Sebagai pelaku humas, rohaniku pernah membias seperti cahaya yang menembus kaca yang terlepas, lalu menjadi bayangan dalam air deras. Seperti itulah hatiku pernah kelabu, menyimpang dan masih membekas.
Menyalahkan adanya hambatan, tantangan, ancaman, dan gangguan yang bertubi-tubi menerjang hidupku adalah bayangan masa laluku. "Mengapa semua itu harus kualami dan kurasakan", keluhku dahulu. Saat karirku menanjak dan rejeki melonjak, kuingin tidak ada  kedengkian orang, hasutan orang bahkan kecurangan orang menzalimiku. Tapi keinginanku itu tidak sesuai kenyataan.
Kenyataannya, bayangan itu selalu kutepis dari benakku dengan caraku sendiri, tapi gagal. Padahal aku sudah berusaha ramah dan memberikan hadiah pada mereka yang menzalimiku, tapi tak juga mengubah keadaan. Sekian tahun lamanya aku merasa tidak dipandang sebagai layaknya manusia. Kehadiranku seolah rival yang harus disingkirkan. Ya Allah, kumerindukan saling kasih sayang dan adil makmur.
Awalnya aku tidak mengerti apa salahku. Kusalahkan juga adanya kepercayaan atasanku yang dahulu kepadaku. Sejak amanah atasan kuterima, membuatnya tersinggung. Â Karena banyaknya tawaran job tambahan yang menghasilkan datang padaku. Entah itu sebagai MC, Â atau hal lainnya secara finansial mengalir deras padaku.
Harga yang harus kubayar adalah berbagai macam fitnah, ghibah, dan adu domba berhasil ia ciptakan tentangku. Itu pun baru  kuketahui setelah sekian lama berlangsung. Topeng kebaikan yang ditunjukkannya kepadaku, semua sirna dalam sekejap. Kekompakan yang terbangun dalam tim pun hanya fatamorgana.Â
Bahkan mirisnya, saat aku bercerita secara spontan tentang keinginanku untuk mencoba mengikuti uji kompetensi dalam jabatan kehumasan suatu waktu. Tak jarang ia mematahkan semangatku. Rohaniku menjadi kering dan layu.
Karena menurutnya aku tak punya kapasitas untuk menjadi seorang Pranata Humas. Menurutnya lagi pekerjaan itu sangat berat, sehingga aku tak akan mampu bertanggung jawab dengan tugas itu. Menurutnya aku tak menguasai persoalan LPSE, SIRUP atau pengolahan data. Padahal ternyata, tidak satu pun butiran tugas seorang Pranata Humas bersentuhan  dengan ketiga hal diatas. Tidak sama sekali.
Aku sempat hampir percaya dengan kata-katanya, sehingga nyaris tak berniat mencoba kesempatan ini sama sekali. Disinilah keuntungannya kita banyak bertanya dan membaca. Beruntung aku menemukan banyak literatur tentang dunia pranata humas dari berbagai referensi. Dan, ternyata sangat selaras dengan passionku. Yup, tentu saja hobi menulis, hobi berbicara, keinginan berbagi, dunia seni, hobi bertemu dengan orang-orang baru bisa tersalurkan.
Berkat dukungan suamiku juga, keraguanku berganti tekad kuat untuk mencoba peruntungan itu. Berbekal kecintaan dengan dunia humas sejak aku kecil.Â
Setelah diuji oleh beberapa pakar humas di lingkungan Kementerian Kominfo tak menyurutkan kepercayaan diriku mengikuti test pada hari itu. "Bismilllah saja, soal hasil serahkan kepada yang punya semesta." Gumamku.Â
Alhmadulillah, uji kompetensi itu membuahkan hasil yang tak mengecewakan. Aku mendapatkan nilai yang cukup memuaskan mengukir senyuman. Disitu pula bermula segala bentuk perlawanannya kepadaku. Membunuh karakterku dengan menusuk dari belakang.