Mohon tunggu...
Vianna Moenar
Vianna Moenar Mohon Tunggu... -

Ibu dari Shahid Ali Emre Majid.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

( cersama ) Berbagi dalam Kesederhanaan

13 Agustus 2012   17:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:50 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ahmad..

Anak murid berprestasi namun jauh dari kehidupan yang mungkin layak. Ayahnya yang seorang tukang sol sepatu sedang ibunya hanya terbaring lemah dalam ranjang kayu yang mungkin sudah tidak layak lagi untuk dipakai. Tanpa tenaga dan hanya bisa melihat suami dan anaknya dalam dalam aktivitas merekamasing-masing.

Sore itu ayahnya yang baru pulang dari menjajakan jasanya, duduk terbaring lelah dengan keringat dan kulit melegam karena terik matahari. Takjil yang ahmad minta berupa kolak pisang tiga bungkus untuk mereka bertiga disuguhkan ahmad dalam mangkok, ditambah teh manis hangat sebagai pembuka shaum. Tidak ada yang istimewa, hanya sebuah kesederhanaan yang mungkin terlalu sederhana.



Untuk sehari-hari ahmad mengandalkan dari hasil jualan koran, kadang jika duitnya sudah terkumpul dengan riang dia bertanya kepada ibunya mau dibelikan apa buat berbuka. Walaupun masih bisa berjalan sedikit demi sedikit, penyakit stroke nya semakin lama semakin menjalar pada sisi tangan kirinya, sehingga menyusahkan dia untuk melayani suami dan anaknya.

“ ibu duduk aja, biar ahmad saja yang sediain takjil nya” ucap ahmad mencoba melarang ibunya.

Ahmad mengambil beberapa mangkok dan membuat teh hangat untuk mereka bertiga, sambil menunggu ayahnya datang, ahmad bercerita tentang sekolahnya.

“ bu, disekolah ada acara buka bersama, satu anak dikenakan biaya Rp. 15.000, tapi ahmad bingung bilang sama ayah, karena pengumpulan uang itu besok terakhir bu, sedang uang hasil jual koran tadi ahmad gunakan buat beli buku sama pulpen” keluh ahmad mendesah.


“ coba nanti ibu bicara sama ayahmu, mungkin kali ini rezekinya banyak ya nak.Ibu minta maaf atas keadaan ibu yang seperti ini. Ibu kasihan lihat kamu terpaksa menjual koran untuk tambahan biaya sekolahmu.Kalau saja Ibu tidak seperti ini, ahmad gak mungkin kerjasambil sekolah.”

dikecupnya kening anaknya dengan penuh lembut.

dari balik pintu, Ayahnya pulang dalam keadaan letih berkepanjangan, keringat dan kulit yang hampir melegam menggoreskan betapa penuh perjuangan kehidupan yangdia emban.

Takjil berupa kolak pisang dan terkadang hanya beberapa kue, dirasa suda begitu nikmatnya bagi mereka bertiga. Ahmad tidak pernah meminta banyak, tapi untuk kali ini apa dia tega meminta uang untuk berbuka di sekolahnya? Melihat ayahnya yang kelelahan, ahmad mengurungkan niat. Dia hanya bisa diam dalam kata.

***

Pagi ini sekolah Rangkat mulai sibuk membenahi aula yang memang disediakan untuk berbagai acara.

Tampak sebagian seksi konsumsi dari pihak Guru sudah sibuk mempersiapkan segala keperluan berubuka sore nanti.

“ Anak-anak, hari ini kegiatan berbuka puasa akan dimulai sekitar pukul 03.00 sore, bagi yang belum membayar biaya menu takjil silahkan kalian menghadap Wali kelas masing-masing ya..” ucap bu Guru lisa menjelaskan.

“ Seperti yang ibu bilang, uang senilai 15.00 itu bukan hanya untuk menu Takjil, tapi ada juga lomba membaca al-qur’an. Dan bagi siapa yang menang berhak medapatkan satu paket baju koko dan muslimah. Sudah jelas anak-anak?”

“ jelas bu guruuuuu.” Sahut meriah mereka menggema.

“ terus kalo yang belum bayar, gimana bu? Boleh ikut buka puasa bareng gak?” ucap deni menyela.

“ bagi yang belum mampu bayar, karena ada kendala finansial bisa dibayar setelah acara.

memangnya kenapa deny? Ada yang belum bayar iurannya?”

“ Ahmad belum bayar bu, berarti dia gak boleh ikut donk”

Sebenarnya Ibu lisa mengerti dengan keadaan keluarga ahmad, untuk hal ini, ibu lisa mengecualikan ahmad, artinya biaya takjil ahmad ibu lisa yang menanggung.Dia memang sedikit gerah dengan perlakuan dua anak yang diistimewakan itu, mereka pikir dengan kontribusi orang tuanya mereka bisa bersikap seenaknya.

Ahmad hanya terdiam dalam sudut bangkunya, dia hanya bisa memandang rendah, menatap ke bawah lantai berharap pandangan anak-anak yang lain berhenti memandanginya.

“ untuk ahmad ibu kecualikan, karenaahmad banyak berkontribusi membantu ibu menyelesaikan beberapa tugas, jadi sebagai hadiah ibu guru membayar iuran takjil ini, ada lagi yang mau dibicarakan deni? “ ucap ibu lisa menantang.

setidaknya dengan kepintaran ahmad, dia masih bisa dipandang sebagai murid yang teladan, rajin dan mau membantu temannya dalam hal apapun.

Sore pukul15.00 wib:

Sekolah sudah meriah dan beberapa guru sudah sibuk mempersiapakan karpet dan alat keperluan lomba mengaji. Sambil menunggu shaum berakhir, acara lomba mengaji pun dimulai.
untuk hal ini, Ahmad tidak merasa asing lagi karena tahun kemarin pun ahmad menang dalam lomba membaca al-qur’an. Dan hampir dipastikan kali ini ahmad keluar sebagai pemenangnya. Dia memilih membacakan surah Ar-Rahman, surah kesukaannya. Karena ibunya berpesan,

“ jika kamu rajin membaca surah ini, kamu akan dilimpahkan kasih dan sayang Allah kepadamu ahmad, dan kalo kamu membaca artinya, kamun akan tahu segala nikmat dari-Nya yang tidak boleh kita abaikan. Walau keluarga kita hidup dalam keadaan yang sangat pas-pasan ini, kamu harus ingat,
Allah sedang merencanakan imbalan karena kesabaran kita menghadapi ujian-Nya.”

Suara yang merdu, ahmad mengheningkan alam..menangkan jiwa bagi yang mendengar, dan hasilnya dia mendapatkan hadiah itu, sebuah baju koko untuknya.

Sambil menunggu tahrim dan suara adzan, para ibu guru sudah menyuguhkan menu takjil berupa bubur jagung, teh manis hangat, untuk minum lainnya es campur dan beberapa kue yang jarang bahkan tersuguh dirumahnya. Adzan sudah terdengar dan mereka pun mengakhiri masa shaumnya.

Segala menu takjil yang ahmad santap begitu membuatnya senang, tapi tidak semuanya ahmad makan, sisanya ia bawa pulang untuk berbagi dengan ayah dan ibunya, begitu teliti sehingga menyita perhatian ibu guru lisa.

“ kamu sedang apa ahmad?”

“ini bu, ahnmad mau bawa sebagian menu takjilnya buat ibu, mungkin ibu seang dengan menyantapnya.” Ucap ahmad penuh malu.

“ ibu masih ada sisa, kalo ahmad mau, nanti ibu ambil, gimana?”

“ gak usah bu, ini aja udah cukup kok” ahmad menimpali.

Bu lisa sepertinya tidak menghiraukan dan mengambil beberapa bungkusmenu takjilnya.

“ ini dibawa pulang ya, salam dari bu guru buat ibumu.”

ahmad terharu, setidaknya menu takjil yang baginya jarang disantap ini, bisa dia bagikan kepada orangtuanya. Karena ahmad ingin apa yang membuat dia bahagia, orangtuanya pun harus ikut merasakan.

kesederhanaan ini lebih terasa dalm saling berbagi, setidaknya pemikiran inilah yang membuat ahmad terasa istimewa dimata bu guru lisa.

-- Cersama adalah kepanjangan dari cerita bersama, event yang diadakan oleh miss Rieya, Kayana, inin nastain, El hida dan saya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun