yang ditimbulkan oleh perfeksionisme berasal dari perasaan terus-menerus bahwa diri sendiri tidak pernah cukup baik dan bahwa cinta dan penerimaan hanya bisa diperoleh melalui prestasi sempurna.
Untuk mengatasi perfeksionisme, penting untuk mengubah pola pikir dari berfokus pada hasil ke berfokus pada proses. Kenali bahwa kesalahan adalah bagian dari pembelajaran dan bahwa tidak ada yang sempurna.
Latih diri untuk menerima kekurangan dan merayakan upaya, bukan hanya pencapaian.
3. Mengabaikan Kebutuhan Diri Sendiri
Sering kali, dalam upaya untuk memenuhi ekspektasi dan kebutuhan orang lain, kita mengabaikan kebutuhan diri sendiri. Mengabaikan kebutuhan fisik, emosional, dan mental dapat menyebabkan trauma jangka panjang.