Mohon tunggu...
Vianca Aurellta
Vianca Aurellta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Program Studi Kriminologi Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aplikasi DNA Forensik: Menguak Misteri Dugaan Bayi Tertukar

16 Desember 2021   15:24 Diperbarui: 16 Desember 2021   15:31 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu tahun lalu, tepatnya tanggal 16 November 2020, seorang ibu menyadari bahwa anak yang baru dilahirkannya 3 hari lalu, yaitu pada 13 November 2020 tampaknya bukanlah anak kandungnya. Bayi yang dilahirkan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. H. Mohammad Anwar, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur ini mendadak berambut lebat. Padahal di hari di mana bayi tersebut dilahirkan, kondisi kepalanya masih belum berambut. Lantas, kejadian ini membuat syok kedua orangtua yang tengah berbahagia dengan kelahiran anaknya. Mereka merasa bahwa bayi tersebut bukanlah bayi kandung mereka karena perubahan pada kondisi biologis bayi yang sangat cepat.

Mereka langsung melaporkan kejanggalan tersebut kepada perawat. Tidak sesuai dengan harapan, baik perawat maupun pihak RSUD dr. H. Mohammad Anwar tidak memberikan respons apalagi kepastian kepada Norma Ningsih dan Subroto selaku orangtua yang melaporkan kejadian tersebut. Kasus tersebut akhirnya diserahkan kepada Polda Jatim setelah Subroto melaporkannya untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, yaitu uji DNA.

Sekilas info mengenai DNA forensik

DNA forensik telah resmi diterima di pengadilan Indonesia sejak tahun 1997.  DNA forensik dapat diaplikasikan untuk mengidentifikasi berbagai macam kasus, salah satunya kasus bayi tertukar. Menurut Jeffreys, Wilson, & Thein (1985), kemiripan DNA manusia adalah 99,9% dan sisanya, yaitu 0,1% berbeda satu sama lain. Angka 0,1% inilah yang akan yang membedakan antara satu orang dengan orang lainnya.

DNA yang biasanya digunakan untuk pemeriksaan sebuah kasus adalah DNA inti (c-DNA) atau DNA mitokondria (mt-DNA). Sesuai dengan namanya, c-DNA terletak di dalam inti sel. Sementara mt-DNA terletak di dalam mitokondria. Menurut hukum Mendel, c-DNA anak berasal dari c-DNA ayah dan ibu (parental inheritance). Jadi, untuk memeriksa hubungan darah antara bayi dengan kedua orangtuanya, ahli DNA forensik akan menggunakan c-DNA ibu dan ayah untuk dicocokkan dengan c-DNA bayi.

Pemeriksaan DNA forensik

Pemeriksaan DNA merupakan bentuk paling canggih untuk membuktikan atau menyangkal hubungan biologis anak dengan orangtuanya (Ma et al., 2006). Ketika DNA anak dibandingkan dengan DNA orangtua terperiksa dan tidak ada kecocokan, orang tersebut dikecualikan 100% sebagai orangtua biologis. Jika ada kecocokan dalam pola DNA, probabilitas 99% atau lebih besar dihitung sehingga membentuk hubungan biologis (Klein, Dykas, & Bale, 2005).

Pengujian didasarkan pada analisis yang sangat akurat dari profil genetik ibu, anak, dan dugaan ayah (Ma et al., 2006). DNA, cetak biru genetik yang unik di dalam setiap sel inti dari tubuh seseorang, menentukan pola genetik dan karakteristik individu. Seorang anak mewarisi setengah dari pola DNA ini dari ibu dan setengah dari ayah. Jika pola ibu dan anak diketahui, pola ayah dapat disimpulkan dengan pasti.

Pemeriksaan DNA berbasis PCR dapat diambil menggunakan sampel darah dan buccal swab. Pada kasus pemeriksaan DNA orangtua dan bayi ini, sampel darah dan buccal swab dari ketiganya diambil untuk diuji keidentikannya. Pada pemeriksaan DNA, biasanya DNA yang dibutuhkan berkisar antara 100 pg-10 ng. Pemeriksaan kemudian diamplifikasi menggunakan mesin PCR. 

Sumber: online.maryville.edu
Sumber: online.maryville.edu

Setelah melalui tahap amplifikasi, DNA digabungkan dengan formamida dan standar ukuran pada robot Biomek FX. Formamida adalah bahan kimia yang mengubah sifat amplikon DNA dan memfasilitasi deteksi dan elektroforesis. Kemudian, wadah DNA akan dipanaskan untuk mendenaturasi DNA dan ditempatkan ke dalam lemari es. Setelah itu, wadah dimuat ke mesin pendeteksi untuk analisis fragmen. Sistem pelacakan laboratorium secara otomatis akan mengunggah file data dari instrumen deteksi dan meluncurkan program perangkat lunak GeneScan dan GenoTyper (Ma et al., 2006). Sebelum diberikan kepada pihak yang mengajukan pengujian, hasil pemeriksaan akan ditinjau kembali oleh analis DNA.

Hasil pemeriksaan DNA bayi dengan DNA orangtua

Pada pemeriksaan DNA bayi dengan DNA kedua orangtua dalam kasus dugaan bayi tertukar, pengambilan sampel darah dan buccal swab dilakukan oleh Kaur Doksik pada Subbiddokpol Biddokkes Polda Jatim di Poliklinik Bhayangkara Polres Sumenep. Hasil pemeriksaan DNA yang dilakukan pada 1 Desember 2020 keluar 4 hari setelahnya. Hasilnya menunjukkan bahwa DNA bayi tersebut identik dengan DNA kedua orangtuanya, yaitu Norma Ningsih dan Subroto. Hal ini berarti dugaan bayi tertukar dengan pasti telah disanggah berdasarkan hasil pemeriksaan DNA. Dengan keluarnya hasil ini diharapkan tidak ada lagi keragu-raguan yang timbul atas dugaan bayi tertukar karena telah melewati pengujian ilmiah di laboratorium.

Keunggulan dan kendala pemeriksaan DNA

Pemeriksaan DNA sendiri dipilih untuk memeriksa berbagai kasus karena keunggulan yang ditawarkannya, seperti kegunaannya untuk memastikan identitas, sifat DNA yang stabil, pemeriksaan mudah dan cepat, dan DNA juga bisa diperbanyak menggunakan mesin PCR. Di samping keunggulannya yang sangat membantu aparat penegak hukum untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan kasus di pengadilan, pemeriksaan DNA ini terkendala pada masalah kelangkaan pakar dan biaya pemeriksaan yang mahal. Oleh karena itu, pemeriksaan DNA belum dapat digunakan secara umum pada semua kasus layaknya memeriksa urine atau golongan darah biasa. Kedepannya diharapkan muncul banyak pakar DNA yang dapat berkontribusi dalam pemecahan kasus pidana maupun kasus di luar pidana. Ini tentu perlu didukung dengan bantuan anggaran dana dari pemerintah dalam biaya pemeriksaan DNA di Indonesia.

Referensi

Jeffreys, A., Wilson, V. & Thein, S. (1985). Hypervariable 'minisatellite' regions in human DNA. Nature, 314, 67--73.

Klein R.D., Dykas D.J., & Bale A.E. (2005). Clinical testing for the nevoid basal cell carcinoma syndrome in a DNA diagnostic laboratory. Genet Med. 7(9), 611-619.

Ma, H., et al. (2006). Paternity testing. Journal of American Science, 2(4), 76-92.

Rahem, A. (2020). Kronologi Bayi Tertukar di Sumenep, Polda Jatim Lakukan Tes DNA. Inews.com. 


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun