Di era modern sekarang ini, fashion menjadi hal yang penting. Penggemar fashion yang dikenal dengan sebutan "Fashion Enthusiast" memperlihatkan eksistensi mereka. Misalnya, para konsumen fashion muda seperti kelompok Milenial, Gen-Z dan Gen-Alpha. Mereka mulai menunjukkan minat dalam hal berbusana dan mengikuti mode yang ada, karena fashion mulai dilihat sebagai bentuk ekspresi diri. Dengan fashion, orang mengekspresikan diri tanpa harus berbicara. Adapun fashion dilihat sebagai bentuk transformasi diri. Dengan fashion yang beragam, orang menyesuaikan diri dengan berbagai peran dalam kehidupan dan untuk beradaptasi dalam berbagai situasi. Namun, tren fashion global justru menjadi pusat perhatian banyak orang dan mulai mendominasi dunia, termasuk Indonesia. Orang-orang terus berlomba-lomba untuk tampil modis dan modern. Pertanyaannya adalah dengan hadirnya tren global yang menawarkan banyak hal menarik, apakah fashion lokal kita tidak lagi diminati, terpinggirkan dan diabaikan? Bagaimana menjaga keberlanjutan fashion lokal yang merupakan identitas budaya kita tanpa harus menolak modernisasi yang ditawarkan oleh dunia fashion internasional? Atau apakah kita rela kehilangan kekayaan budaya kita demi mengikuti arus mode yang terus berubah?
Â
Pengaruh Media Sosial dalam Mendorong Tren Fashion Global
      Media sosial menjadi salah satu penggerak utama pengaruh tren fashion global yang menjangkau semua lapisan masyarakat. Informasi dapat dengan mudah dan cepat tersebar melalui berbagai platform seperti Instagram, Tiktok, YouTube ataupun Pinterest. Para selebriti, influencer dan siapa pun itu bisa menciptakan tren hanya dengan satu video menarik saja. Akibatnya, ide dan gaya dari berbagai belahan dunia bisa ditemukan dengan sangat mudah dan bisa mempengaruhi banyak orang. Ketika masyarakat mulai menerima tren yang masuk, mereka akan cenderung meniru apa saja yang dianggap indah dan menarik. Oleh karena itu, akses terhadap fashion kini menjadi terbuka bagi banyak orang.
Sementara itu, tren yang populer di media sosial umumnya didominasi dengan brand internasional yang menyuguhkan gaya dengan tampilan yang kinian. Misalnya, brand Nike, Adidas, Gucci, H&M, UNIQLO, Zara, Puma dsb. Daya promosi brand-brand terkenal menjadi kekuatan, karena melalui iklan dan Brand Ambassador produk mereka bisa dikenal oleh masyarakat luas. Dunia digital seperti ini dapat mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti tren yang ada. Cara pandang pun bisa berubah, khususnya bagi generasi muda. Mereka dapat beranggapan bahwa fashion global adalah sesuatu yang lebih bergengsi dibandingkan dengan fashion lokal. Orang mungkin berpikir bahwa dengan mengikuti tren, mereka akan terlihat lebih relevan dengan zaman. Artinya, mereka merasa lebih terhubung dengan perkembangan terkini dan terlihat lebih modern. Orang-orang bisa merasa gengsi. Jika tidak mengikuti tren, mereka akan dianggap "ketinggalan zaman." Mereka akan mengikuti tren agar tidak terlihat berbeda dari kebanyakan kelompok sosial yang terus berkembang. Semua ini hanya karena pengaruh internet dan media sosial.
