"Tapi saya kan nggak istirahat sampai setengah jam," Fendry masih mencoba membela diri.
"Mungkin. Mungkin kurang, mungkin lebih. Saya juga nggak hitung waktunya, tapi kayaknya cukup lama karena saya dengar semua obrolan khayalan kamu. Kalau kamu memang betul-betul mau sukses seperti khayalan kamu, jangan terlalu lama istirahat dan kurangi mengkhayal."
"Ya, ya. Tapi ada apa kamu ke sini?" Fendry mengalihkan topik.
"Saya tadi cuma mau tanya perkembangan proyek kamu sudah sampai di mana. Tapi karena kamu lagi asyik di dunia mimpi jadi saya diamkan. Saya baru tegur kamu karena sepertinya sudah kelamaan."
Fendry malu lagi mendengar penjelasan istrinya. "Yaah, kamu sudah tahu jawabannya tadi."
"Kamu mulai proyek baru lagi. Yang delapan itu masih nggak jelas?"
"Idenya ada yang mentok, sisanya saya belum ada mood untuk dilanjutkan."
"Kalau cara kamu ogah-ogahan begitu, nggak akan ada satu buku yang selesai apalagi sekarang kamu mulai ide baru. Kita nggak bisa cuma tergantung sama dua buku kamu yang lagi laris, satu saat dua buku itu pasti nggak akan laku lagi."
"Ya saya tahu. saya juga maunya semua bisa selesai ditulis. Sekarang kalau kamu ajak saya berargumen terus, kapan saya menulis lagi?"
"Bukan berargumen, tapi mengingatkan. Ya sudah sana! Nulis lagi!"