Mohon tunggu...
Vhina Noviyanti
Vhina Noviyanti Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNTIRTA

Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Taktik Politik yang Menuai Kritik

10 Desember 2019   22:12 Diperbarui: 10 Desember 2019   22:30 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

*Oleh: Vhina Noviyanti

Politik adalah sebuah usaha untuk memenangkan pemilihan dengan berbagai strategi maupun taktik. Ada beberapa pejabat politik yang mempunyai tujuan yang mulia dan tetap bertujuan mulia. Namun ada saja yang semula gembar-gembor bertujuan mulia tetapi ketika menang cita-cita mulianya berubah yaitu untuk menang, berkuasa, mendapatkan proyek besar, memperkaya diri dan mempertahankan kekuasaan. Ada yang melakukan cara-cara jujur dan halal. Namun ada juga yang melakukannya dengan jalan curang dan haram. Oleh karena itu para pemilih harus cerdas memilih partai politik, calon wakil rakyat dan calon pemimpin. Ada beberapa taktik politik yang menuai kritik yang saya ambil dari beberapa kasus yang ada di Indonesia. 

Pertama, partai politik bertameng agama. Bagaimana mungkin partai politik berbasis agama dapat mensejahterakan semua rakyat? Kalaupun ada, lantas rakyat mana? Mungkin hanya sebagian rakyat saja. Partai politik yang berlandaskan atas nama agama rentan sebagai pemantik konflik SARA dan tidak akan mendukung jalannya demokrasi di Negara kita. 

Menurut Robert Kaplan "demokrasi tidak akan berjalan di Negara yang sedang berkembang yang memiliki partai politik berbasis agama". Dipastikan partai politik yang seperti ini tidak akan pernah berniat mensejahterakan rakyat karena sudah jelas partai politik ini bersifat fragmentatif dan tidak merepresentasi keanekaragaman dan segala perbedaan yang ada di Indonesia. 

Agama memang menjadi isu yang paling stategis untuk memuluskan suatu kepentingan. Dan menjadi tidak heran ketika banyak partai politik berbasis agama muncul dalam 'ring' dengan membawa embel-embel agama. Misal saja salah satu kader partai Golkar yang memakai potongan ayat Al-Quran surah Al-Qashah: 26 yang berbunyi "Sesungguhnya orang yang paling baik engkau tugaskan adalah orang yang kuat lagi dipercaya". Hal ini bertujuan untuk mendoktrin masyarakat yang beragama Islam untuk mempercayakan, mendukung, dan memilih pemimpin atau wakil rakyat perwakilan partai Golkar. Ayat-ayat suci dijadikan landasan kepercayaan yang bisa dimanipulasi untuk kepentingan kekuasaan. 

Menjadikan agama sebagai alat legitimasi untuk mengejar kekuasaan. Seiring itu pula, sorban, peci, dan hijab dijadikan properti untuk menunjang keabsahan tindakan politik demi kekuasaan. Tetapi hakikatnya partai-partai seperti ini tidak akan pernah menjadi partai penguasa pada sebuah Negara yang demokrasi dan pluralistik apalagi untuk berkontribusi real terhadap kesejahteraan umum yang memiliki variasi agama berbeda setiap insannya. Kita akan menemukan arsiran bahwa adanya partai politik bertameng agama hanya akan dijadikan alat  untuk kepentingan oknum atau kelompok. 

Hal ini tentu saja tidak sah untuk dilakukan sebagaimana ayat Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 124 yang berbunyi "Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji oleh Tuhan-nya dengan perintah-perintah tertentu, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Ibrahim) meminta keterangan, "dan juga dari keturunanku?" (Akankah mereka juga mendapatkan status ini?) Dia (Tuhan) menjawab, "Perjanjian-Ku tidak berlaku bagi orang-orang yang malakukan perbuatan zalim (ketidakadilan, penindasan, tirani, kesewenang-wenangan, penganiayaan)". 

Oleh karena itu, masyarakat perlu pencerdasan dan penyaringan terkait orientasi 'janji manis' partai agama yang contradiction in terminis agar masyarakat tidak terbuai dengan tameng agama. Untuk mencapai kesejahteraan hakiki di Negara ini, masyarakat tidak boleh saling menyekat dan menutup diri. Keberagaman yang ada di Indonesia adalah potensi untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa. Hanya saja partai politik berbasis agama merusak potensi ini sehingga semakin mempertebal sekat-sekat atas keberagaman itu sendiri. Tanpa persatuan dan persatuan yang utuh, kesejahteraan tidak mungkin untuk diraih. 

Kedua, fenomena partai politik merekrut publik figur. Hal ini bisa dilihat dengan banyaknya caleg yang berasal dari kalangan artis, rekrutmen artis untuk bergabung ke partai politik memang sah-sah saja, semua dikembalikan kepada ketua umum dan pengurus partai politik tersebut untuk menentukan siapa saja yang akan mewakili parpolnya sebagai caleg. Akan tetapi perlu dipungkiri bahwa rakyat memiliki harapan agar caleg yang mereka pilih dapat dipercaya, bertanggung jawab dan sumbangsih mensejahterakan rakyat kearah yang lebih baik dalam berkehidupan bermasyarakat dan bernegara. Seharusnya partai menyodorkan figur-figur yang berkualitas dan tidak asal-asalan untuk duduk dikursi sepenting anggota dewan. 

