Covid-19 tidak hanya sedang menggerus nyawa, tapi juga sedang menggerus SSK (Sistem Stabilitas keuangan) di Negara-negara maju. Tak terkecuali negara berkembang seperti Indonesia. Karena sampai saat ini wabah Corona ini belum ada tanda-tanda mereda, kecuali  di China. Maka meredakan penyebaran Covid-19 ini sangat urgen, sehingga harus didahulukan, agar makroprudensial aman terjaga.
Alarm resesi mulai menimbulkan kepanikan masyarakat. Dalam situasi demikian, Bank Indonesia (BI) berupaya menjaga stabilitas makroprudensial. Seluruh upaya dilakukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Kebijakan yang diambil oleh BI pun selalu mengarah kepada usaha untuk menuntaskan risiko instabilitas sistem keuangan. Baik yang berasal dari tekanan inflasi maupun volatilitas nilai tukar rupiah.Â
Memang pemicu volatilitas belakangan ini adalah dari perubahan nilai tukar rupiah terhadap Amerika Serikat yang terus bergejolak (volatile) disebabkan sentimen negatif terhadap wabah global Corona. Tidak itu saja, kebijakan dari bank sentral Amerika Serikat (The Fed) juga berpengaruh. Disebabkan menurunnya tingkat suku bunga (Fed Fund Rate) sebanyak dua kali pada Maret 2020. Total suku bunga yang diturunkan sebesar 1,5 persen menjadi hampir nol. Â
Dalam situasi demikian, bisakah masyarakat didorong untuk tidak melakukan penarikan simpanan di bank secara besar-besaran (rush), tidak bertransaksi spekulasi sekedar mencari keuntungan pribadi, tidak melakukan panic selling atau panic redeeming terhadap produk-produk investasi yang dimiliki?. Hal itu bisa saja, bila rasa aman dan rasa gampang cari makan masyarakat pulih.
Jika masyarakat ingin berpartisipasi menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK), tentunya masyarakat mempercayai pernyataan pihak Bank Indonesia. Sebagaimana Bank Indonesia sudah menyatakan, bahwa stabilitas sistem keuangan masih terjaga dan kondisinya masih lebih baik apabila dibandingkan dengan krisis global pada tahun 2008 (Global Financial Crisis/GFC) bahkan pada krisi 1997-1998 (Krisis Moneter Asia).
Yang terpenting  adalah persiapan kemandirian ekonomi, agar swasembada sembako segera dibangkitkan. Geliat UKM dan UMKM perlu disokong dan ditumbuhkembangkan dalam lembaga koperasi. Sembari pelatihan berbasis digitalpreneur, e-commerce juga perlu digalakkan. Karena selama resesi, UKM dan UMKM teruji paling tangguh. Jika lembaga koperasi dianggap belum sempurna. Tidak ada salahnya Koperasi Syariah diujicoba. Apalagi mayoritas penduduk Indonesia menganut agama Islam.
Seiring dengan itu, ciptakan rasa aman dan rasa keadilan dengan penegakan hukum terhadap pelaku yang 'aji mumpung'. Baik distributor atau pedagang nakal maupun penimbun alat medis pelindung diri dan sembako untuk kepentingan sendiri. Karena hal ini dapat menimbulkan inflasi. Â Disamping itu, ketergantungan pada bahan baku dan produk import, juga harus dikurangi. Kondisi kedaruratan ini harus segera ditangani dengan genius.Â
Maka 5 kiat genius yang  berdasarkan pengalaman, perlu ditapaki bersama secara komprehensif dan sistematis.Â
Selalu Update Perkembangan Informasi dan Data Covid-19 dan SSK
Berperilaku masa bodoh merupakan akar dari seluruh masalah salah paham. Telaahlah secara cermat dari berbagai sumber informasi resmi dan kredibel soal perkembangan dampak Covid-19 terhadap SSK. Perhatikan ketersedian stok bahan pokok dan rumah sakit rujukan yang bisa didatangi jika ada indikasi awal gejala suspect Virus Corona.Â
Termakan hoax apalagi menyebar hoax hanya akan mengguncang stabilitas sistem keuangan. Disinilah dibutuhkan daya kritis masyarakat dalam menyaring informasi dan data. Tentu saja daya kritis tersebut bisa didapat jika kita selalu update perkembangan informasi dan data Covid-19 yang terkait SSK.
