Mohon tunggu...
Veronica Bernadetha Lelyemin
Veronica Bernadetha Lelyemin Mohon Tunggu... Lainnya - full time learner

penikmat konten visual dan teks

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ruang Bias dalam Persepsi

28 September 2020   18:33 Diperbarui: 28 September 2020   19:33 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika melihat gambar tersebut, apa yang muncul dalam pikiran? Saya menanyakan pertanyaan tersebut pada diri saya, lalu memberikan jawaban sebagai berikut:

Apel ini menggambarkan manusia, karena apel merupakan benda mati dan tidak dapat bercermin. Apel yang dipantulkan menunjukkan kesempurnaan dan keutuhan, dan apel yang bercermin melambangkan kekurangan atau ketidaksempurnaan.

 Pertanyaan selanjutnya, makna seperti apa yang muncul ketika melihat gambar tersebut?

Muncul beberapa interpretasi yang muncul dalam pikiran saya:

  • Apel tersebut menunjukkan bahwa seperti apapun kekurangan yang dimiliki, manusia merupakan individu yang utuh.
  • Manusia menutupi kekurangan yang ada dengan menunjukkan kesempurnaan dirinya.

Premis pertama menunjukkan optimisme, sedangkan premis kedua menunjukkan hipokrisi. Saya tidak mengatakan bahwa kedua kalimat saya benar atau akurat.  Pasti terdapat pendapat lain, tergantung pada pengalaman dan proses yang dijalani oleh setiap orang (Samovar, 2017). Bisa jadi gambar tersebut tidak memiliki makna apa-apa di mata seseorang. Bisa jadi gambar tersebut memiliki makna yang dalam di mata seseorang.

Saya berpikir bagaimana asumsi-asumsi tersebut dapat terbentuk dan berusaha memetakan pemikiran saya.

Ketika melihat gambar tersebut, teringat kembali memori ketika saya menjalani pembelajaran di SMA. Refleksi merupakan hal yang dilakukan sebagai rutinitas sehingga saya terbiasa merenung dan memberi makna pada hal yang saya alami. 

Ketika melihat gambar apel tersebut, saya teringat pada proses refleksi saya. Apel tersebut tampak seperti berkaca, melihat kelebihan dirinya dalam pantulan / refleksi, padahal kenyataannya tidak sempurna.

Seringkali saya memiliki pemikiran bahwa kekurangan dan kelebihan manusia merupakan indikator manusia yang utuh. Maka kecenderungan saya untuk berpikir demikian semakin jelas.

Setelah memikirkan kembali jawaban saya, kemudian muncul pemikiran kedua. Bagaimana jika hal tersebut menggambarkan manusia yang menyembunyikan kekurangannya? 

Bagaimana jika sosok yang dipantulkan adalah harapan atau ekspektasi mengenai dirinya sendiri? Asumsi ini muncul dari realita yang saya alami sehari-hari melalui media sosial. 

Dalam media sosial, tidak sedikit orang yang menunjukkan kesempurnaan dan kebahagiaan hidupnya. Pengguna media sosial (termasuk saya sendiri) seakan berpura-pura dan menyaingkan kisah hidup untuk mendapatkan perhatian atau atensi orang lain. 

Seiring berjalannya waktu, kesedihan dan kesulitan menjadi sebuah denial dalam media sosial. Dari sinilah saya berasumsi bahwa gambar tersebut menunjukkan sisi hipokrisi.

Proses yang saya jalani tersebut menimbulkan persepsi dan kepercayaan saya terhadap sesuatu. Hal ini berlaku pada kehidupan manusia sehari-hari. Segala tindakan, pola pikir, dan gagasan yang dimiliki individu adalah hasil dari pengalaman dan kepercayaan yang tertanam. Tentunya kedua hal tadi merupakan sebagian kecil dari indikator pemikiran seseorang.

Saya mengambil pembiasan sebagai gambaran bagaimana manusia membentuk persepsi. Contohnya seperti melihat kolam renang dari permukaannya. Ketika dilihat, kolam renang tampak dangkal, bisa saja orang yang ingin melompat berpikir bahwa kolam renang tersebut dangkal. 

Walaupun begitu, keberadaan konsep pembiasan memberikan orang tersebut pertimbangan untuk melompat ke kolam. Apabila dihubungkan, pembiasan menjadi fungsi dari refleksi dan memperkaya refleksi. Ruang bias dalam persepsi menjadi celah bagi refleksi untuk memberikan alternatif dalam berpikir.

DAFTAR PUSTAKA

Samovar, L.A., Porter, R.E., McDaniel, E.R., & Roy, C.S. (2017). Communication Between Cultures, Ninth Edition. Boston:  Cengage Learning.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun