Mohon tunggu...
Vianna Moenar
Vianna Moenar Mohon Tunggu... -

Ibu dari Shahid Ali Emre Majid.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Cersama) Dan Tuhan Pun Memeluk Sayang Abiyyah dan Saniyyah…

15 Agustus 2012   13:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:43 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suara dentuman bom rakit, ranjau dan kilatan cahaya pada malam hari menambah kengerian malam yang mencekam. Disudut distrik dalam tepi Gaza:
“ jaga adikmu, abiyyah..pergilah kalian ke daerah perbukitan, bersembunyilah dilembah Yizrel. Disana ada paman abwah yang menjaga kalian dan kalian akan aman disana.” Ucap aminah terbata.
Sambil menahan luka tembakan yang menyasar rumah mereka, aminah berusaha sebisa mungkin mengambil beberapa bekal untuk kedua anaknya, Abiyyah dan Saniyyah. Dua buah hati yang disayanginya. Luka di perut yang menembus lambungnya dia tekan sebisa mungkin untuk menahan pendarahan yang terus mengalir.
“ ummi, apakah kami harus meninggalkanmu disini? Kami ingin ummi ikut, ayo ummi kita pergi bersama” suara sesegukan abiyyah memecah tangisan saniyyah yang baru berusia 5 tahun itu.
“ aku tidak ingin pergi tanpa ummi. Ayah sudah tiada, apa aku dan sani harus kehilangan ummi juga?”
Tangisan abiyyah begitu pilu. Dia bantu ibunya duduk dan mengelap darah yang sedari tadi keluar tanpa henti. Kepergian Ayahnya secara syahid menambah kesedihan mereka bertiga. Tiga tahun yang lalu, ketika mereka mendapati kiriman berupa pakaian ayahnya yang sudah berlumur darah.
Duka apalagi yang harus mereka terima, beban yang sudah begitu menciutkan mental dan daya membuat mereka harus menerima keadaan ini, mau tidak mau !
“ abiyyah, ummi tidak apa – apa, yang penting kalian berdua pergi dulu dari sini, nanti ummi menyusul kalian sayang, tetaplah mneyebut nama – NYA dalam perjalanan kalian. Dia akan beri petunjuk melalui cahaya kasih sayang – Nya.”
Dia kecup kening kedua putrinya, tersenyum sambil menahan sakitnya ajal yang sudah dekat, dia berdo’a untuk buah hatinya:
“ ya Allah, sekiranya pandanganmu terhalang, tuntunlah anakku menuju jalan - Mu yang syahid. Kiranya kau mendengar doa’ seorang ibu yang memohon, lindungilah anak – anakku dari kejamnya tangan –tangan Zionis ini.”
Malam ini perpisahan yang memilukan, bagaimana tidak? Seorang Ibu harus rela melepaskan anak –anak nya ikut dengan mereka yang mengungsi, melewati malam dan siang hari yang bisa saja mencelakakan mereka. Sepanjang anak – anaknya pergi meninggalkannya, mulut dan hatinya tidak pernah berhenti melafazkan do’a. Hingga nyawa hampir sampai di tenggorokan sekalipun!

*****
Abiyyah punya tanggung jawab lagi, saniyyah… yang dari tadi hanya menangis meronta, seakan ingin menantang suara pilunya dengan dentuman bom dan senjata.
“ ummi..ummmi, aku ingin ummi…”
Mereka berada diantara golongan orang –orang yang tertindas, terdiskriminasi, terusir dari tanah mereka sendiri. Dua perempuan yang harus memperjuangkan nasibnya sendiri tanpa seorang ayah dan ibu. Mereka sekarang yang bertanggung jawab atas diri mereka sendiri. Dua perempuan kecil yang belum mengetahui konflik di Negerinya, kenapa dan mengapa?
Dua anak manusia yang terus dan terus berjuang dalam pahitnya untuk bertahan hidup..
Nasib mereka adalah diri mereka sendiri..bukan siapa –siapa…
****
Di lembah Yizrel, dengan orang –orang yang sama – sama membawa beban hidup, Abbiyyah dan saniyyah yang terduduk di pojok bersama anak –anak lainnya. Abiyyah yang gusar menunggu sosok ibunya yang berjanji akan datang menyusul mereka. Beberapa kali dia bertanya pada pamannya, beberapa kali juga saniyyah merengek meminta umminya. Abiyyah mengendap dalam malam, Abiyyah berjuang dalam siang, menacri sepotong roti ataupu sesuatu yang bisa mengenyangkan perut mereka.

Saniyyah sakit, dan sekali lagi Abbiyah harus menanggung. Saniyyah melemah, dan mereka para pengungsi membawanya ke Tenda darurat, Posko kesehatan. Abiyyah duduk disamping, memegang tangan adiknya yang hampir melemah.

“ ummi..ummi.. aku mau ummi…”
Apa yang bisa dilakukan abiyyah? Bocah sepuluh tahun ini tidak bisa berbuat apa –apa selain menangis.
Memohon kepada penjaga nya agar adiknya disembuhkan. Abiyyah hanya mempunyai saniyyah.
Abang lelakinya, umar syahid ketika mencoba ikut memborbardir posko Israel di tepi Gaza.
Adiknya sebelum saniyyah, yang berusia tujuh tahun ikut meregang nyawa ketika menginjak ranjau yang sengaja ditanam Zionis Israel di perbukitan Tabor, tempat sarang ranjau aktif bertebar.
Apa yang sekarang dia punya?
Hanya saniyyah, adik perempuan, yang terbungsu, yang belum mengerti apapun!
Dua gadis kecil yang harus mati –matian menahan dingin malam hari tanpa seorang Ibu, yang harus menelan pahit kalau mereka hanya tinggal berdua disini, di dunia ini!
Abiyyah hanya punya sebuah do’a, sebuah permohonan interaksi dia dengan Tuhan.
Abiyyah hanya minta satu hal, sembuhkan adiknya. Abiyyah tidak mau hidup sebatang kara. Abiyyah butuh saniyyah. Abiyyah sekali lagi menangis, di pojok…sambil melihat ketidakberdayaan adiknya.

****
“abiyyah, kuatkan hatimu sayang. Ummi yakin kamu mampu menjaga adikmu dengan baik, maafkan ummi meninggalkan kalian sendiri dan memeberi tanggung jawab ini. Ummi yakin kita akan bertemu semua dalam keridhaan – Nya. Ummi tahu, kalian adalah anak gadis ummi yang kuat dan tangguh. Janngan pikirkan ummi. Disini ummi baik dan akan selalu mendo’akan kalian.”
“ Tetaplah berdo’a dan memohon kepada –Nya, Cahaya –Nya akan selalu menyinari jalan kalian. Ummi percaya kelak kalian menjadi perempuan yang tegar. Jika nanti kalian menikah, ceritakan kepada anak – anak kalian, betapa hebatnya kalian menghadapi dunia ini tanpa ummi dan ayah.”
Abiyyah terbangun, dilihatnya saniyyah sudah siuman. Dia tersenyum pada kakaknya, mendekat dan mencium pipi kiri Abiyyah…
“ saniyyah, tadi kakak melihat ummi, dia bilang kita akan baik – baik saja. Kakak ingin saniyyah jangan sedih lagi ya.” Dikecup kening adiknya.
Saniyyah tersenyum…dan mereka saling berpelukan, berjanji akan saling menjaga….
* #Cersama adalah kependekan dari Cerita Bersama, adalah even yang dibuat oleh kami berenam yaitu Novi Octora, Inin Nastain, Rieya MissRochma, Elhida, Ajeng Leodita dan saya vianna

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun