[caption caption="Penobatan Menag sebagai sesepuh masyarakat Alor oleh Tetua Adat Alor. sumber: @lukmansaifuddin"][/caption]
Insiden Tolikara dua pekan lalu masih meninggalkan duka di hati bangsa Indonesia. Sebuah insiden yang mencederai suasana kerukunan antarwarga yang sudah puluhan tahun hidup berdampingan. Saya ingin mengajak Kompasianer melupakan sejenak peristiwa 'Karubaga Kelabu' itu sembari berharap kiranya pembenahan, lebih-lebih rekonstruksi kehidupan sosial yang sedang dilakukan Pemerintah dan semua pihak yang peduli, bisa berjalan lebih cepat.
Tiga hari lalu, tepatnya pada 28 Juli 2015, rombongan Menteri Agama RI berkunjung ke Pulau Alor di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Kesan mendalam Pak Menteri atas kunjungan itu tampak jelas dalam sejumlah postingan di akun pribadinya "@lukmansaifuddin ". Salah satu yang berkesan baginya sebagaimana diungkapkannya dalam acara temu tokoh lintas agama Kabupaten Alor adalah dirinya mendapatkan pelajaran yang sangat berharga di Alor. Pelajaran dimaksud adalah rasa saling menghargai dan menghormati antarumat beragama secara tulus tanpa embel-embel lain.
“Saya belajar sesuatu yang luar biasa. Karena toleransi dan rasa saling menghargai yang ditunjukkan masyarakat di Kabupaten Alor benar-benar tulus, tidak ada embel-embel lain,” ujar Menag.
Kekaguman pak Menteri tentu bukan sekedar basa-basi. Karena pulau Alor yang terletak di perbatasan negeri ini dihuni penduduk beragam etnis dan agama. Namun belum sekalipun terdengar pernah terjadi konflik bernuansa SARA di tempat ini. Kuncinya adalah -mengutip pernyataan pak Menteri- ada rasa saling menghargai dan menghormati secara tulus tanpa embel-embel lain.
Apa yang disaksikan Menag di Alor itu adalah cerminan dari sikap masyarakat NTT pada umumnya. Toleransi dan rasa saling menghargai di wilayah ini tidak hanya ditunjukkan sebagai bagian dari persahabatan atau pertemanan, melainkan sudah memberikan nilai-nilai dalam tataran sebagai satu-kesatuan keluarga.
Disana, panitia pembangunan gereja melibatkan warga Muslim. Begitupun sebaliknya. Pada Hari Natal warga muslim berduyun-duyun bertandang ke rumah warga Kristiani. Dan pada hari Lebaran, gantian warga Kristiani datang menyalami warga Muslim.
[caption caption="Halal Bihalal Pemda & masy Alor di stadion mini Kalabahi, dihibur Pesparawi. Sumber: @lukmansaifuddin"]
Suasana kebersamaan yang harmonis dalam kehidupan bersama ini patut menjadi contoh bagi bangsa Indonesia yang sangat pluralitas ini. Toleransi yang ditunjukkan masyarakat Alor dan NTT umumnya adalah sesuatu yang unik bagi masyarakat Indonesia, sehingga harus dipertahankan, bahkan ditingkatkan untuk menjadi cermin bagi kerukunan dan toleransi antarumat beragama di Indonesia.
Agama merupupakan sesuatu yang sangat dekat dengan manusia, termasuk masyarakat Indonesia dan juga masyarakat NTT, sehingga agama memiliki posisi yang sangat strategis dalam keindonesiaan yang beragam suku, budaya, bahasa, dan keragaman lainnya.
Memang dalam hal pembangunan, wilayah perbatasan, termasuk Alor, masih memerlukan perhatian dari Pemerintah Pusat. Seperti kata Presiden Jokowi, Indonesia harus dibangun dari pinggiran. Tetapi soal keberagaman, mungkin Indonesia harus memulainya dari Pusat dan mencontohi kemajuan di wilayah perbatasan. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H