Seperti yang kita ketahui bahwa banyak pemilih yang berlatar belakang pendidikan minim, khususnya di pedesaan. Kebanyakan masyarakat pedesaan memilih tanpa mempertimbangkan latar belakang caleg tersebut, mereka memilih karena 'suka' baik parasnya yang rupawan, lagunya yang merdu, sinetronya yang booming, atau mungkin memilih suka karena goyangan dan keseksiannya. Miris sekali melihatnya, hal ini memang karena faktor pendidikan yang rendah dan konyolnya, partai politik menggunakan kelemahan masyarakat itu, memanfaatkan keluguan dan keawaman masyarakat demi merebut kursi kekuasaan. 

Seharusnya partai politik memberikan pendidikan dan penyuluhan tentang politik yang benar, bukan malah memanipulasi masyarakat dengan segala ketertinggalannya. Serta memberikan pembekalan kepada caleg yang direkrut secara tiba-tiba kedalam partai politiknya secara keilmuannya dalam hal berpolitik maupun etika-etika berpolitik dan hal-hal yang menunjang kemampuannya bila menjadi anggota dewan yang terhormat. 

Ketiga, monopoli layar kaca. Seperti yang kita ketahui bahwa pemilik stasiun televisi didominasi oleh anggota atau bahkan ketua umum partai politik. Misal MNC Group (RCTI, Global TV, MNC TV, dan INEWS TV) yang dimiliki oleh Hary Tanoesudibjo sekaligus ketua umum partai Perindo. Semua orang pasti tidak asing dengan iklan mars Perindo yang sering diputar dibeberapa stasiun televise, dengan nada yang enak didengar oleh para penonton televisi tentu mudah untuk menghafal lirik mars tersebut. Mars tersebut berisi visi dan misi partai Perindo yang secara tidak langsung mendoktrin masyarakat luas untuk simpati dan memilih caleg dari partai tersebut, bahkan presiden Jokowi sampai hafal dengan mars tersebut. Iklan tersebut menuai kontroversi karena seringnya penayangannya ditelevisi membuat anak-anak kecil hafal dengan lagunya. Hal itu menimbulkan pengaruh negatif kepada anak kecil yang sudah terpengaruh odeologi lagu ini. 

Akibat penayangan iklan ini yang terus-menerus, akhirnya KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) menjatuhkan sanksi kepada MNC Group. Menurut KPI MCN Group melanggar Pasal 11 P3 KPI tahun 2012 serta pasal 11 ayat (1) SPS KPI tahun 2012. Pelanggaran yang dijatuhkan karena dinilai MNC Group  menayangkan iklan ini untuk kepentingan kelompok tertentu (Partai Perindo) bukan untuk kepentingan publik. Selain itu merujuk pada pasal 36 ayat (4)Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh  mengutamakan  kepentingan golongan tertentu.       

Partai politik dan pemerintahan di seluruh dunia saat ini adalah terdiri dari orang-orang yang dengan penuh kehinaan tetap menyatakan Halal hal-hal yang Allah nyatakan Haram. Saat suatu kaum yang penuh kehinaan tetap melakukan perbuatan Haram, mereka pasti mendapat balasan yang mengerikan. Yang demikian itu adalah jelas seperti sinar matahari pada siang hari bahwa dunia sekuler telah mendapat balasan. 

Balasan itu tertuang dalam ayah Al-Quran surah Al-A'raf ayat 166 yang berbunyi "Maka setelah mereka sekarang hidup seperti kera, begitu tidak mampu melakukan pengendalian atas hasrat dan nafsu kotornya sehingga pada 'Zaman Akhir', mereka akan melakukan hubungan seks di tempat umum seperti keledai". Alternatif bagi orang-orang beriman untuk menghadapi politik kotor adalah menegakan apapun yang Allah jadikan Halal, dan apapun yang Allah jadikan Haram adalah Haram, tidak peduli harga yang mungkin harus mereka bayar. Dan jika suatu kaum melakukan syirik, kufur, zalim, dan fasiq. Maka orang-orang beriman harus mengutuk perbuatan tersebut, menentangnya, berjuang melawannya dan kembali kepada Allah, serta berdoa kepada-Nya untuk memisahkan mereka dari umat yang seperti itu. 

Maka dari itu, mari kita lebih bijak untuk melihat partai-partai politik yang memang merepresentasikan persatuan dan kesatuan bangsa serta berpihak pada kepentingan rakyat. Karena jika bangsa ini bersatu, niscahaya kita bisa berharap lebih jauh atas perubahan yang lebih baik bagi masyarakat Indonesia. Karena menurut buku Daoed Joesoef tentang studi strategi logika ketahanan dan pembangunan nasionsal bahwa demokrasi biasanya punya tiga tujuan politis. (A), secara implisit dan dijadikan ideal, adalah menjunjung tinggi kedaulatan rakyat bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, berdasarkan aneka ragam asumsi, dalam berbagai situasi/kondisi. (B), tidak dinyatakan secara eksplisit karena bersifat problematic, adalah menentang siapa atau apapun yang mau menindas kehendak atau kepentingan rakyat. (C), keliatannya tidak problematic yaitu berdisiplin pada partai dengan berpura-pura berpihak pada rakyat melalui slogan "demi kepentingan umum, "atas nama rakyat", "vox populi vox dei".

*ditulis oleh Mahasiswa Semester 1 Mata Kuliah Pengantar Ilmu Politik, Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP UNTIRTA.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun