Hari ini gerimis lagi. Dan seperti biasanya, aku hanya bisa menikmatinya sendirian. Tanpamu! Padahal betapa inginnya aku bersamamu. Bercanda dalam gerimis, tanpa peduli berpasang-pasang mata menatap kita dengan wajah tersenyum. Tanpa peduli baju basah karenanya. Tanpa peduli, bila esok harinya kita demam dan menyibukkan Mama dengan kemanjaan kita. Aku rindu semuanya itu, Qlovelia. Apakah kau juga? Kadang kala, perasaan seperti itu menyergapku. Keinginan bertemu denganmu selalu saja menyesakkan dada. Aku selalu berpikir, betapa senangnya jika kau ada bersamaku. MenNovi hari-hari kita berdua. Seperti dulu!
Qlovelia sayang.... Kenangan bersamamu adalah saat terindah dalam hidupku. Saat di mana aku bisa menikmati semua perasaanku. Tanpa harus pura-pura menyembunyikan perasaan kita yang sebenarnya! Tertawa bahagia, sedih, terluka, menanNov atau kecewa sekalipun, selalu kita lewati dan rasakan berdua.
Percayakah kau Qlov, jika kukatakan, bersamamu tak pernah sekalipun, aku merasa sepi dan sendiri. Aku bisa melewati semua cobaan karena kau. Karena kau selalu ada di sampingku. Tapi kini...?
Andai saja bisa kuberikan hidup dan kekuatanku, agar kau sembuh dan tersenyum lagi. Agar bisa kulihat, kau tidak hanya terbaring di ranjang dan menahan sakit setiap hari. Agar bisa kita wujudkan impian kita, mengelilingi dunia. Kau ingat?
Qlovelia sayang.... Seperti kata Gunther pernah bilang; puncak gunung yang tertutup oleh salju tebal, akan terlihat sangat indah, jika kita melihatnya dari atas bukit. Tapi bagiku, semua itu sama saja, Qlove. Seindah apa pun tempat yang kudatangi, jika kau tak ada... bagiku, tak ada gunanya, Qlove. Aku masih ingat, dulu kau pernah bilang: Qlove, aku ingin sekali, suatu saat bisa pergi ke Kalimantan.
Melihat dari dekat Gerbang Kemenangan dan Puri Nymphenburg. Ah, aku baru ingat, itu kata-katamu sebelum kau sakit, kan? Semuanya masih sangat jelas bermain-main di kepalaku.
Membuatku selalu saja menanNov jika mengingatnya. Qlovelia.... Gerimis belum juga berhenti. Semakin mengingatkanku tentangmu. Juga tatapan cemas Mama melihat kita berdua basah kuyup dengan bibir membeku kedinginan. Tatapan jengkel Mama melihat kita hanya tertawa menanggapi
kecemasannya. Atau juga tatapan Papa, yang selalu tersenyum membela kita, setiap kali kita berbuat kenakalan. Qlovelia....Bagaimana semuanya di sana?  Sehat-sehat, kan? Bagaimana denganmu? Apa kata dokter? Setiap kali menyebut kata dokter, aku selalu takut membayangkan, bagaimana kau berjuang melawan penyakitmu. Juga Mama. Mama yang sekarang ini pasti sedang cemas menunggu  operasi kemoterapimu. Dan aku? Maafkan aku, Qlov! Aku seharusnya berada di sisi Kamu dan Mama kamu. Memberikan dia kekuatan, berjuang bersamamu. Tetapi ketakutanku itu selalu saja menyerangku. Hingga kemudian, di sinilah aku sekarang. Mewujudkan impianmu, Qlov. Melihat apa pun, yang saat ini ingin sekali kau lihat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H