Misalnya data yang perlu diupdate, seperti yang dikumpulkan Worldometers. hingga pukul 15:30 WIB, 6 April 2020, tercatat total angka kasus positif Covid-19 di dunia telah meningkat menjadi 1.276.732 pasien. Tragisnya, 208 negara telah terpapar pandemi dan 69.529 pasien positif Corona di dunia telah meninggal dunia. Memang pasien yang berhasil sembuh sebanyak 265.956 orang. Artinya angka prosentase kesembuhan lebih tinggi dibandingkan angka kematian disebabkan Covid-19. Maka penyebarannya agar tidak semakin menyeruak ke Indonesia, perlu digalakkan.
Apalagi data Gugus Tugas percepatan penanganan covid-19 yang diperbaharui pukul 15.40 WIB, Senin, 6 April 2020, telah tercatat kasus positif Covid-19 di Indonesia, sebanyak 2.491 pasien.Â
Artinya belum ada tanda-tanda penurunan kasus positif Covid-19 di Indonesia. Sehingga investor asing sering melakukan aksi jual (net sell) yang mengakibatkan goncangan indeks saham nasional.Â
Tapi investor lokal yang terlanjur kaya memanfaatkannya untuk meningkatkan kepemilikan saham atas perusahaan-perusahaan nasional. Mereka justeru membeli saham Telkom, Antam, Astra dan lain-lain dengan diskon hingga 30%. Akankah selalu yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin?.
Apakah semua pihak seharusnya mengutamakan harta utama manusia yaitu kesehatan jasmani setelah kesehatan rohani?.Karena dengan kesehatan prima, produktifitas dan makroprudensial aman terjaga.Â
Semua pihak relakah mundur sejauh 2 meter, agar bisa fokus bahu-membahu mengerahkan pikiran, tenaga dan  biaya untuk maju menuntaskan akar masalah penyebaran Covid-19 ini, sebagai penyebab terguncangnya SSK.
2. Urgensinya Semua Pihak Tuntaskan Penyebaran Covid-19 Sebagai Akar Masalah SSK.
Penuntasannya mulai dari menjaga kesehatan internal dan melalui peningkatan kebersihan dan imunitas tubuh. Sehingga sekalipun terpapar, lebih aman dari Virus Corona. Meskipun demikian, tetap saja antisipasi social distancing sejauh 2 m juga perlu ditingkatkan. Maka jauhilah semua tempat-tempat kerumunan untuk sementara waktu hingga wabah pulih.Â
Itu sebabnya lockdown adalah yang paling efektif dalam memberantas virus dibandingkan karantina wilayah. Tapi potensi depresi, gangguan  kecemasan, gangguan panik semakin tinggi khususnya pada proletariat. Karena merekalah masyarakat yang rentan miskin. Maka agar lockdown bisa berhasil seperti China, dibutuhkan komitmen golongan elite dalam menjamin kesehatan dan biaya hidup proletariat.Â
Elite dapat menggalakkan tes Virus Corona ke semua warga untuk mengontrol penyebaraan Covid-19. Disinilah dituntut solidaritas dan kepedulian kaum elite agar  proletariat lebih mudah ditertibkan. Tanpa hal ini, pelaksanaan program percepatan penanganan Covid-19, sulit diatasi.
Bagi Muslim, sering berwudhu setiap kali shalat, cukup membantu. Tapi itu saja belum cukup. Cara yang hemat pun butuh kesadaran yang tinggi. Misalnya mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Jika tidak ada sabun cuci di dekat Anda, gunakanlah hand sanitizer!.Â
Adapun cara yang lebih hemat lagi adalah sebisa mungkin hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut karena ini merupakan celah Virus untuk masuk ke dalam tubuh.  Beretika saat bersin juga cukup membantu. Dengan menutupnya pakai telapak tangan atau masker saat bersin. Ingat juga saat membuka pintu di tempat-tempat umum, gunakan siku bagian dalam atau menggunakan tisu yang kemudian langsung dibuang. Jangan lupa, cuci tangan lagi setelahnya. Terakhir, segera cari pertolongan medis apabila Anda  merasakan gejala awal COVID-19, yaitu demam, batuk dan pilek, gangguan pernapasan, sakit tenggorokan, juga letih dan lesu.
WHO mengatakan, ada kemungkinan bahwa infeksi mematikan dari virus corona bisa saja berasal dari uang tunai, sebab uang tunai sering berpindah tangan dan bisa menjadi sarang bakteri serta Virus. Maka sebaiknya masyarakat menggunakan mobile payment atau pembayaran nontunai. Upayakan  di rumah saja.
3. Pegawai dan Karyawan Harus Patuhi WFH (work from home),
WFH yang diberlakukan oleh perusahaan dan kementerian harus dilanjutkan sampai benar-benar tuntas. Karena social distancing efektif meredakan penyebaran covid-19 dan produktivitas terjaga.Â
WFH lebih banyak dampak positifnya. Secara umum, menurun hal-hal negatif. Angka kriminalitas di kepolisian, kecelakaan lalu lintas, konsumsi listrik dan volume sampah. Menariknya, dunia kerja dan kehidupan sehari-hari pegawai menjadi seimbang, karena mendekatkan diri dengan keluarganya, otomatis harmonisasi dapat lebih terbangun.Â
Bahkan waktu dan tempat WFH lebih fleksibel, nyaman tapi dapat bertanggung jawab. Selain itu, WFH pun  dapat menghemat biaya transportasi. Yang utama, dapat mengurangi stres jika sebelumnya macet dalam perjalanan ke kantor. Hilangnya stres dapat meningkatkan produktifitas kerja.  Tidak itu saja, pegawai bebas dari distraksi di kantor. Misalnya, suara gaduh orang yang sedang berkomunikasi. AC yang tidak/terlalu dingin dan sebagainya.
4. Bagi yang Tidak Bisa Melakukan WFH, Terapkan Undang-undang Perkoperasian!
Tidak semua pegawai/karyawan atau pekerjaan harus berpola WFH. Misalnya bisnis F&B, ritel, dan servis. Begitu juga dokter, supir, pekerja pabrik, kontraktor, petani dan buruh tani atau buruh kebun.
Siapa yang menjamin stabilitas ekonomi, kalau mereka semua di rumah saja?. Sementara produk, karya dan jasa mereka sangat menentukan kelangsungan hidup kita.Â
Yakinlah, selalu ada peluang besar di saat ada ujian besar bagi mereka yang tidak bisa WFH. Disinilah diuji kesabaran mereka dalam menjalani hidup prihatin untuk berhemat, lalu beradaptasi.Â
Tentu mereka tidak dapat melakukannya secara individual. Tapi harus bahu-membahu yang diikat oleh emosi senasib dan sepenanggungan berdasarkan asas kekeluargaan. Maka perkoperasian perlu dikedepankan oleh semua pihak.
Apalagi dua sektor yang paling terhempas dampak wabah ini yaitu Perdagangan dan logistik pengiriman barang. Keduanya perlu evaluasi dan koreksi, karena selama ini  bahan baku mereka masih tergantung impor dari Negara lain. Sehingga dari sisi perdagangan, pebisnis berpotensi rugi 20%. Belum lagi aktivitas di jalur perdagangan luar negeri yang sedang dikurangi membuat cost logistic membengkak.Â
Begitu juga dari sisi pariwisata. Bisnis agen travel online, hotel, hingga restoran pun mengalami penurunan, sehingga ada yang merumahkan karyawannya. Tidak hanya itu, ekspor Indonesia juga anjlok tajam. Dunia berputar. Itulah kenapa kembali menggalakkan penerapan Undang-undang Perkoperasian menjadi urgen dalam merebut peluang usaha.
5. Beserta Covid-19 Ada Peluang Kecerdasan Buatan Berbasis Algoritma
Siapa sangka sebelumnya, bahwa dibalik kesulitan mendapatkan masker dan hand sanitizer dengan harga murah, justeru terdapat peluang usaha bagi UKM dan UMKM. Oleh karena itu memproduksi sendiri masker dan hand sanitizer yang berkualitas adalah peluang. Selain itu, online food delivery sangat dibutuhkan mereka yang kerja di rumah saja. Manfaatkan peluang!. Pastikan menu yang Anda jual sudah terdaftar di GoFood dan/atau Grabfood. Kemudian, tentukan menu produk andalanMu. Setelah itu, buat paket menu makanan dan/atau minuman. Siapkan juga packaging untuk delivery, beserta alat makan jika dibutuhkan. Jangan lupa pikirkan juga untuk membuat promo deliver.
Tapi pemanfaatan kecerdasan buatan dalam deteksi dan penyembuhan Covid-19 dan pengelolaan satu data (big data) terkait kesehatan, merupakan peluang genius.Â
Mari bersatu menuntaskan Covid-19, cerdas berperilaku, agar SSK teguh bertahan!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H