Mohon tunggu...
Vethria Rahmi
Vethria Rahmi Mohon Tunggu... Penulis - Pranata Humas Ahli Muda Kanwil Kemenag Riau

Thalabul Ilmi yang tak berhenti belajar

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Diagnosis Fenomena Kalap Belanja Makanan dan Obatnya

2 Mei 2020   23:16 Diperbarui: 3 Mei 2020   00:02 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ok, ini bulan Ramadan. Bulan istimewa. Bulan suci yang kerap dijadikan kebiasaan oleh sebagian umat muslim sebagai momen untuk berbagi. Apa iya?. Jawabannya ada dihati kita masing-masing. Yang aku tahu, bulan mulia ini bulan yang dinanti nanti dan selalu dirindu umat muslimin seluruh dunia.

Saat inilah mereka berkesempatan berlomba berbagi rezeki dengan yang kurang mampu. Apakah membersihkan harta dengan menunaikan zakat. Mau zakat fitrah ataupun zakat maal, infaq dan sedekah.

Menariknya lagi, selain momen untuk berbagi, bulan suci Ramadan banyak dimanfaatkan kaum muslimin sebagai golden moment untuk introspeksi diri atau bertadabbur.

Apa saja yang telah kita perbuat dalam setahun ini?. Dari Ramadan satu ke Ramadan berikutnya. Apakah amal yang telah kita kerjakan telah sesuai dengan apa yang disyariatkan Allah?. Apakah kita telah menjauhi apa saja yang dilarang-Nya?  Minimal sampai disini dulu. Kalau bisa lebih, jangan lupa bersyukur.

Nah, pada Samber 2020 hari 6 ini aku tertarik untuk membahas bagaimana Islam menyorot perilaku boros dalam konsumsi dan berbelanja di bulan Ramadan.

Hal ini penting untuk dikupas, karena faktanya terkadang justru pada saat bulan Ramadan ini kita sering terkalahkan oleh keinginan hawa nafsu.

Mungkin karena kepedean dengan isi kantong yang tebal, kartu ATM  dan sederet koleksi kartu kredit yang tak terhitung jumlahnya. Maka segelintir orang-orang berduit merasa lumrah dan santai saja mengkhatamkan semua isi toko, warung ramadan dan supermarket setiap hari.

Mungkin juga ada sekelompok orang yang berfikir jika fase kalap belanja di bulan Ramadan tiap tahun ini adalah bagian dari sebuah kelumrahan yang hakiki.

Entah kalap setelah merasa menahan haus dan lapar. Dari ba'da sahur hingga waktu Ifthar (berbuka). Melihat semua makanan dan masakan siap saji yang menggiurkan dihadapan mata. Makanya tak sedikit yang berseru dalam hati. "Ini saatnya harus dimanjakan banyak makanan."

Sekali lagi, apakah sudah benar begitu?

Memang betul, ada rasa puas dan bahagia ketika bisa membeli sesuatu dengan uang sendiri atau jatahan suami maupun orangtua. Namun tetap saja mengkonsumsi atau berbelanja boros berlebihan adalah perbuatan tabdzir (menghamburkan-hamburkan harta secara boros). 

Manusia mana yang tidak punya hawa nafsu dan kebutuhan?. Semua, termasuk aku. Namun yang perlu diingat, banyak hal yang mesti kita pertimbangkan dan pahami untuk dikendalikan.

Entah ternyata kita lupa untuk membeli sesuatu atau ada kebutuhan mendadak yang tidak bisa diprediksi. Kan berabe juga bila isi kantong udah digelontorkan untuk makanan yang beraneka ragam, tapi kadang terbuang sia sia, sementara kebutuhan mendesak mesti dianggurin?.

Penulis sepakat, kalau bicara realita. Urusan perut ini kerap cenderung akan meningkat bagi sebagian besar kaum muslimin pada bulan Ramadan. Apakah bisa diatur dan dihindari?. Aku yakin bisa, tergantung pada niat diri yang bersangkutan.

Terlebih lagi, pada saat ini begitu banyak pilihan makanan dan minuman yang relatif istimewa. Mulai dari yang frozen hingga yang matang siap santap. Sehingga kita pun kebablasan dalam berbelanja makanan dan minuman. 

Yang mirisnya itu, sebagian dari kita amnesia. Kita sudah hobi bersikap boros dalam pengeluaran untuk konsumsi, hanya demi memenuhi keinginan hasrat perut dan mulut. Bukan lagi berdasarkan kebutuhan.

Dalam hal ini, wanita kerap menjadi kambing hitam si doyan belanja. Banyak yang bilang berbelanja sesuka jiwa merupakan surga dunia bagi wanita. Bahkan tak sedikit wanita, dalam hal ini ibu rumah tangga, sering kalap saat berbelanja.

Tanpa sadar mengakibatkan keuangan rumah tangga jadi amburadul berantakan. Yang paling sering terjadi adalah besar pasak dari pada tiang alias pemasukan lebih kecil dari pengeluaran.

Fenomena emak-emak kalap belanja makanan yang diinginkan sering kita jumpai di supermarket, minimarket, swalayan. Bahkan di pinggir jalan sudah bukan barang langka lagi.

