Mohon tunggu...
Vhina Noviyanti
Vhina Noviyanti Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNTIRTA

Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Taktik Politik yang Menuai Kritik

10 Desember 2019   22:12 Diperbarui: 10 Desember 2019   22:30 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketiga, monopoli layar kaca. Seperti yang kita ketahui bahwa pemilik stasiun televisi didominasi oleh anggota atau bahkan ketua umum partai politik. Misal MNC Group (RCTI, Global TV, MNC TV, dan INEWS TV) yang dimiliki oleh Hary Tanoesudibjo sekaligus ketua umum partai Perindo. Semua orang pasti tidak asing dengan iklan mars Perindo yang sering diputar dibeberapa stasiun televise, dengan nada yang enak didengar oleh para penonton televisi tentu mudah untuk menghafal lirik mars tersebut. Mars tersebut berisi visi dan misi partai Perindo yang secara tidak langsung mendoktrin masyarakat luas untuk simpati dan memilih caleg dari partai tersebut, bahkan presiden Jokowi sampai hafal dengan mars tersebut. Iklan tersebut menuai kontroversi karena seringnya penayangannya ditelevisi membuat anak-anak kecil hafal dengan lagunya. Hal itu menimbulkan pengaruh negatif kepada anak kecil yang sudah terpengaruh odeologi lagu ini. 

Akibat penayangan iklan ini yang terus-menerus, akhirnya KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) menjatuhkan sanksi kepada MNC Group. Menurut KPI MCN Group melanggar Pasal 11 P3 KPI tahun 2012 serta pasal 11 ayat (1) SPS KPI tahun 2012. Pelanggaran yang dijatuhkan karena dinilai MNC Group  menayangkan iklan ini untuk kepentingan kelompok tertentu (Partai Perindo) bukan untuk kepentingan publik. Selain itu merujuk pada pasal 36 ayat (4)Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh  mengutamakan  kepentingan golongan tertentu.       

Partai politik dan pemerintahan di seluruh dunia saat ini adalah terdiri dari orang-orang yang dengan penuh kehinaan tetap menyatakan Halal hal-hal yang Allah nyatakan Haram. Saat suatu kaum yang penuh kehinaan tetap melakukan perbuatan Haram, mereka pasti mendapat balasan yang mengerikan. Yang demikian itu adalah jelas seperti sinar matahari pada siang hari bahwa dunia sekuler telah mendapat balasan. 

Balasan itu tertuang dalam ayah Al-Quran surah Al-A'raf ayat 166 yang berbunyi "Maka setelah mereka sekarang hidup seperti kera, begitu tidak mampu melakukan pengendalian atas hasrat dan nafsu kotornya sehingga pada 'Zaman Akhir', mereka akan melakukan hubungan seks di tempat umum seperti keledai". Alternatif bagi orang-orang beriman untuk menghadapi politik kotor adalah menegakan apapun yang Allah jadikan Halal, dan apapun yang Allah jadikan Haram adalah Haram, tidak peduli harga yang mungkin harus mereka bayar. Dan jika suatu kaum melakukan syirik, kufur, zalim, dan fasiq. Maka orang-orang beriman harus mengutuk perbuatan tersebut, menentangnya, berjuang melawannya dan kembali kepada Allah, serta berdoa kepada-Nya untuk memisahkan mereka dari umat yang seperti itu. 

Maka dari itu, mari kita lebih bijak untuk melihat partai-partai politik yang memang merepresentasikan persatuan dan kesatuan bangsa serta berpihak pada kepentingan rakyat. Karena jika bangsa ini bersatu, niscahaya kita bisa berharap lebih jauh atas perubahan yang lebih baik bagi masyarakat Indonesia. Karena menurut buku Daoed Joesoef tentang studi strategi logika ketahanan dan pembangunan nasionsal bahwa demokrasi biasanya punya tiga tujuan politis. (A), secara implisit dan dijadikan ideal, adalah menjunjung tinggi kedaulatan rakyat bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, berdasarkan aneka ragam asumsi, dalam berbagai situasi/kondisi. (B), tidak dinyatakan secara eksplisit karena bersifat problematic, adalah menentang siapa atau apapun yang mau menindas kehendak atau kepentingan rakyat. (C), keliatannya tidak problematic yaitu berdisiplin pada partai dengan berpura-pura berpihak pada rakyat melalui slogan "demi kepentingan umum, "atas nama rakyat", "vox populi vox dei".

*ditulis oleh Mahasiswa Semester 1 Mata Kuliah Pengantar Ilmu Politik, Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP UNTIRTA.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun