Mohon tunggu...
vhalespi
vhalespi Mohon Tunggu... Wiraswasta - penulis dan wiraswasta

penulis, hobi membaca, menulis dan sejumlah hobi di banyak minat dan bidang lainnya

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

(Cerita 4 Bagian) Kematian yang Dirayakan Bagian 2/4

11 Juli 2023   06:00 Diperbarui: 11 Juli 2023   06:36 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Aku juga tidak berolahraga, sering bergadang pula. Tapi aku masih cukup sehat," tukas Jani.

            "Nasib orang berbeda. Kau masih ingat wakil rakyat yang tadinya seorang artis televisi dan bintang iklan? Juga artis yang presenter acara olah raga? Mereka juga meninggal pada di usia muda. Sebabnya juga kurang jelas, tapi sepertinya masalah jantung pula. Siapa namanya?" balas Ridan.

            "Aku tak ingat nama mereka," Tuar memberi tahu.

            "Ya! Kau benar! Nasib orang memang lain-lain. Ada yang mati tua, ada yang muda. Tapi siapa sangka Siya meninggal pada usia semuda itu. Tapi baguslah, stress aku kalau hendak keluar rumah. Tak sudi bersua dengannya, bahkan sekedar tak sengaja melihat wajahnya dari jauh pun," ucap Ridan.

            "Tak terlalu muda juga, sekitar empat puluhan. Berapa persisnya? Kau ingat Tuar? Ada tulisan nama dan umur yang meninggal di depan rumahnya?" tanya Jani.

            "Tidak, aku tak memperhatikan. Aku hanya tahu letak rumah Siya dan Mawe tapi tak melihat sekitar apakah ada kertas tulisan pengumuman yang mati atau tidak. Hanya ada bendera hitam setengah tiang di depan rumahnya tanda ada yang meninggal. Kami berdua juga tak berlama-lama di sana. Etona hanya menghibur Mawe sebentar, memberi semangat dan kata-kata penghiburan," Tuar menjelaskan.

            "Kau lupa tanyakan pada Mawe?"

            "Aku hanya ingat bertanya penyebab kematian Siya, tak terpikir untuk tahu berapa usianya, Ridan. Kau terlalu banyak menuntut. Sudah kukatakan seharusnya kau datang sendiri dan bertanya langsung pada Mawe. Tapi sakit hatimu itu menjadi penghalang untuk datang," protes Tuar.

            Ridan terdiam dengan wajah kesal, tahu kalau Tuar benar dan tak bisa membantah.

BERSAMBUNG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun