"Kamu tuh engga tahu yah, kamu naik gunung, nih Ibu engga bisa tidur semalaman gara-gara mikirin kamu," kata Ibu.
      Aku hanya mendengarkan beliau berkata tanpa melihat wajahnya. Ibuku bukanlah Ibu yang romantis. Kami jarang sekali berpelukan apalagi saling bertukar kalimat kasih sayang. Ketika hari Ibu pun aku jarang sekali mengucapkan 'Selamat Hari Ibu' karena bagi beliau bukan itulah esensi perayaan hari Ibu.
      Suatu hari, aku dikagetkan dengan sebuah ajakan dari Ibu dan Bapak untuk pergi ke Bandung. Aku terheran-heran ada apa mereka berdua mengajakku pergi ke Bandung. Setelah menempuh perjalanan selama 1 jam, Bapak memarkir mobil di halaman toko Eiger di jalan Sumatera, Bandung.
      "Ada apa Bu kesini?" tanyaku.
      "Kamu kan mau beli ransel," kata Ibuku.
      "Hah?" kataku heran.
      Seingatku, aku tidak pernah punya niat untuk membeli tas ransel karena memang harganya mahal. Saat itu, kisaran harga tas ransel untuk kapasitas 35 liter saja merk eiger harganya 700 ribu. Untuk ukuran mahasiswa sepertiku tentunya hal ini sangat berat.
      "Pilih sana buat kamu naik gunung," kata Ibu.
      Aku melongo tanda tidak percaya Ibu yang awalnya sangat menolakku melakukan pendakian Gunung dengan tersenyum menyuruhku untuk memilih tas ransel yang bisa aku pakai untuk naik gunung. Aku memilih tas eiger wanderlust 35 liter dan seri nick 20 liter.
      Sementara itu, tas nick dengan kapasitas 20 liter aku gunakan untuk kuliah dan sampai sekarang masih aku gunakan untuk bekerja meskipun kanan kirinya sudah sobek. Ibu beberapa kali menyuruhku untuk membeli tas khusus untuk bekerja namun aku terus menolaknya, karena tas nick ini sangatlah berharga bagiku.