FOMO (Fear Of Missing Out)
      FOMO atau "Fear of Missing Out" jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti "Takut Ketinggalan." Istilah ini dipakai untuk menggambarkan fenomena ketika seorang merasa cemas dan takut untuk melewatkan sesuatu yang menarik atau menyenangkan yang dilakukan atau dimiliki oleh orang lain. Baik itu informasi, peristiwa atau pengalaman. Dalam kaitannya dengan fashion, FOMO mengacu pada perilaku konsumtif, di mana subjek akan membeli barang atau pakaian yang disuguhkan oleh tren-tren terbaru. Hal tersebut berhubungan dengan psikologi. Bagi mereka yang mudah merasa tidak puas dan cenderung suka membandingkan diri dengan orang lain bisa mengalami stres jika ketinggalan tren yang sementara populer. Maka untuk terlihat lebih stylish dan modis, orang akan berusaha untuk tampil sesuai dengan tren. Misalnya, ada satu jenis pakaian yang sedang ramai bermunculan di Tiktok. FOMO akan bekerja dalam pikiran seseorang sehingga dia akan merasa perlu untuk membeli pakaian tersebut. Ketika dia memiliki produk koleksi terbaru, sesungguhnya dia mulai menyesuaikan dirinya dengan standar orang lain. Hal ini karena apa yang dibuat adalah untuk mencoba dan meniru tren yang ada. Sayangnya, dengan mengikuti tren yang terus-menerus berubah, orang mungkin akan kehilangan identitas diri mereka. Orang menjadi lebih takut jika tidak mencoba hal-hal trendi daripada takut budaya lokal kita teralihkan oleh pasar global.
Modernisasi dan Pelestarian Budaya
      Dunia modern memang sudah mempengaruhi masyarakat karena pada dasarnya zaman sudah berubah. Generasi muda yang terpapar tren fashion global sebenarnya disebabkan karena fashion sendiri mengalami perkembangan. Namun, ketika fashion global semakin mendominasi Indonesia, bisa saja fashion lokal kita digeser. Dampak terburuknya adalah orang bisa mengabaikan nilai-nilai budaya lokal Indonesia karena anggapan bahwa pakaian tradisional terlihat kurang trendi dan kuno. Pola pikir seperti itu perlu dihindari karena berbahaya. Yang harus diperhatikan yaitu mengenai keseimbangan dalam fashion. Pelestarian budaya melalui kolaborasi dengan fashion sebenarnya menjadi strategi yang menarik dan potensial untuk melestarikan kekayaan budaya Indonesia. Apalagi, Indonesia dikenal dengan negara yang beragam budaya dan warisan lokal. Dengan kerja sama antara desainer modern dan pengrajin tradisional, Indonesia dapat mempromosikan budaya melalui fashion. Sehingga fashion lokal Indonesia bisa tetap bertahan di tengah gempuran tren global.
      Transformasi budaya tradisional dalam tampilan yang lebih kontemporer kiranya bisa memberikan warna baru bagi dunia fashion, terlebih bagi para fashion enthusiast Indonesia. Penggunaan kain batik bisa diformulasikan dan dikemas dalam bentuk yang lebih kasual. Dengan demikian kita bisa tampil modis dan tetap menghormati budaya lokal Indonesia karena inovasi seperti itu dapat mengangkat elemen budaya, tetapi dengan tampilan yang tidak ketinggalan zaman. Upaya seperti ini sebenarnya harus banyak dipromosikan agar bisa lebih diminati oleh generasi muda. Beberapa brand lokal Indonesia seperti Kraton oleh Auguste Soesastro telah berusaha menampilkan busana yang terinspirasi dari gaya Jawa dengan desain dan ternik yang modern. Adapun, brand lokal seperti Sejauh Mata Memandang oleh Chitra Subyakto yang membawa gaya kontemporer dan membuat desain tradisional tropis yang menarik bagi generasi muda.
     Â
Kesimpulan
      Dalam menghadapi dominasi fashion global di era modern ini, kolaborasi antara desainer modern dan pengrajin tradisional menjadi penting sebagai upaya untuk menghasilkan karya yang kaya akan budaya. Ada banyak brand lokal Indonesia yang sementara berjuang untuk melestarikan budaya kita dalam fashion. Mereka membuktikan bahwa dengan mengangkat nilai tradisional sebagai inspirasi dalam fashion dapat menciptakan karya yang menarik di era modern saat ini. Maka, kita sendiri harus berusaha untuk memastikan kekayaan warisan budaya kita bisa tetap relevan di tengah arus globalisasi yang terus menguat. Mengikuti tren global sebenarnya sah-sah saja. Hal penting yang harus diingat bahwa nilai-nilai budaya kita harus tetap hidup. "Pembatasan" menjadi catatan bagi kita semua. Kita tidak perlu menentukan pilihan antara pakaian tradisional atau pakaian trendi, melainkan kita harus mengedepankan keseimbangan antara kedua hal tersebut. Kita justru harus melatih diri agar tetap bijaksana dalam mengambil sebuah keputusan, khususnya dalam hal fashion.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H