Mohon tunggu...
Vian Jamaludin
Vian Jamaludin Mohon Tunggu... -

Seduluran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ucapan Natal: Antara Fatwa, Toleransi dan Kebhinekaan

22 Desember 2014   00:30 Diperbarui: 24 Desember 2015   19:16 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu'alaikum wr.wb

Pendapat saya ini tak lebih dari hanya sekedar pendapat saya sebagai manusia, yang masih sedikit ilmu penngetahuan dan agama, yang masih jauh dari mereka para ahli, pakar atau profesor sekalipun, saya masih sangat jauh dan harus belajar lebih banyak.

Saya bukan sok tahu dan paham tentang ilmu agama, saya juga belum menjadi seorang muslim yang sejati, saya juga bukan orang sholeh tapi saya akan terus belajar dan berusaha untuk mendapatkan rahmat Allah SWT.

Saya tidak bermaksud untuk menghakimi siapapun, kubu manapun. Saya tidak bermaksud untuk menggeneralisasi yang benar dan yang salah. Saya menyampaikan ini semata-mata hanya untuk menyalurkan unek-unek dan pendapat saya, maka dari itu izinkalah saya menyampaikannya. Bilamana ada kata-kata yang tidak pantas dan kurang berkenan saya mohon maaf, karena kebaikan dan kebenaran hanya milik Allah semata.

Menjadi Tradisi

Seolah telah menjadi tradisi bahwa setiap mendekati Natal marak perdebatan mengenai halal-haram mengucapkan natal bagi muslim. Mulai dari kalangan elite parpol, birokrat, ulama, mahasiswa, ormas-ormas, sampai kedalam masyarakatpun ramai untuk memperdepatkan hal ini. Banyak pendapat mengenai hal ini, seolah menjadi kontroversi dan entah mana yang benar mana yang salah. Bahwa sebenarnya bukan mengenai yang benar atau yang salah tapi tentang bagaimana cara kita mengambil sikap tanpa menyinggung semua pihak menurut saya itu yang terpenting, bukan malah menjustifikasi yang benar atau salah. Menurut saya halal-haram, salah-benar seorang muslim mengucapkan Natal telah menjadi menu dan agenda tahunan yang membosankan.

Antara Fatwa dan Kebhinekaan

Tahun 1981 MUI (Majelis Ulama Indonesia) mengeluarkan fatwa mengenai himbauan agar umat muslim tidak perlu mengucapakan selamat Natal. Fatwa MUI ini masih menjadi kontroversi dan perdebatan sampai sekarang. Benar bahwa Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia, lebih dari 80% penduduk Indonesia beragama Islam dan sekaligus menjadi negara dengan jumlah muslim terbanyak di dunia. Tapi ada satu hal yang sangat istimewa bahwa Indonesia bukan negara Islam. Indonesia tidak menggunakan ideologi Islam sebagai Ideologi negara. Indonesia menggunakan ideologi Pancasila, yang mana merupakan ideologi asli dan berasal dari Indonesia sendiri, yang lahir dan berkembang sejak zaman leluhur bangsa Indonesia, yang mana nilai-nilai pancasila merupakan refleksi dari kehidupan bermasyarakat bangsa Indonesia sejak negara Indonesia belum berdiri. Pancasila merupakan ideologi bagi semua elemen masyarakat Indonesia, bukan hanya satu atau beberapa elemen saja tapi bagi seluruh elemen masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke yang ber Bhineka Tunggal Ika. Bersatu dalam perbedaan, bersatu dalam satu semangat NKRI.

Antara fatwa dan kebhinekaan. Apapun itu kesatuan dan persatuan bangsa harus dijaga, keutuhan harus diutamakan dan atarun harus sesuai dengan prinsip kebhinekaan. Negara ini didirikan bukan hanya oleh beberapa orang saja, melainkan oleh jutaan rakyat dan seluruh tumpah darah yang berjuang untuk kemerdekaan. Negara ini juga didirikan bukan hanya untuk beberapa orang saja, tapi negara ini didirikan untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia.

