Perempuan Sejahtera, Bisakah?
Oleh Vetiana Halim
Isu perempuan senantiasa menjadi isu seksi untuk digoreng. Entah itu dari  kekeresan berbasis gender  (KBG),  women empowerment, bahkan sekolah perempuan yang ditujukan untuk kemandirian perempuan dan mencapai kesejahteraan.
Isu tersebut sudah sejak lama digulirkan, dan dicari solusinya. Namun, bukannya berkurang masalahnya, malah bertambah banyak.
Setiap hari, berita di berbagai media penuh dengan kekerasan berbasis gender. Perempuan semakin banyak yang terdzalimi. Mulai dari mengalami kekerasan, pelecehan, trafficking, kemiskinan dan semacamnya yang mengarah kepada kesulitan di segala segi kehidupan.
Rezim ini memandang bahwa akar masalahnya adalah kesulitan ekonomi, sehingga solusi yang diupaykan adalah menjadikan perempuan sebagai subjek peningkatan perekonomian. Munculah berbagai program pemerintah yang mendorong perempuan menjadi subjek dalam pertumbuhan ekonomi.
Namun, bukannya mengurangi masalah, malah menambah masalah. Tingkat perceraian tinggi, pergaulan yang rusak, anak-anak terlantar dan konsumerisme semakin tidak terkendali.
Paradigma memandang perempuan dalam sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini, sangat menyesatkan. Perempuan hanya dipandang sebagai alat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, bukan sebagai manusia apalagi perempuan secara fithrahnya. Kapitalisme hanya memandang materialitis sebagai standar kesuksesan dan kebahagiaan. Â Tak heran, eksploitasi perempuan dianggap kemajuan yang besar.
Tentu berbeda dengan Islam yang memandang perempuan sebagai hamba Allah dari salah satu jenis manusia yang Allah ciptakan. Allah telah menurunkan  aturanNya bagi perempuan sesuai dengan fitrahnya. Tak heran perempuan masa Islam diterapkan, terjaga kemuliaannya meskipun produktif dalam menjalankan fungsinya.
Allah menetapkan perempuan sebagai ummu wa rabbatu bait, manajer dalam rumah tangganya dan pendidik generasi penerus. Sehingga angka perceraian dan kriminalitas anak sangat minim.
Islam juga menetapkan laki-laki yang bertanggung jawab atas nafkah keluarganya. Sehingga perempuan tidak dijadikan alat eksploitasi ekonomi, meskipun tidak ada larangan bagi perempuan untuk bekerja dan berdagang. Negara menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi para laki-laki melalui penerapan sistem ekonomi Islam yang membuat perekonomian negara dinamis dan produktif, anti resesi dan inflasi. Sehingga tidak ada badai ekonomi dan berbagai krisis ekonomi seperti halnya terjadi dalam kapitalisme, yang kita rasakan hari ini.
Negara menjamin layanan kesehatan dan pendidikan rakyatnya, laki-laki dan perempuan. Tidak ada alasan tidak sekolah atau sakit, karena tidak mempunyai akses kepada pendidikan dan kesehatan. Maka tidak heran kualitas sumberdaya manusianya, cerdas dan sehat selain mempunyai nilai ruhiyah yang kuat karena kesadaran hubungan dirinya dengan Allah menjadi landasan perbuatannya.
Alhasil, perempuan yang shalehah, cerdas dan sehat serta  berdaya di domestik maupun publik hanya bisa dicapai dalam penerapan Islam Kaffah. Dan menjadi kewajiban kaum muslimin, termasuk muslimah untuk menyambut seruan Allah
Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam (kedamaian) secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu (Al Baqarah 208)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H