[caption id="attachment_254103" align="aligncenter" width="572" caption="dok. pribadi"][/caption]
Kompasianer tentu sudah membaca banyak referensi tentang budaya Bakar Batu di Papua. Sayapun demikian. Tapi baru hari ini saya menyaksikannya dari dekat. Ini berlangsung di Lapangan Auri Sentani, dalam rangka acara Pengucapan Syukur atas pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua, Lukas Enembe dan Klemen Tinal.
[caption id="attachment_254104" align="aligncenter" width="509" caption="dok. pribadi"]
Dua putera terbaik dari wilayah pegunungan Papua ini dua hari lalu telah diamabil sumpah oleh Mendagri Gamawan Fauzi mewakili Presiden RI. Dan hari ini, pasangan Gubernur dan Wagup Papua ini mengundang semua warga Papua untuk mengucap syukur atas kepercayaan yang diberikan masyarakat Papua dan Pemerintah Indonesia kepadanya untuk memimpin Papua lima tahun ke depan.
[caption id="attachment_254105" align="aligncenter" width="534" caption="dok. pribadi"]
Memenuhi undangan panitia syukuran, di Lapangan Auri sejak siang tadi dipenuhi ribuan warga yang datang dari berbagai tempat. Sebagiannya datang mengenakan kostum khas Papua. Para ibu tak lupa membawa Noken, tas asli Papua yang terbuat dari anyaman tali Ada juga ibu-ibu yang mengisi Noken mereka dengan ubi dan sayur-sayuran. Kita tahu, beberapa waktu lalu, Noken telah ditetapkan UNESCO sebagai salah satu warisan dunia. Dan kemarin, (10/4/2013) Mendikbud M. Nuh meresmikan pembangunan Museum Noken di Jayapura.
Bakara Batu
Pengucapan syukur menjadi inti acara itu guna memohon bimbingan Sang Ilahi agar Papua ke depan terus bangkit, mandiri dan sejahtera sebagaimana tekad yang mereka kumandangkan selama masa kampanye. Juga untuk mendapatkan restu dan dukungan dari seluruh warga Papua, para kepala suku, ondoafi dan lembaga-lembaga adat, pimpinan gereja-gereja dan pimpinan umat, para pejabat daerah, wakil rakyat, dan generasi muda, orang asli maupun warga pendatang, supaya dalam kepemimpinannya selama lima tahun ke depan, Lukas dan Klemen tidak bekerja sendirian.
[caption id="attachment_254106" align="aligncenter" width="539" caption="dok. pribadi"]
Selain acara kebaktian syukur, pesta rakyat ini dimeriahkan dengan acara bakar batu, budaya khas masyarakat adat pegunungan tengah, Papua. Tradisi ini merupakan salah satu tradisi terpenting di Papua yang berfungsi sebagai tanda rasa syukur, menyambut kebahagiaan atas kelahiran, kematian, atau untuk mengumpulkan prajurit untuk berperang.
Sebagai anak adat, Lukas dan Klemen pun menggunakan tradisi warisan leluhur mereka ini untuk mensyukuri kemenangannya menggapai kursi Papua-1. Semua yang hadir tampak larut dalam acara tersebut. Panitia syukuran membawa sejumlah babi ke tengah lapangan, lalu menyerahkannya ke masing-masing kelompok untuk diolah. Ada yang menyiapkan batu dan kayu bakar, ada pula yang menggali lubang untuk memasak. Para ibu pun tak ketinggalan, mengeluarkan ubi dan sayuranan dari Noken mereka. Di beberapa pojok lapangan, tampak sebagian warga menari diringi tabuhan Tifa.
[caption id="attachment_254107" align="aligncenter" width="531" caption="dok. pribadi"]
Proses membakar batu awalnya dengan cara menumpuk batu sedemikian rupa kemudian mulai dibakar sampai kayu habis terbakar dan batu menjadi panas, bahkan sampai berwarna merah. Setelah itu, babi telah dipersiapkan untuk dipanah terlebih dahulu. Biasanya yang memanah babi adalah para kepala suku dan dilakukan secara bergantian.
[caption id="attachment_254108" align="aligncenter" width="587" caption="dok. pribadi"]
Setelah babi dibersihkan dan dipotong-potong, tahap berikutnya adalah memasak daging babi tersebut dengan batu panas. Potongan daging babi membungkus batu panas ditutup ubi dan sayuran lalu dibungkus daun pisang dan alang-alang sebagai penghalang agar uap dan panas batu tidak keluar. Lalu dimasukan ke dalam lubang yang sudah dipersiapkan tadi.
Sambil menunggu masakan matang, di panggung utama siap menggelar kebaktian. Warga duduk di rumput menghadap panggung, mendengarkan siraman rohani dari pendeta. Usai kebaktian, dilanjutkan dengan makan bersama.
[caption id="attachment_254109" align="aligncenter" width="516" caption="dok. pribadi"]
Makanan yang sudah matang dikeluarkan dari lubang, dan dibawa ke tenda-tenda yang telah disiapkan panitia. Semua suku Papua berkumpul dengan kelompoknya masing-masing dan mulai makan bersama. Makanan hasil bakar batu dihidangkan bersama-sama dengan berbagai makanan khas Papua lainnya, seperti Barapen, sagu dingin ala Sentani dan lainnya.
[caption id="attachment_254111" align="aligncenter" width="550" caption="dok. pribadi"]
Tradisi ini dipercaya bisa mengangkat solidaritas dan kebersamaan rakyat Papua. Dalam konteks syukuran atas pelantikan Lukas Enembe dan Klemen Tinal, bakar batu kali ini tentu memiliki makna yang berbeda. Memperkuat solidaritas seluruh lapisan masyarakat yang tinggal di Papua, dari kota hingga ke kampung-kampung, dari pesisir pantai hingga ke gunung-gunung, warga asli maupun pendatang untuk memberikan dukungan yang sepenuh-penuhnya kepada Lukas dan Klemen yang baru mereka pilih untuk bersama mereka membawa Papua semakin maju, mandiri dan sejahtera.
Kalau saya boleh memberi tema acara bakar batu dan pesta rakyat kali ini, adalah : Menyatukan dan Membaharui Tekad semua Orang Papua lintas-suku bahkan lintas etnis untuk bersama Pemimpin baru mereka MEMBANGUN PAPUA dengan Semangat OTSUS, agar Papua semakin MAJU, MANDIRI, dan SEJAHTERA. Semoga......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H