Gemuruh suara teriakan menggelegar
Memecah kesunyian libur yang diperingati setiap 1 Mei
Langkah gontai berpadu semangat tak gentar bersatu,Â
Menyeruak menerobos sukma, memantik jiwa-jiwa yang haus keadilan
Berjalan menyusuri aspal jalanan, bertekad mencari definisi sebuah kata LAYAK!
Langit seolah mengerti jeritan hati,Â
Tatkala semburat kesal memancar dalam dada.Â
Ketika jalanan menjadi lautan manusia,Â
dengan spanduk-spanduk raksasa yang dibentangkan dimana-mana.
Mereka tertatih namun tak lebih perih dari jeritan sang anak yang minta jajan.
Mereka tertatih namun tak lebih sakit daripada luka sang istri ketika mereka pulang tak bawa banyak uang.
Suara kebebasan kian menggelora,
Saat mereka bersama mengumandangkan Indonesia raya,
Berharap sebuah keadilan dari negerinya,
untuk jiwa mereka yang tidak tahu harus berbuat apa,
Tangan itu gemetar memegang pengeras suara,
Meracau menyuarakan suara hati.
Tapi kawan, kita pun sama-sama pekerja.
Mencari sesuap nasi agar pulang tak bawa tangan kosong.
Bersuaralah dengan damai tanpa kerusuhan.
Sebab, negeri ini sudah banyak terluka karena pengkhianatan.
Bersuaralah dengan lantang, kawan.
Tapi jangan sampai menjadi onar.
Sebab, negeri ini sedang rapuh menahan luka akibat kekecewaan.
Tapi kita tak boleh menyerah.
Suara hati tetap harus diutarakan.
Didengarkan atau tidak oleh penguasa.
Suara tetap harus lebih gagah dari pagar-pagar besi.
Tapi, tetap biarkan pagar besi tetap diam.
Kita bersuara dengan cerdas dan penuh kedamaian.
Kita saksikan gemuruh yang kian menghujam.
Aku tak peduli apakah ini ada sang dalang atau memang berasal dari keresahan.
Yang pasti keadilan harus tetap ditegakkan.
Selamat Hari Buruh,
Sebelum 1 Mei 2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H