Sebelum aku menuliskan puisi, kupaksa sedapat mungkin kesadaranku hidup bersenyawa dengan kemurniannya
Sebelum aku meraih ide, kucoba menerka nerka sekitar, meyakini ayat kauniyah tuhan yang menebar halus di depan mata
Malam demi malam semburat cahaya kecil rumahku kini kian terbit sinar sinar baru yang tak kutahu darimana asalnya
Burung gagak bersikap lebih sopan dari biasanya serta ikan nila berenang tenang tak kutahu apa sebabnya
Aku menunggu mu wahai nurani...
Belum saja engkau datang, sementara ramadan sudah membentangkan benih ampunan
Andai saja engkau datang lebih awal, kupastikan ayat ayat itu dapat kugenggam erat erat
Kumasukkan dalam rumahku
semakin teranglah ruang ruang ku
semakin hidup jiwa jiwa yang gersang
menantikanmu hingga mengantarkan ku menuju haribaan tuhan
Namun sayang...
Ayat ayat yang sulit kupegang dengan tangan, harus kurelakan lepas tanpa sepersekian percik pun cahaya yang kulihat
Nuranii...
Aku merasakan kedatanganmu
Mojokerto, 2-Ramadan-1444
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H