Meskipun terkadang di lubuk hati terdalam mereka, ada sebongkah penyesalan. Entah mengapa kebiasaan itu selalu saja berulang. Seolah ada magnet berkekuatan tinggi yang menghipnotis.

Dalam Samber THR ini juga, aku tergelitik untuk mencoba menelisik apa faktor penyebab orang seumumnya kalap belanja makanan. Baik dari faktor eksternal maupun internal.

Pada prinsipnya, perilaku konsumen itu dipengaruhi oleh informasi yang menyelinap di alam bawah sadarnya. Apakah berupa iklan, promo, diskon, dan sebagainya yang dilakukan secara berulang-ulang. Kok bisa begitu ya?. Ya, ala bisa karena terbiasa.

Sadar atau tidak, kita terbiasa melihat dan mendengar makanan tersebut atau sejenisnya. Kemudian kita menjadi biasa memikirkan atau membayangkannya. Seperti halnya looping (perulangan) dalam bahasa pemrograman untuk menjalankan baris kode secara berulang-ulang selama kondisi masih terpenuhi.

Prinsip perulangan ini juga seperti  yang kualami waktu aku dihukum guru saat SD. Aku diharuskan menulis kalimat perjanjian, hingga 3 halaman: "Aku tidak akan terlambat lagi". Akhirnya hal itu benar-benar meresap dalam pikiranku. Aku menjadi takut terlambat, dan selalu datang paling awal.

Tanpa kita sadari, berbagai iklan yang tersebar dimana-mana dengan instensitas perulangan yang tinggi, dapat mempengaruhi kita menjadi kalap belanja makanan. Belum lagi testimoni dan rekomendasi teman, kerabat dan sanak famili.

Di saat ada kemampuan finansial, oke. Jika tak mampu dan tak kuat iman, bagaimana? Bukan tak mungkin, bisa menghalalkan berbagai cara untuk memuaskan hasrat perut.


Inilah yang disebut efek Target. Kata "Target" berasal dari toko serba ada yang berada di Amerika Serikat. Profesor pemasaran di Newyork University, Tom Meyvis mengatakan toko serba ada seperti walmart dan Target memiliki inventaris yang sangat besar. Mereka menempatkan produk secara strategis untuk mengelabui otak manusia untuk membuat asosiasi lintas kategori.

Di Indomaret atau Alfamart saja misalnya, sering diletakkan cokelat  dan permen yang dapat merangsang ibu dan anak untuk membelinya diluar rencana. Konsumen terhipnotis dengan estetika dan seni lay out makanan itu.

Belum lagi tawaran discount yang ditempatkan dekat kasir. Strategi ini disebut "harga psikologis". Inilah yang disebut marketing itu sebagai rekayasa kebutuhan. Permainan harga yang nanggung, misalnya 5.999. Bukan 6000 juga menjebak.

Apapun itu, trik pemasaran ini anehnya kadang membuat konsumen bersuka cita tanpa rasa bersalah. Mereka menganggap belanja itu sebuah permainan yang seru dan bikin candu.

Nah untuk menghindari hal demikian, disini pulalah kita butuh untuk upgrade ilmu agama, wawasan dan strategi terus dan terus. Toh manusia diberikan kelebihan akal. Tak salah bila kita sematkan kata bijak yang pernah diungkap Buya Hamka "Hidup kalau sekedar hidup babi dihutan juga hidup. Kalau kerja sekedar bekerja kera dihutan juga bekerja."

Jika saja kita mau bertafakkur, amat dalam pesan yang terselip dalam kata bijak ini. Manusia diberikan kelebihan akal dan perasaan oleh Allah. Sangat ironis, bila tidak difungsikan dengan tepat dan untuk hal  bermanfaat.

Agama Islam sangatlah sempurna  memberikan tuntunan dan petunjuk kepada umatnya. Khususnya agar selalu bersikap sederhana dan menjauhi perilaku boros berlebihan dalam konsumsi. Bahkan  dalam berpakaian.

Hal ini sudah tertuang dalam firman Allah ta'ala:

"....Dan makan dan minumlah kalian, tapi janganlah kalian berlebih-lebihan. Karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al-A'raf 31).

Dan di dalam ayat yang lain Allah juga telah mengingatkan:

"...Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan." (QS. Al Isro': 26-27).

Di dalam Al-Qur'an surat Al A'raf ayat 31, Allah memberikan petunjuk kepada para hamba-Nya tentang makan dan minum, yaitu agar tidak melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan tidak pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.

Disinilah penting bagi kita  sehingga kita semua dianjurkan untuk menjaga keseimbangan makanan, sesuai dengan sabda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa salam yang diriwayatkan oleh Miqdad bin Ma'di Karib radhiyallahu anhu, Ia berkata: "Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu alami wasallam bersabda :

: " "

" Tiada tempat paling buruk selain perut yang diisi oleh manusia. Cukuplah bagi manusia beberapa suapan sekedar untuk menegakkan tulang iganya. Jika dia mengisi perutnya, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumnya, dan sepertiga untuk pernapasan (udara)nya." (HR. Ath-Thobrani dan Ibnu Abi AD-Dunya)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun