Mohon tunggu...
Veronica Maureen
Veronica Maureen Mohon Tunggu... Penulis - Communication Science Student

I am a communication student who loves to write and tell inspirational stories. Interested in environmental issues and sustainable living.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Virtual Tidak Hanya tentang Kecepatan Internet: Kembali Belajar dengan Hati yang Penuh

3 Januari 2021   21:44 Diperbarui: 3 Januari 2021   22:05 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya bukan orangtua, siswa, atau mahasiswa. Masa studi S1 saya telah berakhir Agustus 2020 lalu, namun dalam satu semester kemarin saya mendapatkan kesempatan untuk kembali belajar dalam 2 kelas. Saya diampu menjadi asisten dosen dalam kelas Penulisan Jurnalistik Lanjutan (Feature Writing) dan Kelas Penulisan Relasi Publik (PR Writing). Melihat dalam 2 kelas tersebut, dalam 1 semester kemarin, saya punya kekhawatiran akan bagaimana mahasiswa menyikapi proses belajar virtual ini.

Jika saya yang bukan mahasiswa juga bukan orangtua/dosen ini boleh mengutarakan, ada beberapa hal penting yang patut dipersiapkan untuk kembali belajar dalam tahun 2021 ini:

Menyediakan Waktu

Tentu, tentu, jadwal matakuliah (MK) sudah dipilih dan ditentukan sejak awal semester. Akan tetapi dalam pengalaman saya di semester kemarin, ada saja alasan A-Z yang digunakan mahasiswa untuk tidak on camera/on speaker yang juga artinya tidak menjawab pertanyaan atau berdiskusi selama kelas. Sayat tidak menyalahkan si mahasiswa, maupun orangtua mereka. Saya hanya menyatakan bahwa jadwal kelas sudah dibuat, seharusnya waktu  tetap disediakan secara penuh.

Saya sendiri sebagai seorang anak paham bahwa orangtua juga bisa merencanakan sesuatu tanpa menanyakan/konfirmasi. Atau juga dalam banyak kesempatan kita sendiri (sebagai mahasiswa) yang menyepelekan jadwal kelas yang sudah dibuat awal semester itu, semata-mata karena ini kelas daring. Sekali lagi saya tidak menyalahkan orangtua maupun si mahasiswa, karena bagaimanapun kondisi serba virtual ini perlu adaptasi (tapi sudahan yuk adaptasinya, mari serius meluangkan waktu untuk belajar di kelas).

Hati dan Kemauan

Kalau sudah menyediakan waktu, tentu perlu disusul juga dengan kemauan diri sendiri. Bagi anak sekolah, mahasiswa yang kuliah frasa 'kembali belajar' itu saja sudah terkesan menyeramkan/menyebalkan/tidak disukai. Bagaimana mau menjalaninya dengan hati yang gembira? Saya sendiri pun dulu sebagai mahasiswa merasakan banyak waktu saya kehilangan kemauan untuk belajar, untuk mau tahu. Sesederhana itu, tapi sangat penting. Terlebih saat ini harus didukung juga dengan proses mendisiplinkan diri untuk mengerjakan ini itu di rumah saja. Tidak ada kawan-kawan, kerja kelompok maupun makan indom*e di warung bersama.

Saya ingatkan saya bukan dosen, punya kesempatan menjadi asisten untuk dosen-dosen saya dulu. Tapi, wajah-wajah dan suara-suara tidak semangat/mengantuk/bosan/muak itu kentara dalam video call. Sebagai pengajar, saya ikut sedih juga kecewa. Bingung juga harus membangkitkan semangat bagaimana, dalam posisi seperti ini saya jadi tahu bagaimana rasanya kalau mengajar tapi tidak ditanggapi, tidak ada yang bertanya atau memberikan respons apapun. 

Tempat yang Nyaman dan Tidak Terdistraksi

Untuk yang ini, saya juga memahami faktor-faktor lain yang terjadi ketika seorang mahasiswa memutuskan untuk off camera dan speaker: kondisi rumah sedang ramai atau tidak ada spot khusus yang cukup nyaman untuk belajar dengan tanpa gangguan. Saya juga tinggal di rumah yang kecil, sederhana, cukup untuk berkegiatan. Dulu ketika saya SMP saya merasa kesulitan mengerjakan tugas di rumah karena saya merasa selalu ada saja 'gangguan'. Entah itu suara yang ramai, atau saya diminta untuk membantu, atau juga sayanya yang lebih memilih bersantai menonton televisi (karena ini rumah). 

Saya sendiri mengalami proses adaptasi yang luar biasa selama masa pandemi dan harus bekerja dari kos saja. Saya cenderung tidak disiplin akan waktu, merasa banyak gangguan selama di kamar kos dan sederet printilan yang saya yakin juga dialami kawan-kawan semua. Untuk itu, sebisa mungkin, untuk menyambut proses kembali belajar ini, tips sederhana bagi mahasiswa bisa menyediakan satu sudut di rumah yang jauh dari aktivitas lain pada saat yang bersamaan. Kadang tidak selalu kamar tidur jika kalian tidak merasa termotivasi. Intinya, coba temukan tempat nyaman kalian.

Tukar Tempat

Yang terakhir ini bukan tips, tapi  alasan saya mengungkapkan 3 poin di atas. Saat semester 5 (kurasa) aku dapat kesempatan diajak menjadi asisten dosen di kelas Teori Relasi Publik. Di sana merupakan pertama kali, aku bisa merasakan bagaimana rasanya seorang dosen mengajar (meski aku tidak mengajar 100% yaa). Dalam perjalanan, setelah kelas pertama itu, ada beberapa kelas lain aku dapat kesempatan menjadi asisten dosen dan membuat saya memahami posisi dan cara pikir seorang dosen (secara umum menurut saya).

Saya jadi punya empati lebih, saya lebih memahami sulitnya tugas ini, sungguh saya rasa mengajar itu juga adalah proses kembali belajar. Selain belajar materinya, tentu juga belajar mengakomodir kebutuhan teknologi, karakter mahasiswa yang kian berubah dan banyak perubahan lain yang perlu dipelajari. Saya bersyukur punya kesempatan belajar lagi dalam peran saja menjadi asisten dosen setelah saya lulus kuliah, terlebih dalam masa pandemi ini. Tiga poin diatas yang saya utarakan tentu juga sedang saya terapkan ke diri saya sendiri, saya bukan seorang guru/ahli/seorang yang produktif. Maka itu saya juga menjalani proses kembali belajar ini.

Saya yakin ini bukanlah proses yang mudah, namun bersama-sama dan perlahan kita semua bisa melaluinya. Semoga bermanfaat, selamat menyambut tahun 2021!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun