Mohon tunggu...
Abdi Galih Firmansyah
Abdi Galih Firmansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang

Menebar benih kebaikan, menyemai bunga peradaban, panen kebahagiaan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bocah-Bocah Kita

10 Oktober 2022   16:17 Diperbarui: 10 Oktober 2022   16:28 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kesekian kali aku melihat dan mendengar kelalaian para penjaga surga
Dalam ruang ruang ilmu yang tak sanggup kudengar mereka berkelakar
Tak tahu entah mengapa tanpa malu dan takut
mereka menghamburkan pralaya

Mimpi mimpi petaka telah larut dalam lamun dan tidurku
Ancaman menjelma macan, menuntut bocah kita kehilangan surganya
Semburat cahaya kecil saat demi saat berganti melepas kerinduan
Ataukah kita merelakan mereka bermain dengan api berdenyaran

Jika kalian bertanya apakah aku mampu berjuang dalam kesendiran
Sudah pasti aku tak mampu
Jika kalian bertanya apakah langkahku tak gontai
Sudah pasti aku bingung tak berpacu
Jika kalian bertanya apakah salatku terancam
Maka, aku kan bercerita tentang akhir zaman

Di sini, di tanah yang subur ini...
Aku melihat mereka sedang bercerita dan bergumam menepi dari bising
Beragam kisah yang kusimpan dalam dalam, memancarkan sinar mencuat melebur menebas dosa
Aku harap mereka masih bermain di tanah yang benar

Malam itu, nenek sihir datang dan merasuki tubuh penyair di suatu gubuk kecil
Ilmu hitam yang sangat kuat membuat kawanku berbondong bondong menjadi perangkat
Agama yang disokong para politisi, sudah tak lagi kulihat menghiasi
Manusia yang ternodai, menjadi tamak akan noda-noda anyir

Ibu pertiwi pun bersimpuh di atas sajadahnya dan Agama meratapi tangisnya
Ronggowarsito tersenyum manis begitu halnya dengan Yosodipuro
Menangkis kita belajar menepis kesalahan dan kelalaian

Orang-orang suci tak henti merapalkan do'a do'a
Qur'an dan hikmah termenung menunggu waktu
Waktu yang tertunggu bertanya tanya akan kisah baru
Peradaban mana yang akan singgah di tanahku ini?

Apakah kesabaran kan tetap lapang
Ataukah kegigihan yang terus menerang
Dan bulan pun melambaikan pertolongan

Entahlah...

Aku saja, masih suka menyalakan keanggunan

Ketika hitam sudah dilumpuhkan
Cerita pun berkata,
Tak lama kebangkitan akan datang

Dunia pun menjadi lukisan dan nyanyian

Dan lalu semuanya sirna

Aku tebangun dari mimpiku
Tubuhku bergetar ketakutan

Langkahku tertahan
Dan mulutku tak sanggup 

merapalkan Alhamdu

lillahi rabbil 'alamin



Malang, 09-Oktober-2022

Puisi ini aku tujukan untuk orang-orang beriman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun