Sejarah sekolah minggu dimulai pada abab ke 18 namun sudah banyak perbedaan dengan sekolah minggu yang kita kenal di abad 21 ini. Pada masa itu konteks kondisi sosial di Inggris sedang dilanda kemiskinan. Banyak anak-anak yang masuk dalam angkatan kerja, mereka tidak bisa sekolah melainkan bekerja dari senin-sabtu dan libur pada hari minggu.Â
Saat itu hanya ada sekitar 3500 sekolah di Inggris dan itu tidak cukup menampung semua anak-anak. Kondisi moral dan kualitas hidup generasi saat itu pun menjadi banyak yang sangat memprihatinkan. Untuk menjawab kondisi ini, Robert Raikes pada tahun 1780 mendirikan sekolah minggu yang fokus pada 3 hal yaitu Literasi, Moralitas & Ilmu kesehatan ataupun kebersihan dimana semua ini didasarkan dari prespektif kristen.Â
Mereka juga diajarkan disiplin dan diwajibkan ikut kebaktian karena itu bertepatan di hari minggu, alkitab juga menjadi bacaan wajib dan berguna dalam mengembangkan literasi.
Sebenarnya ada banyak gerakan lain untuk menjawab kebutuhan sosial kala itu namun gerakan inilah yang paling bertahan lama yang disponsori oleh negara. Robert Raikes menjalani periode percobaannya selama tiga tahun (1780-1783) sebelum dipublikasikan di surat kabar pada 3 Nov 1783. Saat itu sekolah minggu tidak dilakukan dalam gedung gereja dan bukan pelayanan institusi gereja.Â
Sekolah minggu pertama didirikan pada tahun 1780 di dapur Mrs.Meredith di Shooty Alley. Mrs.Meredith dibayar untuk mengajar dan sewa lokasi dapurnya namun ia segera mengundurkan diri karena frustasi dengan anak-anak. Lalu Raikes memindahkan sekolah minggu ke sebuah rumah di Southgate milik Mrs.Chritchley.Â
Dalam perjalanannya sekolah minggu semakin mengalami banyak perkembangan terutama melalui dua institusi ini: The Sunday_School Society & The London Sunday School Union. Pengajar awalnya digaji namun kemudian menjadi sukarelawan. Pada 1803, William Brodie Gurney, pendiri London sunday school union menerbitkan kurikulum formal dan beberapa bahan manual untuk guru sekolah minggu.
Pendirian sekolah minggu disambut dengan penerimaan dan penolakan. Keluarga Wesley (John & Charles), gereja serta para pendidik dan pembaharu sosial lainnya sperti George Whitefield, William Fox, Wiliam Willberforce segera menerima sebagai sarana reformasi agama dan sosial. Namun ada juga oposisi yang muncul baik dari suara gereja maupun sosial, mereka menganggap sekolah minggu sebagai lembaga berbahaya, demoralisasi, institusi yang buruk, agen iblis dan penghinaan pada otoritas.Â
Sekolah minggu juga menyebabkan tekanan ekonomi bagi aristokrasi Inggris karena kuatir mereka akan membayar upah yang lebih tinggi karena generasi tersebut semakin banyak yang punya kemampuan membaca dan menulis.Â
Pola sekolah minggu yang didirikan Raikes ini berkembang hingga di Amerika dan pada abad ke 19 menjadi tempat utama pendidikan agama protestan kaum awam namun masih relatif bebas dari denominasi. Selama pertengahan tahun 1820-an, sekolah minggu di Amerika merupakan sekolah misi bagi orang-orang miskin dan sarana pengajaran agama bagi umat beriman.Â
Pada tahun 1830 kelompok denominasi mulai menunjukkan minat pada sekolah minggu untuk menjadi bagian dari program pendidikan gereja. Â Dan menandakan pergeseran radikal dari fungsi awal sekolah minggu sebagai pelayanan penjangkauan para jemaat kepada orang miskin dan lemah menjadi pelayanan pendidikan gereja kepada jemaat.Â
Salah satu alasan dimasukkannya sekolah minggu ke dalam gereja saat itu adalah krna sekolah minggu dapat mengkompensasi kerugian agama yang mulai tergeser dari sekolah umum. Karena adanya berbagai faktor, waktu itu agama perlahan-lahan dipindahkan dari arena pendidikan umum,  maka dengan demikian gereja melihat  sekolah minggu sebagai suatu kesempatan dan sarana yang baik dimana sekolah minggu menciptakan konteks dimana pengajaran agama dapat tetap diberikan.
Refleksi pribadi untuk sejarah diatas :
1. Dalam menjalankan segala sesuatu kita perlu merefleksikan apa yg kita jalani itu secara mendalam supaya kita tidak terjebak hanya sebatas pada aktivitas dan rutinitas.
2. Kita perlu 4 hal ini yaitu ; bersedia belajar dari zaman sebelumnya, peka melihat kondisi dan kebutuhan zaman dimana kita berdiri saat ini, punya visi untuk masa depan serta  perlu terus rendah hati dengar-dengaran akan panggilan Tuhan bagi kita dan bagi masa dimana kt hidup supaya dengan demikian, kita mampu untuk hadir menjawab kebutuhan konteks generasi dimana kita diberi kesempatan hidup.Â
Dan ini termasuk dalam hal pelayanan sekolah minggu yang kita terus dan sedang lakukan dimasa ini. Kita perlu melihat apa kebutuhan generasi di zaman ini, apa kehendak Tuhan yang perlu kita taati dan bagaimana pelayanan sekolah minggu bisa efektif dalam memberi jawaban.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H