Toleransi

Didalam Al-Quran pun dianjurkan untuk memuliakan dan berbuat baik kepada kerabat, saudara, teman dan tetangga. Apa salahnya kita mengucapkan natal kepada teman atau tetangga sekedar untuk menghormati meraka. Hal terpenting didalam kehidupan beragama adalah toleransi. Toleransi harus selalu dijaga, jika kita menghorrmati orang lain insayaallah orang lainpun akan menghormati kita. Bukan hanya dalam beragama tapi juga dalam bermsayarakat, berbangsa dan bernegara, toleransi antar sesama harus diutamakan.

Kita harus menghormati setiap kepercayaan dan keyakinan. Jika ada muslim yang meyakini untuk tidak mengucapkan natal itu harus kita hormati baik oleh sesama muslim sendiri maupun orang nasrani yang merakayakan. Orang nasrani harus menghormati hal tersebut sebagai sebuah keyakinan terhadap sebuah agama, dan bukan berarti orang muslim yang tidak mengucapakan berarti tidak menghormati, tidak. Begitupun dengan muslim yang meyakini bahwa mengucapkan natal itu diperbolehkan, hal ini harus dihormati oleh semua pihak, baik dari orang nasrani ataupun orang muslim yang tidak mengucapkan natal.

Seorang muslim yang mengucapakan natal menurut saya bukan berarti dia mengimani Yesus sebagai Tuhan dan bukan berarti dia kafir. Menurut saya, iman itu adalah kepercayaan dan keyakinan hati dan jiwa, serta keteguhan hati untuk meyakini dan mempercayai suatu keyakinan atau kepercayaan. Iman bukan dari ucapan, iman bukan dari apa yang dikenakan, iman bukan dari apa yang dilakukan tapi iman adalah dari niat tentang apa yang diyakini dan apa yang dipercayai dalam hati, lahir dan batin.

Seorang muslim yang mengucapkan natal tapi dalam hatinya dia tetap berpegang teguh pada iman dan keyakinannya atas Islam, dia masih tetap seorang muslim dan dia masih tetap islam. Toh dia hanya berniat semata-mata untuk sekedar mengucapkan, memberikan selamat dan menghormati orang nasrani yang sedang merayakannya. Tak ada sedikitpun niat dalam hatinya untuk mengimani Yesus, mengakui Yesus sebagai Tuhan, tidak ada, tidak ada niat apalagi kepercayaan sedikitpun.

Hal yang salah adalah jika kita saling memusihi satu sama lain, saling menghujat, saling menyalahkan, mengkafir-kafirkan dan menjustifikasi orang lain. Akan lebih baik jika kita berkaca pada diri sendiri terlebih dahulu, melihat diri kita jauh labih kedalam, melihat sejauh mana kita telah berbuat baik kepada orang lain, berpikir sebelum bertindak, berkaca sebelum melihat, dan berbuat agar lebih manfaat.

"Agama adalah akhlak. agama adalah perilaku. agama adalah sikap. Semua agama tentu mengajarkan kesantunan, belas kasih dan cinta kasih sesama. Bila kita cuma puasa, sholat, baca al-qur'an, pergi kebaktian, misa, datang ke pura, menurut saya kita belum layak disebut orang yang beragama. Tetapi, bila saat bersamaan kita tidak mencuri uang negara, menyantuni fakir miskin, memberi makan anak-anak terlantar, hidup bersih, maka itulah orang beragama" - Ehma Ainun Nadjib

Mengharamkan ucapan Natal, tapi kalo pas tahun baru pada maksiat, mabuk, zinah dan sebagainya. Ingat itupun bukan tahun baru Islam, hal ini bukan berarti membolehkan maksiat pada pada tahun baru Islam, bukan! Ingatkah kalian kapan tahun baru Islam? Tahun Baru Hijriyah? 1 Muharam? Ingatkah kalian?

Mari kita renungkan bersama, berhentilah saling menyalahkan, sudah saatnya kita belajar dan berkaca, kembali ke jalan yang banar tanpa harus menyalahkan.

"Kita berbeda kerana kita sama: sama-sama berbeda" - Candra Malik

Selamat merayakan Natal bagi semua yang merayakannya.

Wassalamu'alaikum wr.wb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun