Sirajul Munir: Cahaya yang terang benderangÂ
Aku merindukan guruku dulu waktu di pesantren tercinta, Al-Amin, beliaulah ustadz Sirajul Munir, teman-teman biasa memanggilnya pak Siraj. Penampilannya sederhana, baju putih dan songkok hitam itu yang sering kulihat, tubuhnya kurus berwibawa, wajahnya putih sumringah dan tak lupa juga senyum tipisnya yang senantiasa ditimang-timang di belahan bibir kemanapun dan dengan siapapun beliau bertemu, baik itu santri maupun asatidz yang lain. Guruku yang satu ini unik sekali, beliau sangat suka guyon, hobinya memang menghibur orang, entah kenapa beliau selalu sukses membuat kami para santrinya terbahak bahak ketika melontarkan banyolan andalannya yang sulit untuk disangka sangka. Memang ciri khas kaum santri itu suka guyon, beberapa ulama besar seperti Gus dur, gus mus, cak nun, mereka semua suka guyon. Prisnsipnya mudah, membuat orang tertawa termasuk bagian dari idkholu surur dan pasti berbalas pahala.
Meski suka bercanda guruku ini orang hebat loh. Beberapa fann ilmu agama telah dikuasainya. Mulai dari Fiqh, tauhid, tafsir, hingga ilmu Alat nahwu sharaf semua tersedia, mau minta ilmu apa beliau ada. Rasanya diajar beliau materi yang disampaikan tak sukar untuk dipahami, metodenya dalam menggiring materi hingga sampai gawang pemahaman itu asyik sekali, ya seperti diajak ngobrol santai saja, memang khasnya begitu. Aku menyebut itu seni. Tak bisa dipelajari hanya bisa diintuisi.Â
Aku teringat, disaat aku kesulitan memahami apa itu musnad dan musnad ilaih. Beliau dengan mudahnya memahamkan ku dengan sekali menulis kalimat di papan. Kalimat kalimat itu diantaranya adalah: susunan mubtada' khobar, na'at man'ut dan jaar majrur. Coba lihat kalimat di papan ini, sudah faham? Seketika itu juga aku langsung faham apa itu musnad dan musnad ilaih. Mudah saja disimpulkan, musnad adalah yang mempengaruhi, sedangkan musnad ilaih itu yang dipengaruhi. Kok bisa dari contoh kalimat saja bisa faham?  Ya ndak tau. Mungkin ini yang disebut seni. Toh urusan faham dan memahamkan itu milik tuhan kan?Â
Di malam yang dingin ini, aku merasa rindu sosok sejuk keharum haruman yang seperti beliau itu. Orang yang tak pernah marah, wajahnya yang membahagiakan, dan tuturnya yang menggetarkan. Sulit sekali ternyata menemui orang seperti itu. Bagiku beliau adalah gambaran nafsul muthma'innah:Â nafsu yang telah tertenangkan. Tak mudah untuk mencapai maqam itu, butuh riyadlah dan dzikir yang lama untuk meraih maqam tersebut. Lebih banyak yang gagal daripada yang sampai, akulah contohnya yang gagal itu. Â
Cahaya yang Terang BenderangÂ
Engkau adalah cahayaku, engkau yang menyinari kami semuaÂ
Engkau memberikan mutiara setiap malam, engkau yang tak pernah ngaku lelah.Â
Engkau yang tak pernah bosan menggembleng kenakalan kami dengan seruan doa kepada tuhan. Dan kuyakin tuhan menjawabnya
aku merasakan itu.Â
Engkau yang memaklumi kesalahan dan yang membenarkan yang benarÂ